Aturan Selama Sosialisasi di Rancangan PKPU Kampanye Masih Longgar
Masyarakat sipil meminta KPU untuk memastikan aturan pelanggaran bagi parpol selama masa sosialisasi, sebelum masa kampanye pada November 2023. Sebab, masa sosialisasi memberi ruang gerak bagi parpol untuk bermanuver.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
HIDAYAT SALAM
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin (tengah), saat membuka rangkaian uji publik Rancangan PKPU tentang Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum; Rancangan PKPU Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan Perlengkapan Lainnya dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya dalam Pemilihan Umum; dan Rancangan PKPU Dana Kampanye Pemilihan Umum di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum merancang peraturan tidak melarang pemasangan atribut bagi internal partai, seperti bendera lengkap dengan nomor urut partai, di luar masa kampanye. KPU beranggapan atribut partai bukan untuk berkampanye, atau ajakan pada masyarakat untuk memilih partai atau calon legislatif atau presiden tertentu.
Meski begitu, masyarakat sipil menyoroti unsur-unsur apa saja yang dapat ditampilkan peserta pemilu saat masa sosialisasi. Hal ini mengingat masa sosialisasi dinilai dapat memberikan ruang gerak yang lebih bagi partai politik untuk melakukan manuver lebih banyak. Adapun masa kampanye baru dimulai pada November 2023.
Hal tersebut mengemuka saat uji publik Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, di Jakarta, Sabtu (27/5/2023). Uji publik yang digelar oleh KPU itu dihadiri oleh perwakilan partai politik, kementerian/lembaga, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan sejumlah elemen lainnya.
Di kesempatan itu, KPU juga melakukan uji publik terhadap Rancangan PKPU Perlengkapan Pemungutan Suara, Dukungan Perlengkapan Lainnya dan Perlengkapan Pemungutan Suara Lainnya dalam Pemilihan Umum. Begitu juga uji publik terhadap Rancangan PKPU Dana Kampanye Pemilihan Umum.
Dalam Bab X Sosialisasi dan Pendidikan Politik Pasal 85 Rancangan PKPU tentang Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum disebutkan, partai politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik yang diperuntukan bagi internal partai. Sosialisasi dan pendidikan internal itu berupa pemasangan atribut seperti bendera lengkap dengan nomor urut partai.
Namun, sejumlah komponen tersebut dilarang untuk dipublikasikan di media cetak, media elektronik, media daring, di luar masa penayangan iklan kampanye. Selain itu, partai politik juga dapat mengadakan pertemuan terbatas dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada KPU dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) paling lambat sehari sebelum waktu pelaksanaan.
Masyarakat sipil menyoroti unsur-unsur apa saja yang dapat ditampilkan peserta pemilu saat masa sosialisasi.
Suasana uji publik yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum untuk membahas sejumlah Rancangan Peraturan Komsisi Pemilihan Umum, salah satunya PKPU tentang Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Anggota KPU, August Mellaz, menyampaikan, pasal tersebut memperbolehkan parpol menyosialisasikan diri dengan memasang bendera dan nomor urut peserta pemilu. Kegiatan sosialisasi itu juga dimaksudkan agar pengenalan publik terhadap partai politik sebagai peserta pemilu dapat tersampaikan.
Selama masa sosialisasi, yang berlangsung sebelum tahapan kampanye, itu tidak diperbolehkan ada ajakan untuk memilih partai politik. Adapun tahapan kampanye Pemilu 2024 baru akan berlangsung dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
”KPU dalam tugasnya juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Dari aturan kegiatan sosialisasi maka partai politik dapat mengedukasi masyarakat. Itu juga akan sangat menguntungkan partai politik sebagai perpanjangan waktu untuk membangun interaksi pada publik,” kata August.
Sementara itu, Muadz Amsyari, perwakilan dari Partai Kebangkitan Bangsa, mengatakan, masa kampanye pada Pemilu 2024 itu sangat pendek, yakni hanya 75 hari. Oleh karena itu, parpol akan memanfaatkan masa sosialisasi dan pendidikan ini untuk memperkenalkan diri kepada publik.
Namun, dalam di Pasal 85 pada Rancangan PKPU tentang Kampanye itu tidak dirinci terkait dengan perbedaan alat peraga kampanye dan alat peraga sosialisasi. Alat peraga kampanye paling sedikit memuat visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu.
”Kita sudah menyepakati bersama bahwa tidak ada kampanye di luar masa kampanye. Tetapi, KPU harus tegas mengatur perbedaan alat peraga agar Bawaslu dapat menindaklanjuti aturan ini dengan menerbitkan aturan pelanggaran kampanye,” kata Muadz.
Selama masa sosialisasi, yang berlangsung sebelum tahapan kampanye, itu tidak diperbolehkan ada ajakan untuk memilih partai politik.
Bendera partai politik peserta pemilu terpasang di sepanjang Jalan Raya Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa, (28/3/2023).
Menurut Manajer pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu, tidak ada yang baru dari aturan sosialisasi dalam rancangan PKPU tentang Kampanye dibanding PKPU sebelumnya. Namun, dia menyoroti pengaturan terkait unsur-unsur apa saja yang dapat ditampilkan peserta pemilu saat masa sosialisasi. Sebab, rancangan PKPU yang mengatur masa sosialisasi itu dinilai dapat memberikan ruang gerak yang lebih bagi partai politik untuk melakukan manuver lebih banyak.
Aji menjelaskan, dalam rancangan PKPU Pasal 85 tersebut, unsur yang dilarang selama masa sosialisasi, yakni citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik partai politik. KPU menggunakan diksi ”atau” saat menjelaskan unsur apa saja yang dilarang selama masa sosialisasi tersebut. Oleh karena itu, KPU harus memastikan aturan pelanggaran bagi parpol selama masa sosialisasi ini, apakah bersifat akumulatif atau per unsur.
”Artinya, jika hanya ada salah satu unsurnya saja digunakan oleh parpol, bagi Bawaslu tidak masuk pelanggaran. KPU harus memperjelas kepada Bawaslu karena diksi ”atau” seharusnya ditafsirkan per unsur bukan akumulatif,” ujar Aji.
Pengawasan ketat
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, menambahkan, rancangan PKPU soal masa sosialisasi dan pendidikan politik untuk mengajak agar masyarakat dapat memilih, bukan untuk menakut-nakuti sehingga tidak ingin menggunakan hak pilih. ”Fungsi-fungsi pendidikan politik, pendidikan pemilih, dan sosialisasi itu juga merupakan domain kinerja KPU,” katanya.
Selain itu, KPU juga bertugas untuk mengawasi konten media sosial yang berisikan Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA). KPU, kata Afifuddin, bekerja sama dengan Bawaslu dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengawasi konten tersebut dengan membentuk satuan tugas. Kerja sama ke berbagai pihak dan platform media sosial itu diharapkan dapat bergerak cepat untuk menurunkan konten yang bisa menciptakan polarisasi di masyarakat.
Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia menggelar aksi deklarasi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 Damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta (25/3/2018). Aksi tersebut mengajak masyarakat untuk mendukung Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang damai dengan menolak segala kampanye hitam, ujaran kebencian, dan berita bohong atau hoaks.
Menurut dia, KPU bakal melakukan pengawasan serius terkait konten yang melanggar aturan kampanye. Saat ini, setiap parpol harus mendaftarkan nama media sosial ke KPU dengan jumlah maksimal 20 akun. Namun, ada akun-akun yang tidak resmi yang digunakan oknum tertentu memanfaatkan momentum pemilu.
”Konten adu domba dengan isu SARA dan sebagainya mendapat perhatian khusus. Ada Satgas yang bekerja melakukan pengawasan terhadap konten itu. Menurut kami konten yang aneh-aneh itu biasanya dari akun-akun tidak resmi,” katanya.