KY Pertanyakan Hukuman Hakim Penunda Pemilu Hanya Mutasi
Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus penundaan pemilu dijatuhi hukuman mutasi. Hakim Tengku Oyong dipindah ke PN Bengkulu, H Bakri dimutasi ke PN Padang, serta Dominggus Silaban dipindah ke PN Jambi.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Spanduk ketidaksetujuan atas penundaan pemilu terlihat di kawasan Mampang, Jakarta, Jumat (11/9/2022). Masyarakat sipil dan elite politik tetap harus mengawal Pemilu 2024 bisa berlangsung sesuai rencana. Sebab, pemilu periodik merupakan amanat konstitusi.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial akan menanyakan langkah Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman disiplin atas pelanggaran sedang berupa mutasi kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus perkara penundaan pemilu. Sanksi yang dijatuhkan MA jauh di bawah hukuman yang direkomendasikan oleh KY berupa nonpalu atau tidak boleh mengadili perkara selama dua tahun.
”KY akan menanyakan soal ini,” kata Juru Bicara KY Miko Ginting saat dikonfirmasi Selasa (22/8/2023).
Dalam pengumuman sanksi yang dijatuhkan selama periode Juni-Juli 2023, MA menjatuhkan sanksi sedang berupa mutasi ke pengadilan lain yang kelasnya lebih rendah. Hakim Tengku Oyong dipindah ke Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu sebagai hakim anggota, H Bakri dimutasi ke PN Padang juga sebagai hakim anggota, serta Dominggus Silaban dipindah ke PN Jambi sebagai hakim anggota.
Ketiganya dinilai terbukti melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA dan Ketua KY Nomor 0497/KMA/SK/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 terkait hakim seharusnya bersikap profesional. Penerapan sikap profesional itu, menurut SKB tersebut, adalah hakim harus memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kualitas pribadi; harus tekun melaksanakan tanggung jawab administratif; wajib mengutamakan tugas yudisial; dan menghindari kekeliruan dalam pembuatan putusan atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa/para pihak dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan pihak tertentu.
Selain itu, ketiganya juga dinilai melanggar Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pasal yang dilanggar dalam peraturan bersama tersebut adalah Pasal 14 tentang sikap profesional.
Adapun tiga hakim PN Jakpus tersebut mengabulkan gugatan perkara yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) pada 2 Maret 2023 dan menyatakan Komisi Pemilihan Umum telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam verifikasi administrasi yang tidak meloloskan tergugat. Majelis hakim juga memerintahkan agar KPU tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan diucapkan, dan baru melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun empat bulan tujuh hari. PN Jakpus juga menyatakan bahwa putusan tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta.
Putusan tersebut menjadi sorotan publik yang mempertanyakan kompetensi PN Jakpus menangani perkara tersebut. Atas putusan tersebut, KPU mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan PN Jakpus.
Sejumlah masyarakat sipil kemudian melaporkan tiga hakim PN Jakpus pemutus penundaan pemilu tersebut ke Komisi Yudisial. Pada 27 Juni 2023, KY dalam sidang pleno yang dihadiri enam anggotanya, yakni Mukti Fajar Nur Dewata, M Taufk, Siti Nurdjanah, Amzulian Rifai, Sukma Violetta, dan Binziad Kadafi, menyatakan ketiga hakim tersebut bersalah melanggar etik. KY menjatuhkan sanksi berat berupa tidak boleh mengadili perkara selama dua tahun atau menjadi hakim nonpalu dua tahun.
Putusan KY tersebut tidak final dan mengikat, tetapi berupa rekomendasi yang dikirimkan ke Ketua MA. Rupanya rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh MA.
Juru Bicara MA Suharto saat dikonfirmasi tentang alasan penjatuhan hukuman yang jauh lebih ringan dari yang diusulkan KY mengungkapkan, pihaknya akan menanyakan hal tersebut ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) Mahkamah Agung.
Sementara itu, Miko Ginting menduga, rekomendasi KY tidak diikuti karena MA melalui Badan Pengawas menangani sendiri kasus etik tiga hakim PN Jakpus. ”Dugaan sementara sanksi ini bukan bentuk tindak lanjut dari rekomendasi KY, melainkan hasil pemeriksaan sendiri. Namun, untuk lebih pasti bisa diminta penjelasannya ke MA,” ujarnya.
DIAN DEWI PURNAMASARI
Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto (tengah) saat diwawancarai seusai konferensi pers di kantor Mahkamah Agung (MA) Jakarta, Kamis (10/8/2023).