Potensi Mundur Massal Caleg hingga Terganggunya Pemilu jika Sistem Diubah
Sejumlah parpol mengungkapkan kekhawatirannya jika sistem pemilu diubah di tengah tahapan pemilu yang tengah berjalan. Perubahan dinilai bakal menyusahkan parpol dan merugikan masyarakat.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Mobil bak terbuka mengangkut bendera partai politik peserta pemilu saat Kirab Pemilu 2024 melintas di Jalan Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/5/2023).
Sejumlah partai politik khawatir internalnya terguncang jika sistem pemilihan anggota legislatif tiba-tiba diputuskan diubah dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Bakal calon anggota legislatif yang sudah didaftarkan partai ke Komisi Pemilihan Umum bisa ramai-ramai memutuskan mundur. Target suara partai di pemilu bisa gagal tercapai.
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mengatakan, dalam sistem terbuka, setiap bakal calon anggota legislatif (caleg) memiliki peluang yang sama untuk bisa terpilih. Pasalnya, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih bisa memilih langsung calon wakil rakyat yang dipercaya mewakilinya di parlemen.
Namun, peluang yang sama itu bisa sirna jika sistem diubah menjadi tertutup. Dalam sistem ini, caleg terpilih diserahkan pada partai politik (parpol), disesuaikan dengan jumlah kursi yang diraih parpol di setiap daerah pemilihan. Akibatnya, sangat mungkin parpol memilih orang-orang dari kelompok tertentu saja.
”Proporsional tertutup itu kemungkinan hanya akan mengakomodasi salah satu pihak (golongan) saja dan itu bisa menyebabkan keributan di internal partai,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Contoh surat suara untuk Pemilu 2024 yang masih mengadopsi sistem proporsional daftar terbuka ditunjukkan KPU saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan KPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Dengan potensi parpol hanya akan mengakomodasi salah satu pihak tersebut, bakal caleg yang kini sudah didaftarkan parpol ke KPU untuk mengikuti Pemilu 2024 bisa saja memutuskan untuk mundur.
Jika hal itu terjadi, parpol bakal kesulitan untuk mencari penggantinya. Efek lebih lanjut dari hal itu, bisa saja tahapan pemilu terganggu karena jumlah bakal caleg yang disodorkan oleh parpol tak memenuhi ketentuan.
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengamini kemungkinan tergerusnya minat dari para bakal caleg yang telah didaftarkan untuk melanjutkan kontestasi.
”Sistem proporsional tertutup ini juga akan memengaruhi strategi parpol dalam meraih target suara pemilu. Tadinya, salah satu strategi partai dengan pengaruh dari sosok bakal caleg, sedangkan jika proporsional tertutup, hal yang harus diperkuat adalah ideologi partai. Ini jelas akan memengaruhi suara dan kursi yang akan diperoleh di parlemen karena kami masih mengandalkan kekuatan sosok dari bakal caleg,” kata Eddy.
Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Selain bagi parpol, Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, perubahan sistem pemilu menjadi tertutup juga bakal merugikan publik. Sistem terbuka telah dinikmati publik dan dinilainya memberikan dampak positif bagi jalannya demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, proporsional tertutup menjadikan demokrasi yang telah dibangun pascareformasi menjadi mundur ke belakang.
Meski demikian, Nasdem meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) akan lebih mendengarkan aspirasi rakyat yang tetap menginginkan pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka.
Dengan banyaknya ekses negatif dari penerapan sistem tertutup, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengajak seluruh bakal caleg untuk melakukan perlawanan politik jika terjadi perubahan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Perwakilan delapan fraksi DPR menggelar konferensi pers menolak perubahan sistem pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Pada Selasa (30/5/2023) sore, delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR kembali menyatakan penolakan perubahan sistem pemilu. Selain Gerindra, PAN, Nasdem, dan PKB, empat fraksi lain yang menolak adalah Golkar, Demokrat, PKS, dan PPP. Hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tak ikut serta dalam konferensi pers tersebut.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyampaikan, partainya siap dengan apa pun sistem pemilu yang akhirnya diputus MK. Sebab, PDI-P memiliki sistem pelembagaan partai yang baik dengan adanya kaderisasi.
”Meskipun PDI-P berdasarkan aspek-aspek strategis dan juga untuk mendorong pelembagaan parpol, kami mendorong proporsional tertutup, tetapi kami juga siap apa pun yang diputuskan MK,” ujarnya.
Untuk diketahui, perubahan sistem pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 bisa saja terjadi jika MK memutuskan perubahan tersebut saat melakukan uji materi sistem pemilu. Saat ini, proses uji materi sudah memasuki tahap permintaan keterangan terakhir dari pihak-pihak terkait.
Denny Indrayana saat memimpin Tim Advokasi Hukum Partai Ummat menggelar jumpa pers di kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Di saat MK belum memutuskan, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membuat kegaduhan dengan menyebut bahwa MK akan memutuskan perubahan sistem menjadi tertutup. Ia yakin dengan kabar itu karena menerima informasi dari pihak yang tepercaya.
Menurut pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, sistem pemilu proporsional tertutup tanpa demokrasi internal partai hanya akan makin menjauhkan wakil rakyat dan konstituennya.
Apalagi, pencalonan sudah dilakukan dalam bentuk proporsional terbuka sehingga tidak semestinya mengganti sistem saat fase krusial kompetisi sudah dimulai.
”Sangat potensial menciptakan partai yang makin dikuasai oleh para elite politik. Sekarang saja situasi itu sudah kita hadapi, apalagi jika dengan kendali elite partai yang luar biasa dalam proses pencalonan dan keterpilihan calon anggota legislatif,” tambahnya.