Masa Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang, Wapres Harap Penanganan Korupsi Bisa Lebih Efektif
Wapres Ma'ruf Amin menghormati putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Harapannya, perpanjangan jabatan dapat mengefektifkan KPK menangani korupsi di masa mendatang.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan pidato dari rumah dinas wakil presiden di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dari empat tahun menjadi lima tahun. Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun berharap perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini dapat semakin mengefektifkan penanganan korupsi ke depan.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mereformulasi ketentuan masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang KPK selama empat tahun menjadi lima tahun. Masa jabatan pimpinan KPK tersebut disamakan dengan masa jabatan pimpinan lembaga nonkementerian lain yang memiliki constitutional importance atau secara konstitusional penting.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (25/5/2023), mengharapkan perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun akan lebih mengefektifkan penanganan korupsi. Ada rentang waktu yang cukup untuk menangani korupsi dengan adanya perpanjangan masa jabatan tersebut.
”Ya, saya kira kita melihat, kita harapkan bahwa dengan diperpanjangnya masa jabatan dari empat (tahun) ke lima (tahun) lebih baik, lebih efektif. Karena itu, dia punya rentang waktu yang cukup untuk menangani masalah korupsi. Barangkali itu, kalau pemerintah seperti itu,” ujar Wapres Amin.
Baca Juga: MK Ubah Masa Jabatan Pimpinan KPK dari 4 Tahun Menjadi 5 Tahun
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F09%2Fdb6f25e1-408f-4027-9628-14c96f9c7bbd_jpeg.jpg)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2022 di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (9/12/2022), dengan mengusung tema “Indonesia Pulih, Bersatu Berantas Korupsi”. Acara ini dibuka oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Ya, saya kira kita melihat, kita harapkan bahwa dengan diperpanjangnya masa jabatan dari empat (tahun) ke lima (tahun) lebih baik, lebih efektif. Karena itu, dia punya rentang waktu yang cukup untuk menangani masalah korupsi. Barangkali itu, kalau pemerintah seperti itu.
Saat ditanya sikap pemerintah terkait akan langsung atau tidaknya memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK, Wapres Amin menyebutkan pemerintah menunggu keputusan MK. ”Menurut yang saya dengar, informasinya, jadi (masa jabatan pimpinan) KPK yang sekarang ini ditambah, berlaku sekarang, berarti. (Masa jabatan) dia berarti tambah satu tahun menjadi lima (tahun). Kita harapkan nanti efektif,” ucapnya.
”Ya, saya kira, memang putusan MK itu, kan, final and binding. Jadi itu sudah menjadi ketentuan. Oleh karena itu, pemerintah di sini menerima keputusan Mahkamah Konstitusi. Nanti saya kira dari Mahkamah Konstitusi akan ada penjelasan tentang masalah itu untuk menghindari polemik di masyarakat,” tutur Wapres Amin.
Akan memanggil MK
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni, saat dihubungi di Jakarta, mengaku bingung terhadap putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Kewenangan pengubahan itu seharusnya dilakukan oleh DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, bukan MK.
”Saya bingung, yang buat undang-undang, kan, DPR, kenapa jadi MK yang mutusin perpanjangan suatu jabatan lembaga. Sayabener-benerbingung. Berlaku surut apa tidak, saya juga belum dapat kepastian. Saya bener bingung bin ajaib dan nyata,” ujar Sahroni.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F01%2F113981dd-1232-4c92-81a2-082a56fb532a_jpg.jpg)
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni dimintai keterangan oleh wartawan di Jakarta, Rabu (1/6/2022).
Sahroni mengungkapkan, dirinya akan berkomunikasi dengan pimpinan Komisi III yang lain untuk memanggil MK. Pemanggilan ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan secara utuh mengenai putusan MK tersebut.
”Kami mau panggil MK terkait ini agar publik tidak bertanya-tanya hal keputusan dari MK. Saya akan minta kepada pimpinan yang lain untuk memanggil MK. Sebab, kami kalau memanggil mitra kerja Komisi III harus kolektif kolegial,” ucap Sahroni.
Kami mau panggil MK terkait ini agar publik tidak bertanya-tanya hal keputusan dari MK. Saya akan minta kepada pimpinan yang lain untuk memanggil MK. Sebab, kami kalau memanggil mitra kerja Komisi III harus kolektif kolegial.
Sahroni pun menyindir perilaku MK. Putusan MK ini disebutnya justru bisa menjadi inspirasi bagi para anggota DPR untuk mengajukan gugatan agar juga mendapat perpanjangan masa jabatan.
”Karena MK sangat inspiratif, maka kami mencoba juga perpanjangan DPR selama lima tahun lagi ke depan. Rasanya boleh dipertimbangkan,” ujar Sahroni.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F05%2F20%2Fb2384993-fd03-4b10-9c89-8014f46b0f3a_jpeg.jpg)
Benny Kabur Harman
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, ikut mengkritisi putusan MK tersebut. Ia pun mempertanyakan dari mana asal sumber kewenangan MK sampai dapat mengubah periode masa jabatan pimpinan KPK.
”Itu kewenangan mutlak pembentuk undang-undang. Tertib konstitusi menjadi rusak akibat MK ikut bermain politik. Hancur negeri ini,” ujar Benny.
Konsekuensi hukum
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman, justru berpandangan bahwa MK memang memiliki kewenangan untuk memutuskan uji materi UU. Namun, terkait tepat atau tidak putusan itu secara kualitatif, ia menyerahkan sepenuhnya kepada publik.
Habiburokhman enggan mengomentari lebih lanjut mengenai putusan MK tersebut, termasuk tepat atau tidak mengenai putusan penambahan masa jabatan pimpinan KPK itu. Sebab, dikhawatirkan DPR justru akan dianggap mengintervensi putusan MK.
Kan, keputusan MK enggak ada peluang untuk dibanding, kasasi, peninjauan kembali. Enggak ada. Kalau keputusan MK, ya itulah berlaku,
”Kan, keputusan MK enggak ada peluang untuk dibanding, kasasi, peninjauan kembali. Enggak ada. Kalau keputusan MK, ya itulah berlaku,” kata Habiburokhman.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyatakan, secara pribadi, dirinya menghormati putusan MK itu. Namun, ia menilai, putusan MK tersebut dapat membawa konsekuensi tidak saja terhadap UU KPK, tetapi juga terhadap UU MK yang mengatur tentang masa jabatan hakim MK.
Dalam Pasal 87 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, seorang hakim MK bisa menjabat sampai dengan 15 tahun sepanjang usianya tidak melebihi 70 tahun. Adapun dalam putusan MK tentang masa jabatan pimpinan KPK ini, MK menekankan prinsip-prinsip keadilan terkait dengan masa jabatan pada lembaga-lembaga negara independen yang dinilaiconstitutional importance.
”Secara implisit, MK mempertimbangkan karena masa jabatan pimpinan atau komisioner pada lembaga-lembaga negara semacam ini lima tahun, maka atas dasar prinsip keadilan, masa jabatan pimpinan KPK itu dibuat sama via putusan tersebut,” ujar Arsul.
Selain itu, menurut Arsul, MK menilai penetapan masa jabatan pimpinan KPK yang hanya empat tahun itu dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah.
Untuk itu, lanjut Arsul, agar terwujud prinsip keadilan dan tidak dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang pembuat UU, DPR dan pemerintah yang saat ini sedang membahas RUU Perubahan keempat UU MK juga harus menyesuaikan masa jabatan hakim MK, dengan mengembalikan kepada UU awalnya, yakni lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk sekali lagi dengan masa yang sama.
Saat ini, kan, hampir semua hakim MK sudah menjabat di atas lima tahun, bahkan sudah ada yang 10 tahunan. Ini memerlukan koreksi UU MK agar konsisten dengan pertimbangan hukum dan prinsip keadilan bagi pejabat pimpinan lembaga negara independen yang diseleksi secara terbuka sebagaimana hakim MK dan komisioner lembaga-lembaga negara lainnya, seperti KPK dan Komnas HAM.
”Saat ini, kan, hampir semua hakim MK sudah menjabat di atas 5 tahun, bahkan sudah ada yang 10 tahunan. Ini memerlukan koreksi UU MK agar konsisten dengan pertimbangan hukum dan prinsip keadilan bagi pejabat pimpinan lembaga negara independen yang diseleksi secara terbuka sebagaimana hakim MK dan komisioner lembaga-lembaga negara lainnya, seperti KPK dan Komnas HAM,” kata Arsul.
Selanjutnya, terkait dengan putusan MK itu, Arsul berpandangan, artinya diperlukan segera ada revisi UU KPK lagi. Selain tentunya, Komisi III DPR juga harus mendiskusikan lebih lanjut apakah putusan MK tersebut berlaku untuk KPK periode sekarang atau periode ke depan.
”Setelah putusan MK tersebut, kami juga mendapat aspirasi dari kalangan masyarakat sipil yang menilai putusan MK itu seharusnya untuk komisioner KPK periode mendatang,” ujar Arsul.
Diklaim menguatkan KPK
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut putusan KPK ini sebagai kemenangan rakyat dalam negara demokrasi dan berkonstitusi. “Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, karena MK telah memutuskan menerima seluruh permohonan JR (judicial review) saya,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F09%2F13%2Fa55b9651-dbb5-460c-9a3b-4ea72fb72991_jpg.jpg)
Nurul Ghufron
Baca Juga: Sikap Hakim soal Pengujian UU MK Akan Tentukan Marwah Lembaga di Mata Publik
Tak lupa, Ghufron menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim MK yang telah memutus dan menerima permohon uji materinya. Ia juga berterima kasih kepada segenap masyarakat yang telah memperhatikan dan turut memberikan pandangan, baik yang pro maupun kontra, terhadap putusan uji materinya tersebut.
”Inilah bukti kemewahan berdemokrasi dalam koridor konstitusi yang harus kita jaga dan rawat selalu secara rasional dan tidak emosional. Ini bukti bahwa ketidaksetujuan dan pro-kontra adalah sahabat dalam proses pencarian keadilan dalam negara berkonstitusi UUD 1945,” ucap Ghufron.
Selebihnya, Ghufron mengeklaim, putusan MK ini akan semakin menguatkan dan menyetarakan KPK dalam struktur ketatanegaraan bahwa KPK adalah lembaga negara nonkementerian yang independen. ”Semoga ke depan semakin efektif memberantas korupsi secara lebih sistemis,” ucapnya.