Masyarakat Sipil Ajukan Uji Materi PKPU Pencalonan Anggota Legislatif Sebelum 5 Juni
Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia Titi Anggraini menuturkan, pihaknya segera mengajukan uji materi Peraturan KPU No 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD ke MA.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Peserta aksi membawa poster penolakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Pasal 8 saat sesi konferensi pers di kompleks Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Senin (8/4/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan segera mengajukan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ke Mahkamah Agung. Langkah hukum tersebut diambil karena KPU tidak merevisi aturan penghitungan 30 persen caleg perempuan yang telah dijanjikan.
Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia Titi Anggraini di Jakarta, Jumat (26/5/2023), mengatakan, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan sedang menyiapkan upaya hukum lanjutan untuk menyikapi Komisi Pemilihan Umum yang tidak kunjung merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Padahal, sejak 10 Mei lalu KPU sudah menjanjikan merevisi aturan tentang cara penghitungan 30 persen caleg perempuan di setiap daerah pemilihan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023. Keputusan untuk mengubah aturan itu juga telah disepakati bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui rapat tripartit. Prosedur untuk merevisi PKPU melalui rapat konsultasi dengan DPR bahkan juga sudah dilakukan pada 17 Mei.
Oleh karena itu, lanjut Titi, pihaknya segera mengajukan uji materi PKPU No 10/2023 ke Mahkamah Agung (MA). Materi uji materi saat ini sudah siap dan telah masuk dalam tahap finalisasi agar bisa segera diajukan sebelum 5 Juni. Sebab, Pasal 76 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur pengujian PKPU ke MA paling lambat 30 hari kerja sejak PKPU diundangkan. Adapun PKPU No 10/2023 diundangkan pada 18 April 2023 sehingga penghitungan 30 hari kerja maksimal pada 5 Juni.
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak KPU untuk segera merevisi Peraturan KPU Nomor 10/2023 di kantor KPU, Jakarta, Sabtu (13/5/2023).
”Selain itu, juga sedang disiapkan rencana pengaduan ke DKPP karena KPU telah melanggar sumpah dan janji sebagai penyelenggara pemilu. Hal ini supaya menjadi pembelajaran bahwa publik serius mengawal integritas dan kredibilitas penyelenggara serta keadilan Pemilu 2024,” ujarnya.
Sebelumnya, aturan perhitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap dapil jika menghasilkan angka pecahan telah diatur dalam Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023. Namun, aturan itu ditolak Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan karena penghitungan jumlah minimal caleg perempuan di beberapa dapil tidak mencapai 30 persen.
Dalam PKPU itu diatur, jika dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Jika 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
KPU mengusulkan norma itu diubah jadi ”dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas”.
Selain itu, disisipkan Pasal 94A yang mengatur waktu bagi parpol memperbaiki daftar bakal calon anggota legislatif. Pasal itu berbunyi, ”Bagi parpol peserta pemilu yang telah mengajukan daftar bakal calon sebelum berlakunya PKPU tersebut melakukan perbaikan daftar bakal calon sampai dengan batas akhir masa pengajuan bakal calon”. Namun, semua fraksi di Komisi II DPR memandang norma tersebut tak perlu diubah.
Atas rencana uji materi tersebut, anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU menghormati langkah masyarakat yang menggunakan hak konstitusionalnya. Sebab, masyarakat memiliki hak yang dilindungi undang-undang untuk mengajukan uji materi terhadap peraturan yang diterbitkan lembaga.
FAKHRI FADLURROHMAN
Peserta aksi mengangkat poster berisi pesan penolakan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Pasal 8 di kompleks Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Senin (8/4/2023).
Secara terpisah, Ketua DPR Puan Maharani turut mendorong agar aturan pemilu mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen. Sebab, keberadaan perempuan dalam lembaga legislatif merupakan hak yang diatur dalam konstitusi.
Oleh karena itu, ia berharap KPU kembali mempertimbangkan aturan terkait keterwakilan perempuan di parlemen. Aturan penghitungan 30 persen keterwakilan perempuan jangan sampai merugikan kalangan perempuan.
”Anggota DPR perempuan punya peran penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak, karena memperjuangkan kaumnya sendiri. Jadi, aturan pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” kata Puan dalam keterangan tertulis.
Puan menyoroti laporan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang memprediksi akan banyak dapil yang terdampak apabila aturan baru PKPU diterapkan. Padahal, saat ini sudah terjadi peningkatan jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR. Pada periode 2014-2019, total anggota DPR perempuan hanya 17 persen. Namun, pada periode 2019-2024, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR meningkat menjadi sekitar 21 persen.
Menurut Puan, seharusnya aturan yang ada justru mendukung peningkatan eksistensi perempuan. Apalagi sudah terbukti, kepemimpinan perempuan sudah banyak membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat.
”Sekarang juga banyak anggota perempuan DPR yang menempati posisi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD). Banyak perempuan Indonesia juga sudah berhasil menjadi kepala daerah, atau pemangku kebijakan,” tuturnya.