Bantah Semua Dakwaan, Lukas Enembe Mengaku ”Clean and Clear”
”Saya adalah Gubernur Papua yang clean and clear,” kata Lukas Enembe dalam pleidoinya yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Terdakwa Lukas Enembe melambaikan tangan setelah sidang dan bersiap meninggalkan ruangan sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe membantah jaksa penuntut umum yang mendakwanya telah menerima suap dan gratifikasi Rp 45,8 miliar dari Rijatono Lakka dan Piton Enumbi. Lukas menyatakan bahwa dirinya hingga saat ini tetap clear and clean.
Hal itu diungkapkan Lukas melalui nota pembelaan pribadinya yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/9/2023). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh itu dibacakan nota pembelaan pribadi dan nota pembelaan tim penasihat hukum.
Pada Rabu (13/9/2023), jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Lukas Enembe dengan pidana 10 tahun 6 bulan penjara. Jaksa menyatakan, Lukas menerima suap dan gratifikasi Rp 46,8 miliar (Kompas.id, 13/9/2023).
Lukas menyampaikan, dirinya didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar dari Rijatono Lakka dan memiliki Hotel Angkasa senilai Rp 25,9 miliar. Selain itu, dia juga didakwa menerima pemberian dari pengusaha bernama Piton Enumbi Rp 10,4 miliar. Lukas juga membantah telah menerima sejumlah pemberian untuk berbagai pengeluaran, baik dari Rijatono Lakka maupun Piton Enumbi, seperti dapur katering, tempat indekos, inventaris truk, perlengkapan tempat tidur, dan beberapa kali setoran berupa uang.
Terhadap dakwaan itu, penyidik disebut memeriksa 184 saksi dan empat ahli. Namun, Lukas menyayangkan karena di persidangan hanya dihadirkan 17 orang, yang mana semua disebut tidak mengenal Lukas dan tidak mengetahui tindak pidana gratifikasi tersebut. Lukas juga menyebut bahwa Rijatono Lakka di persidangan menyatakan, dirinya tidak memiliki uang Rp 1 miliar di rekeningnya. Demikian pula tidak ada saksi dari pihak bank dari Jayapura yang memberikan keterangan tentang lalu lintas uang terkait hal itu.
”Karena memang saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan dan digembor-gemborkan selama ini. Saya adalah Gubernur Papua yang clean and clear,” kata Lukas.
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengangkat salah satu kantong plastik berisi uang saat digelar rilis barang bukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus yang terjadi di Papua di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Oleh karena itu, Lukas menilai bahwa dakwaan gratifikasi yang dikenakan kepadanya tidak didukung bukti serta tanpa didukung keterangan saksi. Lukas pun menilai, tuntutan jaksa kepadanya penuh dengan kebohongan, manipulasi, hoaks, tipu-tipu, serta muslihat yang dibangun secara terencana dan terstruktur.
Lukas juga mempertanyakan jumlah total gratifikasi yang dinilainya berubah-ubah. Dalam dakwaan, Lukas disebut menerima gratifikasi Rp 45,8 miliar. Sementara itu, dalam surat tuntutan, total gratifikasi yang diterima menjadi Rp 47,8 miliar. Demikian pula kejadian perkara yang di awal disebut terjadi pada 2017-2020, tetapi dalam persidangan muncul keterangan dugaan gratifikasi dari Budi Sultan yang terjadi tahun 2013. Lukas pun membantah telah menerima setoran dari Budi Sultan karena tidak mengenal dan tidak memiliki urusan dengannya.
”Jumlah penerimaan hadiah atau gratifikasi yang terus berubah telah membuktikan bahwa sebenarnya KPK masih mencari-cari kesalahan saya sehingga tidak dapat memastikan apakah benar saya telah menerima gratifikasi,” ujar Lukas.
Melalui pleidoinya, Lukas memohon agar dibebaskan dari segala dakwaan. Lukas juga meminta agar rekening dirinya, istri, dan anaknya dibuka serta semua aset yang disita dikembalikan. Dia pun memohon agar nama baik dan kehormatannya direhabilitasi.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Penasihat hukum Lukas Enembe, OC Kaligis (kiri) dan Petrus Bala Pattyona (kanan), memberikan keterangan pers seusai sidang Lukas Enembe, Senin (4/9/2023), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Demikian pula dalam pembelaannya, penasihat hukum Lukas, OC Kaligis, memohon agar majelis hakim menyatakan agar Lukas tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan membebaskannya dari seluruh dakwaan. Atas pleidoi tersebut, jaksa penuntut umum diberi kesempatan oleh ketua majelis hakim untuk membacakan tanggapan atas pleidoi pada Senin (25/9/2023).