DKPP Tolak Pengaduan Rekayasa Status Keanggotaan Parpol di Nias Selatan
DKPP merehabilitasi nama baik 19 penyelenggara pemilu yang terdiri dari anggota KPU Kabupaten Nias Selatan, tujuh anggota KPU RI, dan tujuh anggota KPU Provinsi Sumatera Utara. Mereka tidak terbukti melanggar kode etik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menyatakan 19 penyelenggara pemilu yang terdiri dari anggota Komisi Pemilihan Umum atau KPU Kabupaten Nias Selatan, tujuh anggota KPU RI, dan tujuh anggota KPU Provinsi Sumatera Utara tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait rekayasa status keanggotaan partai politik.
”Menolak pengaduan para pengadu untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim yang juga Ketua DKPP, Heddy Lugito, dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Jakarta, Rabu (31/5/2023). Selain Heddy, hadir juga anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Majelis hakim juga merehabilitasi 19 nama baik teradu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Adapun 19 teradu adalah lima teradu dari KPU Kabupaten Nias, yaitu Repa Duha (ketua merangkap anggota), Meidanariang Hulu, Eksodi M Dakhi, Yulianus Gulo M Dakhi, dan Edward Duha. Secara berurutan, kelima nama tersebut berstatus sebagai teradu I sampai teradu V.
Tujuh teradu dari KPU RI yang berstatus sebagai teradu VI sampai XII adalah Hasyim Asy’ari, Idham Holik, Mohammad Afifudin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, dan August Mellaz.
Sementara itu, tujuh teradu dari KPU Provinsi Sumatera Utara adalah Herdensi, Mulia Banurea, Benget M Silitonga, Safrizal Syah, Ira Wartati, Yulhasni, dan Batara Manurung. Ketujuh nama ini secara berurutan sebagai teradu XIII sampai XIX.
Tio mengungkapkan, berdasarkan fata persidangan, KPU Kabupaten Nias Selatan sudah memverifikasi faktual perbaikan partai politik. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Nias Selatan tidak menemukan informasi dugaan pelanggaran dan tidak ada laporan dari masyarakat kepada Bawaslu terkait adanya pelanggaran verifikasi faktual perbaikan terhadap Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dan Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda).
Selain itu, para pengadu, yakni Rumusan Laia dan Mavoarota Abraham Hoegelstravores Zamili, juga tidak pernah melaporkan perbedaan data kepada Bawaslu Kabupaten Nias Selatan. Mereka juga tidak pernah meminta data kepada Bawaslu Kabupaten Nias Selatan. Kepala Subbagian Teknis KPU Kabupaten Nias Selatan juga tidak menerima laporan keberatan terhadap verifikasi faktual.
Anggota Bawaslu Sumatera Utara juga tidak menerima pengaduan atau laporan masyarakat terkait dengan verifikasi faktual dan verifikasi faktual perbaikan. Begitu juga KPU Provinsi Sumatera Utara yang tidak menerima laporan terkait pelanggaran verifikasi faktual maupun verifikasi faktual perbaikan.
”DKPP menilai bukti pengadu berupa rekapitulasi data keanggotaan Partai PKN dan Partai Garuda bukan merupakan bukti resmi yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang, baik KPU maupun Bawaslu Kabupaten Nias Selatan,” kata Tio.
Ia mengungkapkan, bukti dari pengadu merupakan hasil rekapitulasi atau pengelolaan data yang dibuat para pengadu bersama dengan saksi pengadu. Alhasil, tidak dapat dinilai sebagai bukti yang sah dan relevan untuk membuktikan adanya rekayasa data.
Jumlah data sampel yang digunakan para pengadu jauh berbeda dengan data yang digunakan KPU Kabupaten Nias Selatan. Data sampel yang diterima Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) untuk PKN sebanyak 268 anggota, sedangkan jumlah data sampel menurut pengadu hanya 164 anggota. Sementara itu, jumlah sampel yang diterima Sipol untuk Partai Garuda sebanyak 263 anggota, sedangkan data pengadu hanya 128 anggota. Sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, PKN dan Partai Garuda memenuhi syarat.
Terkait dengan dalil pengadu yang menyatakan anggota KPU Kabupaten Nias Selatan bertindak tidak transparan, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, para teradu melakukan verifikasi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Mereka juga tidak melanggar kode etik dalam penyampaian hasil verifikasi faktual. Jika teradu mengumumkan hasil verifikasi faktual seperti yang diinginkan oleh para pengadu, teradu justru bertentangan dengan hukum.
”Dengan demikian dalil para pengadu tidak terbukti dan jawaban para teradu I sampai dengan V meyakinkan DKPP. Teradu I sampai dengan V tidak melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” kata Raka.
Dalil terhadap Ketua dan anggota KPU serta KPU Provinsi Sumatera Utara yang diduga secara sistematis, terstruktur, dan masif mengatur rekayasa status keanggotaan partai politik di Kabupaten Nias Selatan juga tidak terbukti. Sebab, para pengadu tidak dapat membuktikan pelanggaran tersebut.
Raka mengungkapkan, para pengadu tidak dapat menunjukkan metodologi dan ukuran yang menjadi dasar teradu melakukan pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan masif dalam mengatur keanggotaan partai politik di Nias Selatan.
Berdasarkan penilaian atas fakta persidangan, keterangan pengadu, mendengar jawaban para teradu, keterangan para saksi dan pihak terkait, serta memeriksa dokumen yang disampaikan teradu dan pengadu, DKPP menyatakan semua teradu tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.