Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat membawa RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke rapat paripurna DPR untuk dimintai persetujuan pengesahan. Keputusan diambil relatif cepat.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO, SUHARTONO
·6 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono (dari kiri ke kanan) duduk semeja untuk rapat kerja terkait revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) bersama Komisi II DPR di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Jakarta, Senin (21/8/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR sepakat untuk membawa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke rapat paripurna DPR untuk dimintai persetujuan pengesahan sebagai undang-undang. Dalam revisi tersebut, pembentuk undang-undang memperluas kewenangan Otorita Ibu Kota Negara, dari hanya pengguna menjadi pengelola anggaran. Perluasan kewenangan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan kementerian dan lembaga lain sehingga pengawasan terhadap otorita perlu diperketat.
Kesepakatan untuk membawa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) ke rapat paripurna DPR dicapai dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/9/2023). Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung didampingi Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang, dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa, dan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurijal.
Dari pemerintah, hadir Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Negara Hadi Tjahjanto, Kepala Badan Otorita IKN Bambang Susantono, serta perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, hadir pula para anggota Komisi II DPR dan perwakilan dari Komite I DPD Fachrul Razi.
Pengambilan keputusan relatif cepat karena proses pembahasan baru dimulai pada 21 Agustus lalu yang disusul dengan kunjungan kerja sehari setelahnya. Pembahasan kembali dilanjutkan pada 11 September dan 18 September.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang saat membacakan laporan kerja Panitia Kerja (Panja) RUU IKN menjelaskan, panja telah menyepakati perubahan pada sembilan kluster pokok yang diajukan pemerintah. Kesembilan kluster isu dimaksud di antaranya kewenangan khusus Otorita IKN (OIKN), pertanahan, pengelolaan keuangan, pengisian jabatan OIKN, dan penyelenggaraan perumahan. Selain itu, perubahan juga dilakukan pada kluster batas wilayah, tata ruang, mitra di DPR, dan jaminan keberlanjutan IKN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (dari kanan ke kiri) saat rapat kerja terkait revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) bersama Komisi II DPR di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Jakarta, Senin (21/8/2023).
Mengenai kewenangan khusus, panja menyepakati perluasan kewenangan OIKN dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Sebelumnya, OIKN memiliki kewenangan sebagai pengguna anggaran, kini juga sebagai pengelola anggaran. Hal itu dipandang perlu untuk memperkuat kedudukan kelembagaan OIKN sebagai penyelenggara persiapan, pembangunan, pemindahan, serta penyelenggaraan pemerintah daerah khusus (Pemdasus) IKN.
Suharso Monoarfa menambahkan, poin-poin yang disepakati telah memperkuat sembilan pokok perubahan UU IKN. Mengenai kewenangan khusus penguatan kewenangan OIKN, misalnya, lembaga tersebut kini memiliki seluruh kewenangan, kecuali yang bersifat absolut.
Karena itu, kompetensi teknis spesifik secara tepat dan tepat diperlukan oleh otorita untuk memenuhi target pembangunan di IKN, termasuk penguatan kelembagaan otorita dan kewenangannya, serta penguatan pada aspek sumber daya manusia (SDM)”
Menurut Suharso, OIKN merupakan entitas yang khas, unik, dan tidak dapat dibandingkan. Kekhasan itu dimungkinkan oleh Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945 untuk merespons lingkungan strategis, termasuk di antaranya saat menghadapi ketidakpastian dan ambiguitas. Dalam konteks itu, diperlukan optimalisasi penyelenggaraan Pemdasus untuk mencapai pelayanan publik yang optimal.
”Karena itu, kompetensi teknis spesifik secara tepat dan tepat diperlukan oleh otorita untuk memenuhi target pembangunan di IKN, termasuk penguatan kelembagaan otorita dan kewenangannya, serta penguatan pada aspek sumber daya manusia (SDM),” ujar Suharso.
KOMPAS
Pemerintah tidak memiliki waktu banyak untuk mengerjakan aturan turunan UU Ibu Kota Negara yang diteken Januari 2022. Meski proyek IKN didukung oleh sebagian besar masyarakat, publik masih ragu dengan UU Ibu Kota Negara yang digarap kilat. Untuk memitigasi risiko sosial politik, pemerintah perlu menjamin transparansi kepada publik selama proses perumusan aturan IKN sampai pembangunan proyek kelak.
Tumpang tindih
Dari sembilan fraksi partai politik (parpol) yang ada di Komisi II DPR serta kelompok DPD, mayoritas menyetujui poin perubahan di RUU IKN dan membawanya ke rapat paripurna untuk meminta persetujuan pengesahan menjadi UU. Hanya Partai Demokrat yang menyetujui itu dengan catatan. Adapun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak untuk membawa RUU IKN ke rapat paripurna.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Mohamad Muraz mengatakan, pihaknya melihat bahwa kewenangan OIKN semakin luas setelah UU IKN direvisi. Kini, lembaga tersebut memiliki wewenang untuk membuat perencanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, pengelolaan SDM, penguasaan tanah, perjanjian kerja sama, serta pembuatan peraturan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, serta penyelenggaraan pemdasus.
”Kewenangan khusus tersebut berpotensi melahirkan kewenangan yang tumpang tindih, khususnya dengan kementerian atau lembaga lain. Itu menunjukkan semakin lemahnya fungsi negara kesatuan di IKN. Karena itu, pengawasan OIKN harus secara ketat dilakukan agar mekanisme check and balances bisa tetap terlaksana. ”
”Kewenangan khusus tersebut berpotensi melahirkan kewenangan yang tumpang tindih, khususnya dengan kementerian atau lembaga lain. Itu menunjukkan semakin lemahnya fungsi negara kesatuan di IKN. Karena itu, pengawasan OIKN harus secara ketat dilakukan agar mekanisme check and balances bisa tetap terlaksana,” tuturnya.
Muraz menambahkan, dengan kewenangan yang luas itu, OIKN seperti memiliki tiga fungsi atau status sekaligus. Fungsi dimaksud adalah sebagai lembaga setingkat kementerian yang memiliki kewenangan seluruh kementerian lainnya, sebagai pemdasus, serta sebagai badan usaha yang memiliki fungsi mirip dengan badan usaha milik negara (BUMN) karena bisa mendapatkan penyertaan modal negara. Fungsi dan status tersebut dapat menyebabkan kerancuan nomenklatur atas posisi OIKN dalam hukum ketatanegaraan sehingga berdampak pada kebingungan dalam sistem pengawasan kelembagaan.
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Kepala Otorita IKN Bambang Susantono membuka kegiatan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 3 tentang IKN, secara daring di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (22/3/2022). Saat itu ada enam peraturan yang dibahas dengan rincian, dua peraturan pelaksana dan empat peraturan presiden.
Kewenangan sapu jagat
Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gabriel Lele, melihat, problem terbesar dari perumusan posisi kepala OIKN ialah kewenangan ganda. Di satu sisi kepala OIKN diperlakukan sebagai pejabat setingkat menteri yang memiliki kewenangan sebagai pengguna anggaran dan pengelola anggaran. Di sisi lain, kepala OIKN difungsikan sebagai pemerintah daerah setingkat gubernur.
Penyatuan posisi kepala OIKN setingkat menteri sekaligus pemda ini, menurut Gabriel, agak bermasalah karena rentang kewenangan dua posisi tersebut berbeda. Meski RUU ini bersifat asimetris, penerapannya perlu diperjelas. Jika kepala OIKN setingkat menteri, harus ada pihak yang mengawasi. Namun, jika pengawasan itu diserahkan ke DPR, hingga saat ini belum ada perwakilan DPR dari daerah pemilihan IKN. Artinya, mekanisme pengawasan pun dikhawatirkan tidak maksimal.
Di saat bersamaan, ketika kepala OIKN juga menjabat sebagai pemda, itu akan menjadi rancu karena tidak ada lembaga perwakilan di wilayah tersebut atau setingkat DPRD. Padahal, di kota mana pun, harus ada eksekutif dan legislatif. Selain itu, kinerja kepala OIKN juga tidak akan maksimal karena harus mengurusi masalah yang bersifat makro hingga terkecil sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2023 tentang Kewenangan Khusus OIKN.
KOMPAS/SUCIPTO
Suasana pembahasan Konsultasi Publik Rancangan UU Perubahan UU No 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (4/8/2023).
”Itu bisa jadi tidak karuan. Itu kepala otorita bisa punya kewenangan yang absolut dan kewenangan sapu jagat. Ini karena pemerintah mencoba mencampurkan sebuah posisi kelembagaan yang seharusnya hanya transisi, tetapi didesain untuk permanen.”
”Itu bisa jadi tidak karuan. Itu kepala otorita bisa punya kewenangan yang absolut dan kewenangan sapu jagat. Ini karena pemerintah mencoba mencampurkan sebuah posisi kelembagaan yang seharusnya hanya transisi tetapi didesain untuk permanen,” ujar Gabriel. Untuk itu, menurut Gabriel, jalan tengahnya adalah kepala OIKN cukup diberikan kewenangan selama masa transisi. Artinya, kepala OIKN hanya akan mengawal proses persiapan, pembangunan, sampai pemindahan. Selanjutnya, ketika memasuki penyelenggaraan pemdasus, kepala OIKN tidak diperlukan lagi.
”Jadi, masa transisi diserahkan ke kepala otorita. Ketika sudah permanen, dia beralih menjadi pemda. Nah, itu desain kelembagaan yang berbeda. Jadi, jangan dicampur. Harus dikasih time-frame, paling lama misal 10 tahun, setelah itu berfungsi seperti pemda. Ketika pemda, pakai lagi pola seperti DKI Jakarta, di mana yang dipilih hanya gubernur, dan posisi bupati serta wali kota tidak ada. Itu juga tidak apa-apa,” ucap Gabriel.
"Ground breaking”
Tenaga Ahli Bidang Komunikasi/Juru Bicara Otorita IKN Troy Pantau mengatakan, revisi UU IKN memberikan kepastian investasi. Kepastian itu selanjutnya akan diikuti gelombang ground breaking dan launching pada November hingga tahun-tahun mendatang.
Troy membenarkan, rencana kunjungan Presiden Joko Widodo ke IKN pada Kamis-Sabtu mendatang. Presiden akan menghadiri ground breaking dan launching sejumlah proyek swasta, di antaranya konsorsium Hotel Nusantara dan tempat pelatihan sepak bola PSSI berstandar FIFA. Hotel Nusantara ditargetkan akan digunakan pada Agustus 2024.
Ground breaking proyek swasta termasuk Rumah Sakit Hermina yang akan launching pada tahap kedua sekitar awal November. Nilai total investasinya beragam. Estimasinya sekitar Rp 40 triliun. Saat ini ada 284 letter of intent diterima Otorita IKN dari investor Indonesia, Singapura, Jepang, Malaysia, dan lainnya. (NIA/BOW/HAR)