Meski tak pernah dibubarkan secara resmi, Koalisi Indonesia Bersatu yang dibentuk Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan, awal Juni 2022, kini tercerai-berai karena pilihan politik.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa menghadiri Silaturahim Nasional Partai Golkar, PAN, PPP yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) di Jakarta, Sabtu (4/6/2022).
Tanpa kesepakatan sosok bakal calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung, sulit bagi sejumlah partai politik menyatukan komitmen untuk berkoalisi. Kepentingan elite di tengah dinamika politik membuat perahu koalisi terombang-ambing tak tentu arah. Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan yang mendirikan Koalisi Indonesia Bersatu sebagai gabungan partai politik pertama yang bersiap menghadapi Pemilihan Presiden 2024 juga jadi koalisi pertama yang gugur sebelum kontestasi dimulai.
Meski tak pernah dibubarkan secara resmi, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada awal Juni 2022 kini tercerai-berai karena perbedaan pilihan politik. Golkar dan PAN mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, sebagai bakal calon presiden 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023). Pernyataan dukungan yang diikuti penandatanganan kerja sama politik itu menandai bergabungnya kedua partai ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang didirikan Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pertengahan Agustus tahun lalu.
Empat bulan sebelumnya, PPP lebih dulu menentukan sikap berbeda. Di tengah belum adanya keputusan dukungan dari KIB, partai berlambang Ka’bah itu mendukung bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo. Tak hanya menyampaikan dukungan, PPP juga menyepakati kerja sama dengan PDI-P dan menindaklanjutinya dengan serangkaian kegiatan terkait persiapan pencalonan dan pemenangan Ganjar hingga saat ini.
Sebelum PPP memutuskan sikap berbeda, KIB berjalan sebagai koalisi tanpa ikatan sosok bakal capres/cawapres yang akan diusung selama sepuluh bulan. Para elite ketiga partai politik berdalih, ini merupakan tradisi baru dalam berpolitik, yakni menyatukan diri di bawah visi, misi, platform, dan program yang bakal dirumuskan bersama. Setelah rumusan itu tuntas, koalisi baru akan mencari sosok yang tepat untuk menjalaninya.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus bakal calon presiden Prabowo Subianto (kedua dari kanan) bersama Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memperlihatkan kontrak politik kepada awak media di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023).
Pada pertengahan Agustus 2022, KIB meluncurkan Program Akselerasi Transformasi Ekonomi Nasional (Paten). Menurut rencana, Paten akan jadi panduan atau bagian dari visi dan misi calon pemimpin dari KIB. Namun, sosok yang dipilih KIB tak pernah muncul.
Sejak awal dibentuk pun santer kabar bahwa KIB dijadikan ”sekoci” oleh elite tertentu untuk mengusung Ganjar. Kala itu, Ganjar yang memiliki tingkat elektabilitas tertinggi hasil survei sejumlah lembaga, disebut sebagai sosok yang didukung oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi penerusnya. Namun, Ganjar tak kunjung dideklarasikan oleh PDI-P, parpol asalnya, sehingga membutuhkan kendaraan alternatif agar tetap bisa berkontestasi di Pilpres 2024.
Namun, peta politik berubah ketika Megawati mengumumkan pencalonan Ganjar pada 21 April lalu. Berselang lima hari setelahnya, PPP mendeklarasikan dukungan untuk Ganjar secara daring karena masih dalam suasana perayaan Idul Fitri.
Pasca-pernyataan sikap PPP, Golkar, dan PAN mengupayakan banyak hal, seperti mewacanakan skenario pembentukan koalisi besar yang menyatukan sejumlah parpol anggota koalisi pemerintahan. Gagasan membentuk poros baru dengan mengusung Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai pasangan bakal capres/cawapres pun pernah dijadikan opsi.
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri didampingi bakal calon presiden yang diusung PDI-P, Ganjar Pranowo, menerima kunjungan Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Minggu (30/4/2023).
”Goodbye”KIB
Ketua Majelis Pertimbangan PPP M Romahurmuziy di Jakarta, Minggu, menekankan, sejak jauh-jauh hari telah menyampaikan bahwa KIB akan bubar degan sendirinya ketika semua parpol anggotanya sudah menyatakan dukungan resmi kepada bakal capres yang berbeda. Hari ini, hal itu pun terjadi. ”Dengan adanya dukungan resmi PAN dan Partai Golkar ke Pak Prabowo hari ini (Minggu), otomatis pula lah peresmian bubarnya KIB alias goodbye (selamat tinggal) KIB,” kata politisi yang akrab disapa Rommy itu.
Rommy menambahkan, PPP tak terkejut dengan keputusan Golkar dan PAN. Dukungan PAN merupakan konsekuensi dari upaya parpol yang dipimpin Zulkifli Hasan itu mengusulkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebagai bakal cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto. Sebelumnya, PAN juga mengusulkan Erick kepada PDI-P untuk menjadi pendamping Ganjar, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan mengenai hal itu dari PDI-P dan parpol pendukung Ganjar lainnya.
”Dukungan PAN, kan, konsekuensi kemungkinan Pak Erick akan digandeng Pak Prabowo. Sudah lama kami prediksi kalau PAN akan melabuhkan pilihan di mana Pak Erick berlabuh,” ujar Rommy.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Majelis Pertimbangan PPP M Romahurmuziy
Sementara mengenai Golkar, Rommy juga mengaku telah mendengar kabar mengenai sikap yang akan diambil itu. Golkar dinilai memiliki kecocokan dan kedekatan dengan Gerindra mengingat Prabowo merupakan kader Golkar sebelum mendirikan Gerindra. ”Apa pun, Golkar didirikan almarhum Pak Harto (Presiden kedua RI Soeharto) yang juga pernah menjadi mertua Pak Prabowo,” ujarnya.
Berbeda dengan Rommy, Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung ditemui seusai deklarasi dukungan terhadap Prabowo menegaskan bahwa ketiga parpol anggota KIB belum pernah menyatakan bubar secara resmi. Saat ini, seluruh anggota KIB baru mencapai fase mengambil keputusan internal masing-masing. Berdasarkan kesepakatan Golkar, PAN, dan PPP, akan ada pembicaraan tersendiri ketika KIB akan menentukan sikap resminya.
”Sekarang, KIB, kan, tinggal memilih di antara dua. Dalam konteks KIB ya, Golkar sudah memutuskan ke Prabowo, PAN juga ke Prabowo, sedangkan PPP Ganjar. Nanti kami bicarakan. Mana tahu, kan, PPP mengubah pikiran,” tutur Doli.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung di sela-sela Rakernas Golkar 2023 di Jakarta, Minggu (4/6/2023).
Sementara itu, Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto mengatakan, ada banyak pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan untuk mendukung Prabowo. Sebelumnya, PAN juga berupaya berkomunikasi politik dengan PDI-P dengan tawaran yang sama dengan ke Gerindra, yakni mengusulkan Erick untuk menjadi bakal cawapres pendamping Ganjar.
”Proses itu sudah panjang, tetapi ketika pada akhirnya keputusannya ke sini, ya tentu karena politik yang sangat dinamis dan ada banyak faktor di situ,” ungkapnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto
Kepentingan elite
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat, ada kesan tidak serius dalam pembentukan KIB. Sejak awal, KIB tidak memiliki platform politik yang jelas sehingga tidak kunjung memiliki sikap yang tegas pula dalam menghadapi Pilpres 2024. ”Makanya, (KIB) kadang ke kiri dan kadang ke kanan, tergantung situasi politik,” katanya.
Menurut Arya, pembentukan koalisi parpol yang terjadi sejauh ini memperlihatkan proses yang berpusat pada elite dan pimpinan parpol di tingkat pusat. Tidak ada mekanisme internal yang digunakan untuk menyaring suara kader partai, baik yang berada di pusat dan daerah. ”Karena sangat elite sentris, koalisi gampang berubah dan tidak memiliki ikatan yang kuat,” ujarnya.
Ia melanjutkan, hal itu tidak hanya terjadi pada pembentukan KIB. Bergabungnya Golkar dan PAN juga merepresentasikan kepentingan elite semata. Sebab, keputusan itu hanya ditentukan oleh beberapa orang saja, bukan diputuskan bersama oleh orang banyak.
Kendati demikian, kata Arya, ada sedikit perbedaan antara pembentukan KIB dan bergabungnya Golkar dan PAN ke KKIR. Saat ini, keputusan mereka diikuti oleh kejelasan bakal capres yang akan didukung. Ini bisa jadi faktor yang memperkecil kemungkinan koalisi bakal bubar begitu saja seperti sebelumnya.
Lantas, apakah itu bisa menjadi jaminan koalisi akan tetap utuh?
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes