Tim Percepatan Reformasi Hukum Usulkan Asesmen Ulang ASN di MA
Dalam rekomendasi jangka pendek, Tim Percepatan Reformasi Hukum menyarankan asesmen terhadap ASN yang tengah menjabat di posisi strategis di MA dan pengadilan.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
DIAN DEWI PURNAMASARI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (lima dari kiri) mengumumkan bahwa Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk sejak akhir Mei 2023 lalu telah merampungkan rekomendasinya di Jakarta, Selasa (22/8/2023). Rekomendasi itu selanjutnya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
JAKARTA, KOMPAS — Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan telah menyusun agenda prioritas dan rencana aksi untuk membenahi sengkarut di bidang hukum. Salah satunya adalah asesmen terhadap aparatur sipil negara yang tengah menjabat posisi strategis di Mahkamah Agung dan pengadilan.
Ketua Tim Percepatan Reformasi Hukum Sugeng Purnomo dalam konferensi pers, Jumat (15/9/2023), mengatakan, tim telah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor untuk melaporkan hasil kerja selama tiga bulan terakhir. Tim menyelesaikan laporan, agenda prioritas, dan rencana aksi dalam berkas setebal 129 halaman.
Menurut Sugeng, respons Presiden Jokowi baik dan Presiden mengapresiasi positif kinerja tim. Namun, Presiden meminta waktu untuk mempelajari berkas itu dan akan meminta masukan lagi terhadap tim mana langkah konkret yang bisa segera dilakukan. ”Ada permintaan agar tim menyusun tahapan mana yang bisa dilakukan dalam waktu dekat dan jangka panjangnya,” kata Sugeng.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2023, masa kerja tim yang beranggotakan 38 ahli dan tokoh ini berakhir pada Desember 2023. Namun, sepanjang Juni-Agustus 2023, tim telah berhasil menyelesaikan rumusan masalah, rekomendasi jangka pendek dan menengah untuk mereformasi hukum.
Tim menyusun rekomendasi agenda prioritas untuk empat kluster masalah utama. Pertama, adalah reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum, reformasi sektor agraria dan sumber daya alam, pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta sektor peraturan perundang-undangan.
Jika menilik ke belakang, tim reformasi hukum ini dibentuk setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pegawai MA terkait dengan pengurusan perkara KSP Intidana. Kasus tersebut kemudian menyeret nama dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati yang sudah divonis 7 tahun penjara oleh majelis banding dan Gazalba Saleh yang divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Insiden tersebut dinilai mencoreng wajah peradilan di Indonesia. Presiden kemudian memerintahkan kepada Menko Polhukam Mahfud MD untuk membenahi sengkarut di dunia hukum.
Untuk mereformasi peradilan, menurut Sugeng, pemerintah tidak bisa mengintervensi pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Namun, pemerintah dapat memperbaiki tata kelola aparatur sipil negara (ASN). ”Tim Percepatan Reformasi Hukum melihat apa yang salah dalam penempatan ASN di MA itu. Fakta membuktikan ada dua pejabat (hakim agung) yang berturut-turut itu kebetulan terkena kasus hukum. Apa yang keliru dalam penempatan jabatan itu? Itu yang mau diasesmen ulang,” ujarnya.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Suasana sidang tuntutan terhadap suap perkara yang melibatkan Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Kota Bandung, Rabu (10/5/2023).
Dalam rekomendasi jangka pendek, tim reformasi hukum menyarankan asesmen terhadap ASN yang tengah menjabat di posisi strategis di MA dan pengadilan. Asesmen bisa dilakukan terhadap ASN, di antaranya jabatan eselon I dan II di MA, panitera, sekretaris, di peradilan umum, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama kelas I dengan melibatkan tim ahli, yaitu KPK dan PPATK. Hanya pejabat yang lulus proses asesmen yang bisa menduduki jabatan eselon I, II, atau III. Mahkamah Agung bertanggung jawab terhadap rekomendasi ini.
Sebenarnya langkah ini sejalan dengan apa yang sudah dilakukan MA. Anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum, Rifqi S Assegaf, mengungkapkan, MA sudah merotasi ASN yang ada di MA pascapenangkapan sejumlah pegawai MA pada September 2022. ”Sehingga ini seharusnya sejalan dengan aspirasi tim, yaitu peninjauan kembali terhadap integritas pegawai MA,” kata Rifqi yang berkecimpung dalam upaya pembaruan MA sejak tahun 2000-an.
Terkait dengan perlunya assessment ulang terhadap pejabat strategis di MA dan pengadilan, Juru Bicara MA Suharto belum memberi tanggapan. Meski tidak terlibat dalam proses seleksi pejabat eselon I dan II, ia mengatakan, pegangkatan pejabat tersebut sudah melalui mekanisme seleksi.
Ada permintaan agar tim menyusun tahapan mana yang bisa dilakukan dalam waktu dekat dan jangka panjangnya.
MA beberapa waktu lalu baru selesai menggelar proses lelang jabatan untuk 23 pejabat eselon II. Proses lelang jabatan untuk mengisi kekosongan yang ada juga sudah dibuka kembali pada Agustus lalu.
Seleksi hakim ”ad hoc”
Dalam laporan Tim Percepatan disebutkan secara khusus tentang proses pengisian calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi yang kerap diisi oleh mantan pegawai pengadilan dan MA yang kurang memenuhi syarat. Tim menilai, hal itu berpengaruh pada kian tergerusnya profesionalisme dan integritas calon hakim ad hoc tipikor.
Mengenai hal tersebut, Suharto mempersilakan mengecek kembali nama-nama calon yang lulus, latar belakang pekerjaan pelamar, serta persentase dari para mantan pegawai pengadilan dan MA. Hakim agung pada kamar pidana tersebut memastikan bahwa calon-calon yang lulus kemudian mengikuti diklat sertifikasi hakim tipikor berasal dari beragam latar belakang profesi.
DIAN DEWI PURNAMASARI
Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto (tengah) saat diwawancarai seusai konferensi pers di kantor Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (10/8/2023).
”Penentuan kelulusannya dilakukan dalam rapat panitia tanpa ada prioritas ataupun diskriminasi. Jadi, kalau ada mantan hakim militer, mantan oditur atau mantan panmud (panitera muda) pengadilan serta pegawai pemkab (pemerintah kabupaten) lulus itu semata-mata memang nilai mereka masuk kategori lulus,” kata Suharto.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar penilaian terhadap proses seleksi calon hakim ad hoc tipikor dilakukan berdasarkan data yang ada. Hingga saat ini, MA telah menggelar perekrutan hakim ad hoc tipikor untuk tahap XX.
Anggota Kelompok Kerja I Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum Harkristuti Harkrisnowo menambahkan, lembaga peradilan dan penegak hukum yang baik adalah syarat mutlak terlaksananya pembangunan. Tanpa ada kepastian hukum dan keadilan, pembangunan tidak akan tercapai.
Tim menengarai ada enam aspek utama yang paling memengaruhi penegakan hukum, yaitu aspek sumber daya manusia, mekanisme pengawasan, kelembagaan, peraturan perundang-undangan, budaya hukum dan organisasi, serta anggaran dan sarana prasarana. ”Kami menemukan pembangunan keenam aspek ini belum menjadi perhatian serius dari pemerintah. Padahal, permasalahan di pengadilan menimbulkan ketidakpercayaan publik,” ujarnya.