Tak Hanya demi Kursi, Politisi Pindah Partai Diklaim karena Alasan Ideologis
Fenomena politisi berpindah partai untuk mengikuti pemilihan anggota legislatif diakui merupakan upaya memperbesar peluang kemenangan. Rekam jejak, kesamaan ideologi menyikapi isu aktual juga jadi penentu perpindahan.
Iring-iringan simpatisan Partai Amanat Nasional (PAN) saat para pengurus DPP PAN mendaftarkan bakal caleg DPR ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat (12/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena politisi berpindah partai politik untuk mengikuti pemilihan anggota legislatif diakui merupakan upaya untuk memperbesar peluang kemenangan. Oleh karena itu, partai yang berpotensi lolos ambang batas parlemen pun menjadi incaran. Meski demikian, sejumlah partai mengklaim bahwa penerimaan terhadap para politisi yang berpindah itu tidak didasarkan pada pertimbangan elektoral semata, tetapi juga rekam jejak kinerja dan kesamaan ideologis dalam menyikapi isu-isu terkini.
Salah satu partai yang menerima politisi pindahan dari partai politik (parpol) lain menjelang Pemilu 2024 adalah Partai Nasdem. Dalam daftar bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR yang didaftarkan Nasdem ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat nama Eva Kusuma Sundari, mantan anggota DPR tiga periode dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (12/5/2023), membenarkan bergabungnya Eva dengan Nasdem dipengaruhi oleh kesamaan pandangan dalam menyikapi sejumlah isu. Eva dikenal sebagai politisi yang memiliki perhatian pada isu perempuan dan legislasi terkait. Beberapa waktu terakhir, ia juga menjadi Koordinator Koalisi Sipil Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya, Kamis (23/6/2022), di kantor Partai Nasdem.
Willy mengatakan, hal itu sejalan dengan sikap Nasdem yang juga mendukung pembentukan sejumlah undang-undang (UU) yang berpihak pada perempuan, misalnya RUU PPRT dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Selain mendorong RUU PRRT masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2017, Fraksi Partai Nasdem juga mengadakan audiensi dengan koalisi masyarakat sipil untuk membahas itu setidaknya dalam setahun terakhir. ”Eva melihat semangat perjuangan dan konsistensi Nasdem dalam membela hak-hak perempuan dengan UU TPKS dan lain-lain, Nasdem paling terdepan,” ujarnya.
Kesamaan ideologis merupakan faktor utama yang dipertimbangkan Nasdem dalam menerima politisi pindahan dari parpol lain.
Menurut Willy, kesamaan ideologis merupakan faktor utama yang dipertimbangkan Nasdem dalam menerima politisi pindahan dari parpol lain. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, saat ini proses kaderisasi di partai yang dipimpin Surya Paloh itu disebut sudah mulai matang. Hal itu terlihat dari jumlah politisi pindahan yang menjadi bacaleg DPR dari Nasdem. ”Tidak banyak yang pindah ke Nasdem, maksimal lima orang,” ujarnya.
Berdasarkan studi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pada Pemilu 2019 terdapat 31 anggota DPR yang memutuskan pindah parpol. Sebanyak 20 orang di antaranya pindah ke Partai Nasdem.
Sementara itu, Eva tidak menjawab pertanyaan yang Kompas sampaikan melalui pesan singkat daring hingga Jumat malam.
KOMPAS/RIAN SEPTIANDI
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno saat ditemui harian Kompas di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Rabu (5/4/2023).
Membuka kesempatan
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno ditemui di Jakarta seusai mendaftarkan 580 bacaleg DPR ke kantor KPU, Jakarta, Jumat siang, pun mengakui, ada sejumlah politisi pindahan dari parpol lain yang menjadi bacaleg PAN. Tidak hanya tokoh parpol, dua petahana anggota DPD juga turut serta. ”Kami memang membuka kesempatan (bagi semua kalangan) seluas-luasnya,” ujarnya.
Meski demikian, Eddy menegaskan, PAN mempertimbangkan sejumlah aspek sebelum menerima politisi dari parpol lain. Rekam jejak kinerjanya menjadi hal utama yang dilihat. Setelah itu, faktor loyalitas terhadap partai juga ikut dinilai.
Akan kita lihat, apakah yang bersangkutan punya komitmen untuk berjuang di partai atau komitmennya hanya untuk duduk di DPR sehingga dia bisa berpindah-pindah partai. Jadi, yang masuk kategori ‘bajing loncat’, itu kita pertimbangkan masak-masak.
”Akan kita lihat, apakah yang bersangkutan punya komitmen untuk berjuang di partai atau komitmennya hanya untuk duduk di DPR sehingga dia bisa berpindah-pindah partai. Jadi, yang masuk kategori ’bajing loncat’, itu kita pertimbangkan masak-masak,” kata Eddy.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono bersama jajaran pengurus DPP PPP mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Jumat (11/5/2024). Mereka mendaftarkan dan menyerahkan daftar bakal calon anggota DPR untuk maju pada Pemilu 2024. KPU membuka pendaftaran bakal calon legislatif anggota DPR, DPRD dan DPD periode 2024-2029 selama dua pekan, yakni sejak Senin 1 Mei 2023 hingga 14 Mei 2023.
Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono menambahkan, partainya juga menerima sejumlah politisi dari parpol lain untuk didaftarkan sebagai bacaleg DPR, di antaranya berasal dari 106 mantan kader Partai Hanura yang diserahkan oleh mantan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto kepada PPP. Tidak dimungkiri, itu keberadaan tokoh-tokoh baru itu menjadi kekuatan tambahan bagi partainya untuk mencapai target perolehan 50 kursi DPR dalam Pemilu 2024.
Parpol ini kawah candradimuka untuk mengumpulkan tokoh-tokoh bangsa. Inilah tempatnya untuk kita tawarkan pada rakyat kembali, nanti rakyat yang akan menguji, yang akan memilih.
”Parpol ini kawah candradimuka untuk mengumpulkan tokoh-tokoh bangsa. Inilah tempatnya untuk kita tawarkan pada rakyat kembali, nanti rakyat yang akan menguji, yang akan memilih,” kata Mardiono seusai mendaftarkan bacaleg DPR PPP, Jumat sore.
Peluang lolos ambang batas
Meski sejumlah parpol mengklaim pindahnya politisi dipengaruhi oleh faktor ideologis, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Achmad Dimyati Natakusumah, tidak memungkiri perpindahan parpol dilakukan untuk mempertahankan peluang kemenangan saat mengikuti pemilihan anggota legislatif. Dimyati merupakan mantan kader senior PPP pada awal 2000-an yang berpindah ke PKS pada akhir 2017 imbas konflik internal yang membuat partai berlambang Kabah tersebut pecah menjadi dua kubu. Setelah berpindah partai, ia pun maju sebagai caleg DPR dan terpilih sebagai anggota legislatif dari PKS pada Pemilu 2019.
Dimyati menjelaskan, PKS menjadi parpol tujuan perpindahan karena ada kesamaan garis perjuangan dengan partai asalnya. Suasana di internal PKS juga dinilai kondusif karena relatif tidak ada konflik yang bisa berujung pada perpecahan. Selain itu, partai tersebut juga berpeluang untuk mengantarkannya mendapatkan kursi di parlemen.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Anggota DPR dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah.
”(Politisi berpindah partai) tentu menghitung apakah partai (tujuannya) ini akan lolos ambang batas parlemen atau tidak. Kalau tidak lolos ambang batas, kan, (suara) akan terbuang,” kata Dimyati yang kembali didaftarkan oleh PKS sebagai bacaleg DPR 2024.
Memang kalau mau pindah, harus cari partai yang (bisa) lolos ambang batas parlemen, jangan pilih partai yang krisis atau resistensinya tinggi.
Ia menambahkan, perpindahan parpol menjelang pemilu merupakan hal yang wajar. Sebab, parpol merupakan jembatan bagi warga untuk bisa menjadi pejabat publik yang mengabdi kepada masyarakat. ”Memang kalau mau pindah, harus cari partai yang (bisa) lolos ambang batas parlemen, jangan pilih partai yang krisis atau resistensinya tinggi,” kata Dimyati.
Tak jamin keterpilihan
Sekalipun perpindahan parpol kerap diandalkan oleh politisi untuk memperbesar peluang kemenangan di pemilu legislatif, pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan, langkah tersebut tidak serta merta menjamin keterpilihan seorang caleg. Sebab, perolehan kursi terkait dengan pemberlakuan ambang batas parlemen yang mensyaratkan partai untuk memperoleh suara minimal 4 persen dari total suara nasional. ”Oleh karena itu, kejelian memilih parpol juga berpengaruh besar pada masa depan keterpilihan caleg,” ujarnya.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Titi Anggraini
Selain itu, kompetisi antara politisi pindahan dan kader partai yang lebih dulu juga akan berlangsung kompetitif. Apalagi, kader-kader lama umumnya sudah bekerja lebih awal membina daerah pemilihan (dapil). ”Faktor dapil juga berpengaruh, khususnya kalau caleg pindah dari dapil asal (di partai) sebelumnya. Hal itu bisa mempersulit kerja-kerja pemenangan, apalagi kalau bersaing dengan caleg atau kader lama yang sudah bekerja mengelola dapil,” kata Titi.
Menurut dia, meski penerapan sistem pemilu proporsional terbuka memiliki kecenderungan menciptakan kontestasi yang berorientasi pada kekuatan individu, dalam konteks pemilu Indonesia, parpol masih berpengaruh kuat. Sebab, caleg tidak bisa berkontestasi tanpa tiket dari parpol. Ditambah lagi ada mekanisme untuk menjadi anggota legislatif melalui sistem penggantian antarwaktu (PAW) yang ditentukan oleh parpol. ”Jadi, kondisi saling memengaruhi dan ketergantungan antara caleg dan partai juga tetap kuat,” ujar Titi.
Selain itu, tambahnya, jumlah kursi yang besar dan banyaknya jumlah kandidat yang berkompetisi juga membuat posisi parpol tetap berpengaruh besar. Dalam praktik di lapangan, pemilih umumnya kesulitan mengenali caleg sehingga lebih memilih untuk merujuk pada preferensi partai. Hal itu terlihat dari besarnya jumlah pemilih yang memilih partai pada kertas suara, bukan caleg, dalam pemilu-pemilu sebelumnya. ”Meski total suara yang memilih caleg tetap lebih besar, apabila dibandingkan dengan suara caleg per caleg, suara pemilih partai tetap signifikan,” kata Titi.