Jokowi Sebut Presiden Sebelumnya Juga Terima Data Intelijen Parpol
Amnesty International kembali mendesak Komisi I DPR untuk menginvestigasi terkait pernyataan Presiden Jokowi yang menerima data intelijen soal parpol. Persoalan itu jangan dianggap sepele.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
MUCHLIS JR - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo di sela peninjauan harga dan pasokan sejumlah komoditas pangan yang ada di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menampik pandangan sebagian kalangan bahwa informasi intelijen seputar partai politik yang rutin diterimanya melanggar undang-undang. Diterimanya laporan itu bahkan ditegaskannya sebagai amanat dari undang-undang. Selain itu, informasi intelijen serupa diterima oleh presiden-presiden sebelumnya.
”Ya, saya itu secara rutin mendapatkan laporan mengenai hal yang berkaitan dengan politik, yang berkaitan dengan ekonomi, yang berkaitan dengan sosial, selalu mendapatkan informasi itu,” ujar Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan seusai meninjau harga dan pasokan sejumlah komoditas pangan di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023) pagi.
Presiden juga mengaku telah mendapat informasi intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN), intelijen Polri, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
”Baik dari intelijen di BIN, di BAIS mengenai keamanan di kepolisian atau dari aliran dana dari PPATK semuanya saya dapat. Itu makanan sehari-hari saya,” kata Presiden Jokowi.
Presiden juga menyampaikan rutin menerima hasil-hasil survei dari sejumlah lembaga. ”Hasil survei mereka, data-data angka-angka semuanya, pagi-pagi itu sarapan saya angka-angka data-data, apa itu laporan-laporan rutin seperti itu apa, kenapa?” kata Presiden Jokowi.
Ketika ditanya terkait kekhawatiran dugaan penggunaan data intelijen untuk cawe-cawe politik terkait Pemilu 2024, Presiden hanya tertawa dan tak berkomentar.
Presiden kembali menegaskan bahwa ia rutin mendapatkan laporan dari berbagai lembaga intelijen saat meninjau Industri Pertahanan PT Pindad, di Bandung, Jabar, Selasa, Dan, hal serupa juga dilakukan oleh semua presiden terdahulu.
Saat ditanya apakah hal tersebut tidak mengganggu kehidupan demokrasi, Presiden menegaskan bahwa laporan intelijen yang diterimanya sudah sesuai perintah UU.
KOMPAS/NINA SUSILO
Presiden Joko Widodo menjelaskan pentingnya kepemimpinan nasional di tahun 2024, 2029, dan 2034 untuk Indonesia dalam pembukaan Rakernas Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Sabtu (16/9/2023) pagi.
Pada Sabtu (16/9/2023), ketika membuka acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sukarelawan Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Presiden menyatakan telah mengetahui semua data hingga arah semua parpol dari informasi intelijen yang ia dapat dari BIN, intelijen Polri, dan Bais TNI.
”Saya tahu dalamnya partai, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu. Ini mereka menuju ke mana saya ngerti. Informasi yang saya terima komplet. Dari intel, saya ada, BIN. Dari intel di Polri, ada. Dari intel TNI, saya ada BAIS. Dan, info-info di luar itu. Angka data survei semuanya ada dan itu hanya milik Presiden karena langsung ke saya,” tuturnya.
Menanggapi pernyataan terbaru Presiden Jokowi, Direktur Amnesty International Usman Hamid menegaskan bahwa jawaban terbaru Presiden itu berbeda dengan sebelumnya yang secara literal menjelaskan bahwa data intelijen dimaksud berkaitan dengan kegiatan partai politik.
”Bahkan termasuk informasi jeroan atau kerahasiaan partai politik,” ujarnya.
Pernyataan Presiden sebelumnya di Rakernas Seknas Jokowi memang hanya 2 menit dari total sambutan selama 24 menit. Namun, Usman mengistilahkannya seperti nila setitik yang merusak susu sebelanga.
UU Intelijen Negara jelas menegaskan bahwa penyelenggaraan intelijen negara harus mematuhi prinsip netralitas, obyektivitas, dan profesionalitas.
Selain itu, ditegaskan pula bahwa intelijen negara berfungsi untuk mendeteksi ancaman keamanan nasional. Namun, pernyataan Presiden jelas membawa pesan dan kesan bahwa dinamika partai politik dalam negeri dipersepsikan sebagai ancaman.
Pernyataan terbaru bersifat normatif dan generik, tetapi pernyataan sebelumnya dinilai menunjukkan bahwa orientasi intelijen negara justru menyasar partai politik sebagai ancaman.
”Jangan lupa bahwa pengguna akhir data intelijen itu adalah Presiden dan DPR sebagai representasi dari negara. Nah, pernyataan Presiden yang menjelaskan data intelijen terkait partai politik itu jelas sulit diterima secara logika oleh DPR yang terdiri dari Parpol,” ujar Usman.
Ia menambahkan bahwa etos kerja intelijen negara jelas mewajibkan intelijen negara untuk tidak memengaruhi dan dipengaruhi oleh partai politik. Etos kerja lainnya juga meliputi ketaatan terhadap negara dan konstitusi negara.
Komisi I DPR pun didorongnya membentuk subkomisi intelijen untuk melakukan penyelidikan dan membuka data intelijen termasuk yang rahasia. Langkah awal bisa dilakukan dengan memanggil semua pimpinan badan intelijen yang disebut Presiden. Kemudian, jika ada indikasi kuat penyalahgunaan kekuasaan, Presiden bisa dipanggil.
Menurut Usman, dalam skala berbeda, masalah ini bisa mengarah pada skandal Watergate yang mengakibatkan pengunduran diri Presiden Richard Nixon pada 1970-an. ”Tidak boleh dianggap sebagai masalah yang sepele. Dan, pagi ini, pernyataan lanjutan Jokowi tersebut terkesan menyelepekan,” ucapnya.