Survei ”Kompas”, Parpol Akui Pengaruh Dukungan Jokowi pada Elektabilitas Bakal Capres
Survei Litbang ”Kompas” pada Mei 2023 merekam kecenderungan publik terhadap preferensi Presiden Joko Widodo terkait calon presiden. Sebanyak 16 persen responden menyatakan akan memilih capres yang disarankan Jokowi.

Presiden Joko Widodo menyapa para pendukungnya dalam acara puncak Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023). Presiden Jokowi hadir untuk menerima daftar bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden hasil Musra yang digelar di sejumlah provinsi sejak 28 Agustus 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Preferensi dukungan Presiden Joko Widodo terhadap sosok calon presiden menjadi salah satu pertimbangan publik dalam menentukan pilihannya di bilik suara Pemilihan Presiden 2024. Sejumlah partai politik dan pihak Istana mengakui, dukungan Jokowi juga berpengaruh terhadap fluktuasi elektabilitas bakal calon presiden yang akan diusung. Pengamat menilai, hal itu menjadi pemicu adanya manuver untuk memperebutkan dukungan dari Jokowi.
Survei Litbang Kompas pada 29 April-10 Mei 2023 merekam kecenderungan publik terhadap preferensi Presiden Jokowi terkait calon presiden (capres). Sebanyak 16 persen dari total 1.200 responden di 38 provinsi menyatakan akan memilih capres yang disarankan Jokowi. Ada 31 persen responden yang menyatakan tidak akan memilih. Namun, masih ada 53 persen yang masih akan mempertimbangkannya.
Keinginan masyarakat untuk memilih capres sesuai dengan saran Jokowi itu naik dibandingkan survei yang sama pada tiga periode sebelumnya. Dalam survei Juni 2022, Oktober 2022, dan Januari 2023, pilihan publik yang linier dengan Jokowi mencapai 15 persen. Adapun pihak yang masih akan mempertimbangkan, jumlahnya naik turun, mulai dari 54 persen pada Januari 2022, 55 persen pada Oktober 2022, dan 55 persen di Januari 2023.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan, keberadaan 16 persen responden yang akan memilih capres 2024 serupa dengan pilihan Jokowi adalah hal luar biasa. Apalagi, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam waktu kurang dari dua tahun jelang akhir masa jabatan Jokowi-Ma’ruf Amin juga masih tinggi. Kedua hal itu bisa menjadikan dukungan Jokowi sebagai salah satu faktor penentu hasil Pilpres 2024.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden terpilih Joko Widodo saling memberi hormat seusai bertemu di rumah orangtua Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014).
Dalam konteks tersebut, wajar jika partai politik dan bakal capres berharap bisa menjadi sosok yang didukung Jokowi pada Pilpres 2024. Bakal capres sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bagian dari pemerintahan saat ini pun berulang kali menegaskan, dirinya akan meneruskan program dan kebijakan Jokowi jika terpilih menjadi presiden pada 2024. ”Siapa, sih, partai atau capres yang tidak mau mendapatkan ’warisan’ dari Pak Jokowi itu,” ujar Andre, Rabu (24/5/2023).
Ia mengaku, Gerindra bersyukur sinyal dukungan dari Presiden berulang kali ditujukan kepada Prabowo. Hal itu juga dianggap berpengaruh kuat dalam peningkatan elektabilitas Prabowo. ”Faktanya, memang endorsement Pak Jokowi secara berulang-ulang ini menambah elektabilitas Pak Prabowo. Itu, kan, fakta juga,” kata Andre.
Survei yang sama menunjukkan, dalam pertanyaan terbuka tentang sosok capres pilihan publik, 24,5 persen responden memilih Prabowo. Raihan itu naik lebih dari 6 persen dibandingkan Januari lalu, yakni 18,1 persen. Dengan capaian tersebut, Prabowo menggeser elektabilitas Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, sebagai bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ganjar berada di posisi kedua dengan elektabilitas 22,8 persen. Namun, selisih keduanya masih dalam margin of error +/- 2,83 persen.
Adapun Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta dan bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera), membayangi di posisi ketiga dengan elektabilitas 13,6 persen, naik 0,5 persen dibandingkan hasil survei pada Januari lalu.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto tidak memungkiri bahwa faktor Jokowi tekait dengan elektabilitas Ganjar. PDI-P, Presiden pertama Soekarno, Presiden ke-5 dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, serta Presiden Jokowi adalah satu kesatuan dan sudah terikat menjadi satu. Semua tokoh itu telah berproses secara historis. Mereka juga memiliki basis massa yang berimpit sehingga tidak terpisahkan.
”Realitas ini juga tampak dari hasil survei. Atas dasar hal itu, dalam konteks kontestasi, strategi pihak lain selalu berusaha membelah kesatupaduan para pemimpin tersebut,” ujar Hasto.
Ia menambahkan, selisih elektabilitas Ganjar dan Prabowo masih dalam rentang margin of error sehingga tak bisa digunakan sebagai indikasi yang menentukan arah kemenangan. PDI-P justru melihat, dalam periode survei, Ganjar baru memasuki hari ke-33 dideklarasikan. Sementara itu, Prabowo sudah sembilan bulan dan Anies tujuh bulan sebelumnya.
”Meskipun baru ditetapkan 33 hari, penetapan Ganjar Pranowo telah mengguncangkan konstelasi sehingga mengalami kenaikan elektoral yang sifatnya eksponensial dibandingkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan yang sudah bergerak lama,” kata Hasto.
Baca juga : Survei ”Kompas”, Ada Banyak Pertimbangan Sebelum Tentukan Bakal Cawapres

Calon presiden PDI-P Ganjar Pranowo pulang satu mobil dengan Presiden Joko Widodo seusai deklarasi capres PDI-P oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4/2023).
Dengan begitu, menurut dia, Ganjar akan sangat diperhitungkan karena ekstrapolasi elektoralnya menunjukkan optimisme kemenangan. Dilihat dari kisah perjuangan, narasi masa depan, energi kepemimpinan, dan komitmen bagi masa depan bangsa dan negara, PDI-P melihat Ganjar memiliki daya ungkit yang jauh lebih kuat. Apalagi, ia juga memiliki dukungan dari pemilih muda, perempuan, budayawan, kaum intelektual, serta basis massa dari level bawah hingga menengah. ”Jadi, survei Kompas menjadi bukti terjadinya efek kejut yang mengubah konstelasi pilpres,” kata Hasto.
Sejalan dengan parpol-parpol, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun tidak menampik bahwa dukungan Jokowi berkontribusi pada elektabilitas bakal capres. Kontribusi dimaksud terjadi karena kepuasan publik yang sangat tinggi pada Jokowi. ”Bahwa kepemimpinan Pak Jokowi selama ini telah diakui oleh publik, dari mana kita tahu dari hasil survei. Setiap survei publik yang puas sangat tinggi kepada Pak Jokowi untuk itu pasti masyarakat punya harapan baru atas pemimpin yang akan datang,” katanya.
Kendati demikian, ia menegaskan, masyarakat bebas memilih siapa pun capres dan cawapres dalam Pilpres 2024. Publik tidak bisa didikte, kebebasan memilih sepenuhnya berada di tangan rakyat. Namun, ia berharap pemimpin ke depan tetap dapat melanjutkan program pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Gagasan perubahan
Berbeda dengan pihak Prabowo, Ganjar, dan Istana, analis komunikasi politik yang juga juru bicara Anies Baswedan, Hendri Satrio, melihat faktor Jokowi tidak terlalu berpengaruh pada elektabilitas Anies. Saat ini masyarakat dihadapkan pada dua pilihan terkait kepemimpinan 2024. Pilihan dimaksud adalah melanjutkan pencapaian hari ini atau perubahan ke arah yang lebih baik.
Jika pilihan yang diambil melanjutkan pencapaian hari ini, kata Hendri, maka capres yang akan dipilih adalah tokoh-tokoh yang terasosiasi dengan Jokowi. Oleh karena itu, para calon pemilih tentu akan menunggu arah dukungan atau dorongan keberpihakan Jokowi terhadap salah satu tokoh yang terkait dengan dirinya.
Sementara itu, Anies terasosiasi dengan gagasan perubahan. Anies dan para calon pemilihnya menginginkan kondisi negara yang lebih baik ketimbang hari ini dengan menghadirkan pemimpin baru. ”Kenapa saya katakan tidak terlalu berpengaruh, kan, memang sudah ingin lebih baik dari hari ini. Jadi, memang (calon pemilih Anies) menginginkan pemimpin yang lebih baik dari Pak Jokowi. Tidak hanya meneruskan, tetapi juga mengubahnya ke pemimpin yang baru,” kata Hendri.

Calon presiden Anies Baswedan berpidato di depan para sukarelawannya di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (21/5/2023). Sukarelawan Anies menyelenggarakan acara bertajuk Temu Kebangsaan Relawan Anies Baswedan.
Berebut dukungan
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat keberadaan publik yang akan memilih capres pilihan Jokowi bakal mendorong para bakal capres untuk memperebutkan dukungan dari sosok tersebut. Dari sejumlah bakal capres yang didukung parpol dan gabungan parpol yang ada, intensi untuk memperebutkan dukungan Jokowi itu lebih mungkin dilakukan Ganjar dan Prabowo. Keduanya terasosiasi dengan Presiden karena bagian dari pemerintah atau berasal dari parpol yang sama dengan Jokowi. Tak hanya itu, sejak akhir 2022, Jokowi juga terlihat melempar sinyal dukungan kepada dua tokoh tersebut.
Keberadaan sinyal dukungan dari Jokowi terhadap Ganjar dan Prabowo dispekulasikan setelah beberapa kali tampil bersama dalam sejumlah kunjungan kerja sejak akhir 2022 hingga saat ini. Dalam pertemuan dengan kelompok sukarelawannya, akhir 2022, Jokowi pernah menyebut ciri-ciri pemimpin yang memikirkan rakyat berambut putih dan berkulit keriput. Saat menghadiri perayaan ulang tahun Partai Perindo, November 2022, Jokowi juga menyebut bahwa 2024 merupakan waktu bagi Prabowo memenangi Pilpres.
Bahkan, Musyawarah Rakyat (Musra) yang dilakukan gabungan kelompok sukarelawan pendukung Jokowi menghasilkan tiga rekomendasi sosok capres 2024, yakni Prabowo, Ganjar, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Saat kelompok sukarelawan mengumumkan hasil Musra di Jakarta, Mei lalu, Jokowi pun menghadirinya.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023).
Kendati demikian, arah dukungan Jokowi tidak pernah tertuju hanya pada satu tokoh. Hal ini dipandang memicu intensi sejumlah pihak untuk mendapatkan klaim dukungan itu. Salah satunya ketika Prabowo bertemu dengan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, di Surakarta, akhir pekan lalu.
Imbas peristiwa tersebut, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P memanggil Gibran, Senin lalu, untuk mengklarifikasi pertemuan itu. Putra sulung Jokowi itu juga diingatkan mengenai adanya dansa-dansa politik yang dilakukan pihak tertentu jelang Pilpres 2024.
Keesokan harinya, Ganjar mengunggah foto makan bersama dengan Gibran di akun Instagram resminya. Gubernur Jawa Tengah itu menyebut bertemu dengan Wali Kota Solo sebelum menghadiri acara para atlet Para Games di kota tersebut.
”Sekarang ada kesan bahwa baik Ganjar maupun Prabowo saling mengeklaim atau ingin menunjukkan kepada publik bahwa mereka mendapatkan dukungan dari Presiden Jokowi. Hal itu, misalnya, terlihat dari gestur kedua tokoh untuk melanjutkan program pembangunan Jokowi,” kata Arya.

Arya Fernandes
Arya memandang, upaya untuk berebut dukungan Jokowi itu memang penting di tengah persaingan jelang 2024. Sebab, hingga saat ini tidak ada kandidat yang memiliki elektabilitas dominan. Oleh karena itu, faktor Jokowi berperan signifikan karena presiden terpilih pada Pilpres 2014 dan 2019 itu masih memiliki dukungan publik yang kuat hingga saat ini.
”Dalam situasi pilpres yang kompetitif, tentu efek elektoral dari Pak Jokowi itu akan diperhitungkan,” ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, efek elektoral ini akan mengecil ketika sudah ada pasangan definitif yang didaftarkan oleh parpol atau koalisi parpol ke Komisi Pemilihan Umum. Setelah pasangan calon didaftarkan, publik akan mendapatkan kepastian mengenai calon, parpol, dan koalisi pengusungnya. Dalam situasi itu, masyarakat sudah bisa mulai memperhatikan berbagai aspek untuk menentukan pilihannya.
”Seiring dengan adanya kandidat definitif, efek elektoral Pak Jokowi akan mengecil karena sudah ada kepastian secara politik, atensi publik pun akan mengarah kepada para kandidat,” kata Arya.