Mochtar Pabottingi, Pemikir Kebangsaan dan Demokrasi Itu, Berpulang
”Beliau tidak pernah terbeli oleh kekuasaan, baik pada saat Orde Baru maupun pada era setelah Reformasi," kata mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarief saat mengenang Mochtar Pabottingi yang wafat, Minggu (4/6/2023) ini.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Peneliti LIPI Mochtar Pabottingi
JAKARTA, KOMPAS — Penulis sekaligus pemikir kebangsaan dan demokrasi, Mochtar Pabottingi, tutup usia di usia 77 tahun. Pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu tak hanya dikenal karena gagasan-gagasannya tentang politik kebangsaan, tetapi juga sosoknya yang jujur, berani, lurus, dan tak pernah ”terbeli” oleh kekuasaan.
Mochtar wafat pada Minggu (4/6/2023) pukul 00.30 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Seobroto. Jenazah disemayamkan di rumah duka di bilangan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada hari yang sama, ia akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Penggilingan Layur, Jakarta Timur.
Semasa hidupnya, almarhum banyak menuangkan gagasan-gagasannya tentang demokrasi dan politik. Salah satu gagasannya tertuang dalam artikel bertajuk ”Menciptakan Suatu Bangsa Kreator” yang dimuat harian Kompas pada 12 Agustus 1975. Selang 48 tahun kemudian, karyanya yang berjudul ”Panggilan Kerinduan” juga dimuat di harian Kompas pada Maret 2023. Artikel itu berisi tentang fenomena mayoritas bangsa yang terbuai dalam rejuvenasi Cita Luhur Indonesia yang ternyata tak lebih dari manipulasi kerinduan.
Karya-karyanya juga dikenal luas dan menjadi bacaan banyak kalangan. Kumpulan puisi Mochtar berjudul Rimba Bayang-bayang pernah diterbitkan Kompas pada 2003, salah satunya. Ada pula novel berjudul Burung-burung Cakrawala yang dirilis PT Gramedia Pustaka Utama pada 2013.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mendoakan jenazah Guru Besar Mochtar Pabottingi di bilangan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Minggu (4/6/2023). Mochtar dikenal sebagai penulis sekaligus peneliti mengenai politik, kebangsaan, dan demokrasi.
Kepergiannya menorehkan luka mendalam bagi sejumlah tokoh bangsa. Salah satunya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Ia hadir langsung ke rumah duka untuk mengucap salam perpisahan terakhir.
Mahfud menilai, Mochtar merupakan Guru Besar Ilmu Politik yang sangat mumpuni. Sebab, ia memiliki banyak murid, meski tak seluruhnya jadi mahasiswanya. Karya-karyanya yang berkualitas banyak dikenal luas. ”(Mochtar) lebih banyak menasihati daripada menggurui, dan nasihat-nasihatnya mengandung hikmah-hikmah yang sangat mendalam,” ujar Mahfud di rumah duka.
Selain itu, Mochtar yang juga peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga dikenal sebagai sosok yang jujur, berani, dan ”lurus”. Ia juga dikenal santun dalam bertutur, lembut, bahkan cenderung puitis. Dalam ingatan Mahfud, Mochtar tak pernah menghardik atau memaki-maki orang lain.
Tak terbeli oleh kekuasaan
Selain Mahfud, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif juga turut berduka atas berpulangnya Mochtar. Ia mengenang Mochtar sebagai sosok peneliti, ilmuwan, penulis yang konsisten dan berintegritas. ”Beliau tidak pernah terbeli oleh kekuasaan, baik pada saat Orde Baru maupun pada era setelah Reformasi,” kata Laode.
Beliau tidak pernah terbeli oleh kekuasaan, baik pada saat Orde Baru maupun pada era setelah Reformasi.
Ia teringat saat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi UU KPK, Mochtar selalu ke KPK. Mochtar termasuk salah satu ”orangtua negeri” yang datang ke Istana Negara untuk memohon kepada Presiden Joko Widodo agar mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dan membatalkan revisi UU KPK.
”Pendeknya, beliau adalah pejuang demokrasi dan antikorupsi yang sukar dicari penggantinya. Tidak banyak yang tahu, beliau juga sering menulis puisi,” tuturnya.
Menurut Laode, karakter, kepribadian, dan perjuangannya dalam menegakkan demokrasi membuat almamaternya, yakni Universitas Hasanuddin dan Universitas Gadjah Mada, kehilangan alumnus yang jadi teladan.
Sebelum meninggal, Mochtar dirawat di rumah sakit lantara terkena serangan jantung pada Lebaran lalu, tepatnya pada Sabtu (22/4/2023). ”Sepertinya dari serangan jantung, kemudian ada komplikasi pada paru-parunya,” ujar putra kedua Mochtar, Mohamad Yogaswara.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Istri pakar politik Mochtar Pabottingi, Nahdia Julihar, menemui sejumlah tamu yang berbelasungkawa atas kepergian suaminya di rumah duka di bilangan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Minggu (4/6/2023). Sejak pukul 08.30, sejumlah tamu dan karangan bunga terus berdatangan.
Ia dirawat di Rumah Sakit (RS) EMC, Jakarta Timur, selama tiga minggu. Setelah itu, Mochtar dipindahkan ke RSPAD Gatot Seobroto. Mochtar meninggal dalam keadaan tak sadarkan diri.
Meski Mahfud tak mengantarkan hingga ke peristirahatan terakhir, ia mengatakan, Mochtar tampak tenang dalam beberapa waktu terakhir hingga mengembuskan napas terakhirnya.