Ganjar dan Prabowo Berebut Suara Pemilih Jokowi
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto tengah berebut suara pemilih Presiden Joko Widodo. Mayoritas pemilih Jokowi diyakini mampu memilih secara rasional.

Prabowo Subianto (kiri) dan Ganjar Pranowo (kanan) saling berebut suara pemilih Jokowi
JAKARTA, KOMPAS – Pengamat menilai calon presiden dari PDI-Perjuangan, Ganjar Pranowo, dan calon presiden yang diusung Partai Gerindra, Prabowo Subianto, saling berebut suara. Meski demikian, para pemilih Joko Widodo tetap memiliki preferensinya masing-masing.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, ada perubahan pola politik. Ketika kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) naik, perebutan suara pemilih terbagi pada dua sosok yang mengeklaim sebagai penerusnya.
”Di situlah upaya saling klaim dari kedua belah pihak sebagai sosok yang di-endorse Jokowi menjadi lebih menarik dalam pemberitaan dan manuver-manuver politik. Dan itu, kan, disebabkan (oleh) Jokowi sendiri,” ujar Yunarto saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/5/2023).
Jokowi memang mendukung dua sosok, yakni calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan capres yang diusung Gerindra, Prabowo Subianto. Kedua tokoh ini pun saling berebut dukungan, sebab ketika kepuasan publik terhadap petahana tinggi, maka ia berpengaruh besar pada pemilih setianya untuk memilih.
Baca Juga: Memikirkan Warisan Jokowi
Meski demikian, pengaruh itu tak begitu besar. Sebab, Yunarto menilai, mayoritas publik yang puas dengan kinerja Jokowi dapat menafsirkan sendiri sosok yang dianggap dapat meneruskan warisannya. Selain itu, karakter kepemimpinan seperti Jokowi juga jadi salah satu penilaian.
”Di situlah upaya saling klaim dari kedua belah pihak sebagai sosok yang di- endorse Jokowi menjadi lebih menarik dalam pemberitaan dan manuver-manuver politik. Dan itu, kan, disebabkan (oleh) Jokowi sendiri.”

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, Kamis (12/8/2021).
Dalam survei Charta Politika dan Indikator, memang masih lebih banyak pemilih Jokowi yang memihak Ganjar daripada Prabowo. Sebab, Gubernur Jawa Tengah itu dianggap memiliki kesamaan latar belakang, sejarah kesamaan posisi politik, termasuk karakter kepemimpinan yang lebih mirip antara Ganjar dan Jokowi.
Daya tarik perebutan
Hal serupa dikatakan Deputi Direktur Eksekutif Populi Center Rafif P Imawan. Jokowi memang sosok yang tak identik dengan partai tertentu. Rekam jejak pekerjaannya menjadi daya tarik yang diperebutkan pemilih.
Dalam survei Indikator juga terlihat bahwa dukungan Jokowi berpengaruh signifikan. Hal ini menunjukkan, orang-orang memilih seorang tokoh yang makin kuat dibanding pilihannya pada partai.
”Partainya juga makin kuat dengan masuknya Prabowo dalam pemerintahan, mendorong daya tawar yang makin signifikan bagi Prabowo. Itu yang diwaspadai PDI-P”
Narasi-narasi Prabowo yang serupa dengan Jokowi, seperti pentingnya berdikari dan berdaulat jadi keunggulannya pula saat berkampanye. Namun, hal itu menguat, sebab kini Prabowo telah masuk dalam pemerintahan dan bisa dikenal sebagai sosok yang dekat dengan Jokowi.
”Partainya juga makin kuat dengan masuknya Prabowo dalam pemerintahan, mendorong daya tawar yang makin signifikan bagi Prabowo. Itu yang diwaspadai PDI-P,” ujar Rafif.

Bakal calon presiden Ganjar Pranowo saat mengikuti acara konsolidasi pemenangan Pilpres 2024 yang diselenggarakan DPD PDI Perjuangan Sumatera Selatan, di GOR Dempo, Palembang, Sabtu (20/5/2023).
Sikap Jokowi untuk tetap di tengah, tanpa terang-terangan memihak salah satu capres justru menjadikannya sosok yang unik. Sebab, dia tetap ada di garis tengah sebagai kepala negara, tetapi dia juga tak terlalu dekat dengan partai tertentu. Hal ini membuat Jokowi tetap ada di tengah kekuasaan agar dapat menegosiasikan banyak hal pada beragam pihak pula.
Rafif menilai, migrasi suara pemilih Jokowi di antara capres sangat dimungkinkan di luar partai utama. Sebab, para pemilih Jokowi tak hanya berasal dari partai-partai utama.
Guna tak kehilangan ”efek Jokowi”, Ganjar Pranowo dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri perlu memikirkan dukungan dalam koalisinya. Sebab, jika PDI-P hanya didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan berat melawan koalisi besar Gerindra yang disokong Golkar dan Partai Kesatuan Bangsa (PKB).
”Kenaikan suara Gerindra yang naik akhir-akhir ini hampir 20 persen patut diwaspadai PDI-P yang ada di titik 21-22 persen. Megawati juga perlu memperhatikan peta koalisi serta orang-orang yang apatis dengan partai."
Kenaikan suara Gerindra yang naik akhir-akhir ini hampir 20 persen patut diwaspadai PDI-P yang ada di titik 21-22 persen. Megawati juga perlu memperhatikan peta koalisi serta orang-orang yang apatis dengan partai. Sebab, merebut suara pemilih Jokowi perlu dengan narasi-narasi yang mengenal langsung ke masyarakat, seperti agenda infrastruktur ke depan dan isu energi terbarukan. Hal-hal itu lebih melekat pada kapabilitas tokoh dibandingkan latar belakang partai.

Keberlanjutan
Lebih jauh, Yunarto meyakini, kecintaan pemilih terhadap Jokowi bisa dimaknai keinginan keberlanjutan, bukan memosisikan diri sebagai pemilih ala orde baru yang patuh pada pemimpinnya. Penentuan arah dukungan pemilih terlihat ketika Ganjar dan Prabowo tampil, mereka akan dinilai dari gagasan, gaya berkomunikasi, dan karakter kepemimpinan.
Ia mendukung keputusan Jokowi untuk tak mendeklarasikan dukungan pada salah satu capres, meski restunya diberikan pada kedua calon.
”Bahwa tidak ada deklarasi terhadap salah satu calon, itu membiarkan soliditas di antara koalisi tetap terjadi sampai nanti masa akhir pemerintahan Jokowi,” kata Yunarto.
Senada dengan Yunarto, Rafif mengatakan apa yang dilakukan Jokowi selama 10 tahun terakhir akan membekas pada benak publik. Hal itu jadi modal penting capres mendatang untuk melanjutkan atau meningkatkan apa yang sudah dicapai Jokowi.
Hubungan Jokowi dengan PDI-P cukup dinamis, naik-turun. Rafif menilai, Jokowi akan menghindari konfrontasi dengan Megawati yang berisiko menyulitkan posisinya untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan. Apalagi, dalam PDI-P masih ada anak serta menantunya, Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F22%2F25ac732a-dbd1-432d-a905-05c3f8d45158_jpg.jpg)
Wali kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka (kiri) bersama Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) dan Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun berfoto bersama usai memberi klarifikasi terkait pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan relawan Jokowi, di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memanggil kadernya sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Pertemuan ini buntut perjumpaannya dengan calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bersama sukarelawan Jokowi di Surakarta pada Jumat (19/5/2023) lalu.
Baca Juga: Buntut Dampingi Prabowo Temui Relawan Jokowi, Gibran Dipanggil DPP PDI-P
Pertemuan tertutup itu berlangsung sekitar 1 jam 15 menit di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta. Kedatangan Gibran diterima Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan Ketua Bidang Kehormatan Komarudin Watubun.
Hasto mengatakan, dirinya dan Komarudin memberikan beragam nasihat. Di masa mendatang, kunjungan tamu-tamu akan diterima secara resmi di kantor.
”Nanti kalau ada tamu-tamu ya akan diterima secara resmi di kantor, di mana kepala daerah itu bertugas, baik di kantor walikota maupun kantor kabupaten,” ujar Hasto, Senin (22/5/2023).
Menanggapi pertemuan Gibran dengan calon presiden tertentu, Hasto mengatakan bahwa Gibran telah menegaskan ia juga intens berkomunikasi dengan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden PDI-P.
Dalam konferensi pers itu, Gibran mengatakan bahwa dirinya telah mendapat banyak masukan dan nasihat. Ia juga telah menjelaskan apa yang terjadi. Walikota Solo itu menegaskan akan tetap tegak lurus sesuai arahan Megawati. (Kompas.id, 22/5/2023).