Survei ”Kompas”, Elektabilitas Parpol Koalisi Perubahan Turun, Anies Diyakini Bisa Dongkrak Keterpilihan
Partai Nasdem dan PKS meyakini efek ekor jas dari capres Anies Baswedan bisa mendongkrak elektabilitas mereka. Demokrat juga berharap bakal capres-cawapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan segera dideklarasikan.
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, duduk bersama Presiden PKS Ahmad Syaikhu (kiri), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali (kanan) dalam acara deklarasi sukarelawan Amanat Indonesia (ANIES) di Lapangan Tennis Indoor, Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (7/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Tiga partai politik anggota Koalisi Perubahan dan Persatuan, yakni Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera, mengalami penurunan elektabilitas. Tidak optimalnya konsolidasi partai imbas kesibukan pendaftaran bakal calon anggota legislatif dinilai jadi salah satu faktor yang berkontribusi pada penurunan itu. Efek ekor jas dari sosok bakal calon presiden yang diusung, yakni Anies Baswedan, diyakini bisa berperan mendongkrak pencapaian elektoral partai.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 29 April-10 Mei 2023 menunjukkan penurunan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Survei terhadap 1.200 responden di 38 provinsi yang memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan ambang batas kesalahan 2,38 persen ini menunjukkan, elektabilitas Nasdem 6,3 persen. Angka ini turun dari survei Januari yang tercatat 7,3 persen. Sementara itu, elektabilitas Demokrat yang mencapai 8 persen pada survei Mei juga turun dibandingkan survei sebelumnya, yakni 8,7 persen. Adapun PKS turun 1 persen, yakni dari 4,8 persen pada Januari jadi 3,8 persen pada Mei.
Menanggapi hasil survei itu, Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali mengatakan, naik turunnya elektabilitas parpol dipengaruhi banyak faktor. Dalam beberapa bulan terakhir, pihaknya menyadari bahwa konsolidasi partai tidak bisa dilakukan secara optimal. Energi dan waktu struktur partai dari pusat hingga daerah tersita untuk mempersiapkan dan mendaftarkan bakal calon anggota legislatif ke penyelenggara pemilu.
”Menghadapi pencalegan kemarin, energi kami habis di situ sehingga konsolitasi partai tidak berjalan secara optimal,” kata Ali saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Kendati demikian, ia bersyukur bahwa sembilan bulan jelang pemilu, elektabilitas Nasdem bisa mencapai angka 6 persen. Berkaca dari dua pemilu sebelumnya, tingkat keterpilihan partai yang dipimpin Surya Paloh itu bahkan hanya mencapai 1,7 persen pada rentang waktu tujuh bulan sebelum pemilu. Bahkan, Nasdem sempat diprediksi tak lolos ambang batas parlemen saat itu.
Faktor Anies
Menurut Ali, pencapaian elektabilitas Nasdem saat ini tidak bisa dilepaskan dari efek ekor jas yang didapatkan setelah mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres. Apalagi, beberapa bulan setelah dideklarasikan sebagai bakal capres yang didukung Nasdem, Anies giat melakukan safari politik ke sejumlah daerah. Oleh karena itu, elektabilitas Nasdem berdasarkan survei Kompas pun melesat, dari 4,3 persen Oktober 2022 menjadi 7,3 persen pada Januari 2023.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Bakal calon presiden dari Partai Nasdem, Anies Baswedan, berorasi di hadapan ribuan pendukungnya di lapangan Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara, Jumat (4/11/2022).
Berbeda dengan bulan-bulan awal setelah deklarasi, sejak bulan Ramadhan yang dimulai akhir Maret hingga saat ini, Anies belum pernah lagi melakukan safari politik bersama dengan partai politik pendukungnya. Selain Nasdem, Anies juga didukung oleh Partai Demokrat dan PKS. Ketiganya bernaung di bawah nama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). ”Seiring dengan itu, pasti akan terjadi konsekuensi terhadap elektabilitas Nasdem,” kata Ali.
Sekalipun berpengaruh kuat, Ali menegaskan bahwa faktor Anies bukan penentu elektabilitas partai. Parpol pendukung dan bakal capres berada dalam hubungan yang saling membutuhkan. ”Jadi, kolaborasi antara parpol dan bakal capres itu menjadi keharusan yang harus dilakukan,” ujarnya.
Hal yang sama juga diyakini oleh PKS. Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri mengatakan, fluktuasi tingkat keterpilihan parpol adalah hal biasa selama penurunan tidak terjadi secara drastis. Ia mengakui, aktivitas partainya sepanjang Ramadhan dan perayaan Idul Fitri Maret-April lalu memang menurun sehingga ekspos ke publik juga kurang terlihat.
”Begitu juga pergerakan (bakal) capres yang diusung KPP, Anies Baswedan, dirasakan belum optimal di periode Ramadhan dan Idul Fitri lalu,” kata Mabruri.
Barisan ibu-ibu simpatisan Partai Keadilan Sejahtera menunggu kedatangan Anies Baswedan di depan kantor DPP PKS, Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Ia membenarkan, PKS melihat peluang untuk mendapatkan efek ekor jas dari Anies terhadap elektabilitas partai. Diperkirakan, banyaknya sosialisasi yang akan dilakukan secara bersama-sama dengan Anies akan berdampak positif. Oleh karena itu, PKS tengah merancang sejumlah kegiatan sosialisasi bersama tersebut.
”Awal bulan depan (Juni) rencana akan safari (Anies) dengan PKS di wilayah. Detailnya sedang disusun,” kata Mabruri.
Kepastian di koalisi
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief melihat bahwa penurunan elektabilitas berdasarkan survei Kompas tidak hanya terjadi pada partainya, tetapi juga mayoritas parpol. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang cenderung stabil dan Partai Gerindra mengalami peningkatan.
Mengenai penurunan elektabilitas Demokrat, Andi mengaku, pihaknya masih mempelajari faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Sebab, pada Oktober 2022 keterpilihan Demokrat sempat mencapai 14 persen, kemudian turun jadi 8,7 persen pada Januari, dan 8 persen pada Mei. Sejauh ini, ada tiga penyebab yang disoroti Demokrat, mulai dari persoalan di struktur organisasi, isu politik, hingga persoalan di koalisi.
”Ini sedang kami pelajari karena penurunan ini pasti ada penyebabnya. Rasanya kami tidak banyak melakukan kesalahan kecuali memang koalisi belum terbentuk. Mungkin hipotesisnya soal koalisi,” kata Andi.
FAKHRI FADLURROHMAN
Bakal calon presiden Anies Baswedan (kiri) menyapa kader Partai Demokrat bersama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).
Ia menjelaskan, persoalan koalisi yang dimaksud terkait dengan belum adanya keputusan soal pasangan bakal capres dan cawapres yang akan diusung KPP. Hal itu penting karena berdasarkan analisis yang dilakukan, ada kemungkinan elektabilitas parpol-parpol anggota KPP akan naik jika pasangan bakal capres dan cawapres sudah dideklarasikan. Analisis dimaksud didasarkan pada asumsi efek ekor jas dari bakal capres dan cawapres benar-benar ada. Oleh karena itu, menurut Andi, pihaknya menargetkan agar KPP bisa mendeklarasikan pasangan calon yang akan diusung pada Juni mendatang.
”Kalau bulan Juni tidak ada deklarasi, akan sulit bagi anggota KPP. Artinya, kemungkinan opsi lain sudah harus dipikirkan,” ujarnya.