Litbang Kompas pada Mei 2023 merilis survei elektabilitas cawapres. Tokoh-tokoh potensial yang kerap muncul namanya, seperti Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, AHY, dan Erick Thohir, mengalami fluktuasi elektabilitas. Ada pula tokoh yang selama ini masuk radar, kali ini elektabilitasnya meningkat signifikan.
JAKARTA, KOMPAS — Pertimbangan dalam menentukan bakal calon wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik cenderung kompleks. Survei hanya menjadi salah satu variabel di antara kebutuhan menjawab permasalahan bangsa, soliditas koalisi, elektabilitas, dan keseimbangan perwakilan politik. Hal ini mengakibatkan kajian dalam menentukan cawapres relatif lama.
Hingga lima bulan sebelum masa pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada 19 Oktober hingga 25 November, belum ada satu pun bakal capres yang mendeklarasikan bakal cawapresnya. Padahal, sejumlah nama potensial bakal capres sudah mengemuka di publik, di antaranya bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan Ganjar Pranowo, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan, serta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Survei Litbang Kompas pada 29 April hingga 10 Mei 2023 merekam tren keterpilihan tokoh yang layak menjadi cawapres. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berada di urutan pertama dengan elektabilitas 12,4 persen disusul oleh Wali Kota Jawa Barat Ridwan Kamil di urutan kedua dengan elektabilitas 9,3 persen.
Adapun urutan selanjutnya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (5,2 persen), mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (4,8 persen), Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (4,5 persen), Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (4,1 persen), serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (3,8 persen).
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Rabu (24/5/2023), mengatakan, PDI-P tak ingin terburu-buru dalam memutuskan cawapres dari Ganjar. Lagi pula, secara empiris, melihat pengalaman pada Pilpres 2014 dan 2019, cawapres dari Jokowi baru akan diumumkan setelah dukungan dari partai dan sukarelawan terkumpul. ”Setelah dapat dukungan, dalam momentum yang tepat, akan diumumkan calon wakil presiden,” ujarnya.
Lebih jauh, pemilihan cawapres sebagaimana pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 turut melihat konstelasi politik yang ada sesuai dengan tantangan yang dihadapi bangsa dan negara ke depan. Jangan sampai, kata dia, misalnya, pemilu justru membawa risiko politik yang tidak perlu, apalagi bangsa ini masih menghadapi tantangan-tantangan geopolitik yang harus disikapi. ”Ini menjadi konsiderans sehingga pada momentum yang tepat akan dikerucutkan,” kata Hasto.
ISTIMEWA/ISI DENPASAR
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto
Terkait nama-nama bakal cawapres, PDI-P memulainya dari tujuh nama yang sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi setelah shalat Idul Fitri 1444 Hijriah di Masjid Sheikh Zayed Solo, 22 April. Ketujuh nama tersebut ialah Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Kemudian, Gubernur Jawa Barat sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ridwan Kamil, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, serta Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hasto mengungkapkan, kini total nama yang masuk ke PDI-P setidaknya ada 10 nama. Semua nama itu akan dikaji secara mendalam. ”Itu semua, kan, sedang dilakukan kajian-kajian secara mendalam dan PDI-P meskipun bisa mencalonkan sendiri, kami, kan, membuka spirit gotong royong untuk diimplementasikan dengan baik,” katanya.
DOKUMENTASI PRIBADI HERZAKY DARI TWITTER
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra
Koordinator juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan, elektabilitas yang terekam dalam survei Kompas masih sangat dinamis. Meskipun ada kenaikan elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono sebagai figur potensial cawapres 0,4 persen dari survei periode sebelumnya, masih ada waktu untuk menunjukkan kinerja ke rakyat.
Dengan begitu, elektabilitas terus meningkat. Hasil survei ini menjadi semangat untuk memacu Demokrat bekerja lebih giat guna merebut simpati rakyat. ”Kontestasi ini ibaratnya lari maraton, jadi harus menjaga ritme dan diperlukan daya tahan yang kuat, bukan hanya berlari kencang. Kami ingin performa terbaik ada saat 14 Februari 2024,” katanya.
Meskipun menjadi salah satu dari lima kandidat bakal cawapres mendampingi Anies, lanjut Herzaky, Demokrat tetap menyerahkan pilihan kepada Anies. Demokrat siap berjuang bersama Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Siapa pun yang nantinya dipilih Anies merupakan sosok yang dibutuhkan rakyat.
Opsi salah satu cawapres kepada Agus, lanjutnya, cukup rasional. Sebab, Agus memiliki elektabilitas cukup tinggi. Sebagai ketum parpol, Agus juga memiliki mesin partai yang siap menenangi Pilpres 2024. Keberadaan Agus sebagai cawapres juga diyakini bisa meningkatkan soliditas koalisi sehingga situasi internal bisa lebih stabil.
”Anies sosok yang sangat rasional, pertimbangannya berbasis data dan kalkulasi dalam menentukan cawapres,” kata Herzaky.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menjawab pertanyaan awak media di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Adapun Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman tidak menampik bahwa posisi bakal cawapres menjadi krusial dalam kontestasi Pilpres 2024. Akan tetapi, ia tak menjelaskan seperti apa kriteria yang telah dikaji oleh Gerindra terkait sosok yang tepat untuk mendampingi Prabowo. Sebab, penentuan bakal cawapres merupakan kewenangan Prabowo dan Muhaimin Iskandar, Ketum PKB.
Kedua parpol tersebut sepakat bekerja sama sejak pertengahan Agustus 2022. Dalam piagam kerja sama Gerindra-PKB disebutkan bahwa penentuan capres dan cawapres akan ditentukan oleh Prabowo dan Muhaimin. ”Soal cawapres adalah domain Pak Prabowo dan Gus Muhaimin Iskandar karena kami terikat dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Sepenuhnya kami serahkan kepada beliau berdua,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting, yang juga pengajar politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana mengatakan, pemilihan cawapres untuk Pemilu 2024 sangat krusial. Sebab, dari sejumlah bakal capres, belum ada yang memiliki elektabilitas di atas 50 persen. Karena itu, diperlukan sosok cawapres yang mampu mendongkrak elektabilitas capres.
ARSIP PRIBADI
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana
Menurut dia, pertimbangan parpol dan gabungan parpol dalam menentukan cawapres cenderung kompleks. Mereka tidak hanya mempertimbangkan elektabilitas cawapres karena ada variabel lain yang harus bisa melengkapi capres yang akan diusung. Parpol bisanya mempertimbangkan faktor keseimbangan keterwakilan politik, antara lain pertimbangan Jawa-luar Jawa, nasionalis-agamis, dan militer-sipil.
”Berbagai pertimbangan ini membuat penentuan cawapres menjadi rumit dan lebih lama dibandingkan dengan saat memilih capres. Sebab, parpol ingin melihat berbagai simulasi pasangan capres-cawapres dan respons publik di akar rumput,” tutur Aditya.
Ia menilai, situasi di Pilpres 2024 berbeda dengan Pilpres 2019 dan Pilpres 2009. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo yang berkontestasi di periode kedua cenderung tidak terlalu mempertimbangkan dampak elektoral pemilihan capres. Hal itu disebabkan elektabilitas petahana saat itu cukup dominan sehingga elektabilitas cawapres yang tinggi tidak terlalu diperlukan.
”Kalau sekarang terlalu berisiko jika memilih cawapres yang kurang memberikan dampak elektoral karena semua bakal capres memiliki potensi menang yang besar,” kata Aditya.