Wapres Ingatkan agar Revisi UU TNI Tidak Cederai Semangat Reformasi
Usulan pengisian jabatan sipil di lebih banyak kementerian/lembaga oleh prajurit/TNI memantik kekhawatiran kembalinya dwifungsi ABRI. Wapres Ma’ruf Amin pun meminta agar semangat reformasi tidak dicederai.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
BPMI SEKRETARIAT WAPRES
Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan di Kota Ternate, Maluku Utara, Jumat (12/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Usulan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mendorong supaya prajurit aktif bisa lebih banyak menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga. Hal ini dinilai Wakil Presiden Ma’ruf Amin perlu dibahas lebih lanjut. Menurut dia, hal terpenting, semangat reformasi harus dijaga.
”Coba dibicarakan. Yang penting tentunya jangan mencederai semangat reformasi,” kata Wapres menanggapi pertanyaan wartawan terkait dengan usulan prajurit TNI memegang lebih banyak jabatan sipil saat berada di Kota Ternate, Maluku Utara, Jumat (12/5/2023).
Usulan supaya prajurit aktif bisa memegang lebih banyak jabatan sipil terungkap dalam pembahasan internal perubahan Undang-Undang TNI. Dalam Pasal 47 Ayat (2) UU TNI, prajurit TNI bisa menduduki jabatan sipil di sepuluh kementerian dan lembaga. Namun, dalam usulan revisi UU TNI, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian/lembaga, ditambah kementerian lain jika dibutuhkan.
Hal terpenting, semangat reformasi harus dijaga.
Adapun delapan kementerian/lembaga yang ditambahkan adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung, serta opsi terbuka untuk kementerian lain.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono membenarkan bahwa saat ini sedang dilakukan pembahasan internal. Namun, pembahasan tersebut belum tuntas. ”Baru dibahas secara internal Babinkum (Badan Pembinaan Hukum TNI), belum ada persetujuan Panglima TNI,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Minggu (16/4/2023).
Julius juga menjelaskan, usulan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa banyak prajurit TNI yang memiliki wawasan tentang kepentingan nasional serta keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian dan lembaga. Berbagai pembinaan fisik yang dialami prajurit TNI sejak muda membuat tenaganya masih bisa dimanfaatkan kementerian/lembaga. Karena itu, prajurit aktif tersebut dinilai bisa berkontribusi dan membuat kinerja kementerian/lembaga lebih baik.
”Prajurit TNI yang masuk kementerian/lembaga adalah mereka yang punya keahlian yang dibutuhkan. Jadi, tidak sekadar memasukkan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil,” ujarnya (Kompas.id, 9 Mei 2023).
Selain itu, TNI juga bersiap mengusulkan supaya anggarannya tak lagi di bawah Kementerian Pertahanan, tetapi langsung bisa mengajukan ke Kementerian Keuangan. Hal ini dinilai akan mempersingkat jalur birokrasi.
Para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pun menolak usulan tersebut. Koalisi ini terdiri dari Imparsial, Elsam, Centra Initiative, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional, Walhi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Public Virtue, Forum de Facto, Kontras, LBH Pers, Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Masyarakat, Human Rights Working Group (HRWG), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta.
Koalisi ini menilai usulan revisi UU TNI bukannya mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, melainkan justru akan memundurkan kembali agenda reformasi TNI. Direktur Eksekutif Centra Initiative Al Araf mengatakan, perluasan fungsi TNI tidak hanya sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga keamanan negara, itu sangat keliru. Sebab, di negara demokrasi, militer adalah alat pertahanan negara yang dipersiapkan, dididik, dan dilatih untuk perang.
Ilustrasi. Jenderal Daryatmo dilantik sebagai anggota DPR/MPR dari Fraksi ABRI.
Meletakkan fungsi militer sebagai alat keamanan negara dinilai membahayakan demokrasi. Sebab, militer akan digunakan untuk menghadapi masyarakat jika dinilai sebagai ancaman keamanan negara. Potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pengembalian fungsi militer seperti pada masa rezim otoriter Order Baru pun muncul.
Wapres Amin mengingatkan, semangat reformasi 1998 adalah menghilangkan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Karena itu, semangat itu tidak boleh dicederai. ”(Semangat reformasi) Jangan dicederai. Asalkan itu bisa, artinya bisa tidak kembali ke arah itu, saya kira silakan dibicarakan,” tambahnya.
Meletakkan fungsi militer sebagai alat keamanan negara dinilai membahayakan demokrasi. Sebab, militer akan digunakan untuk menghadapi masyarakat jika dinilai sebagai ancaman.
Secara terpisah, pengamat militer UPN Veteran Jakarta, Jerry Indrawan, menilai pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif dimungkinkan. Sebab, dalam teori sekuritisasi, presiden atau pemimpin negara bisa memetakan potensi ancaman sesuai masanya. ”Sekarang, kan, potensi ancamannya nonmiliter, seperti terorisme dan bencana. Ketika persepsi ancaman tersebut berubah, dibutuhkan TNI untuk membantu di sektor sipil di bidang pengamanan lingkungan atau laut, TNI bisa membantu KKP atau Bakamla,” katanya, Jumat (12/5/2023).
Hal serupa sudah diterapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. TNI bisa membantu Kepolisian Negara RI untuk menangani terorisme.
Jerry juga menilai pengisian jabatan sipil oleh TNI semestinya bukan karena banyaknya perwira yang non-job atau tak diberikan jabatan. Kalau demikian, masalahnya pada rekrutmen dan harus diatasi dengan pengurangan rekrutmen prajurit. ”Menurut saya, pasti Mabes TNI sudah koordinasi dengan Presiden. Dan sekarang ini, kan, ancamannya sudah berbeda. Jadi, usulan ini bukan berarti TNI mau kembali ke dunia politik seperti masa Orba,” tambahnya.
Petugas memeriksa tekanan darah purnawirawan TNI AL yang mengikuti vaksinasi Covid-19 di Graha Jala Bhakti, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (18/3/2021). Kegiatan yang dikomandoi oleh Persatuan Purnawirawan TNI AL (PPAL) tersebut menjadi bagian dari upaya mendukung program pemerintah pada percepatan vaksinasi Covid-19.
Pengisian jabatan sipil oleh prajurit TNI juga harus sesuai dengan kriteria serta latar belakang prajurit. Untuk membantu KKP atau Bakamla, misalnya, semestinya dipilih anggota TNI AL. Adapun prajurit di Sekolah Tinggi Hukum Militer, misalnya, bisa dilibatkan di KPK. ”Mungkin TNI harus menjelaskan lebih lanjut ke publik kenapa pos-pos itu harus diisi,” ujar Jerry.
Ia mengakui, secara historis, dwifungsi ABRI dan masuknya TNI di dunia politik mengakibatkan pengalaman buruk di negeri ini. Namun, TNI boleh saja memberikan semacam penilaian atas ancaman masa kini dan kemungkinan TNI ikut berkontribusi.
Terkait dengan anggaran TNI yang diusulkan lepas dari Kementerian Pertahanan, Jerry menilai hal tersebut kurang tepat. ”Anggaran memang semestinya dari Kementerian Pertahanan, baru Mabes TNI, kemudian dibagi ke tiga matra,” ujarnya.