Partai Golkar dan Demokrat sama-sama membuka peluang bekerja sama untuk Pilpres 2019 meski masing-masing sudah memiliki koalisi. Bagaimana kansnya jika kedua parpol itu betul berkoalisi dan mengusung Airlangga dan AHY?
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Sabtu (29/2023) malam, Ketua Umum Partai GolkarAirlangga Hartarto bersama dengan sejumlah fungsionaris partai, di antaranya Sekretaris Jenderal Lodewijk Freidrich Paulus, Ketua DPP Firman Subagyo, Bendahara Umum Dito Ganinduto, dan Ketua Pusat Kesatuan Perempuan Golkar Airin Rachmi Diany menyambangi rumah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Airlangga dan jajarannya selama sekitar dua jam berdiskusi dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang didampingi Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Wakil Ketua Umum Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Sekretaris Jenderal Teuku Riefky.
Pertemuan tersebut merupakan yang pertama kali antara ketua umum partai dari partai koalisi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan partai di luar pemerintahan setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Menurut Airlangga, pertemuan tersebut melambangkan perbedaan dengan partai politik di luar koalisi pemerintahan tidak menghalangi silaturahmi.
Airlangga pun mengungkapkan bahwa Golkar dan Demokrat mempunyai filosofi yang sama. Mereka juga pernah bersama dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2014. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas upaya mencapai persamaan pandangan agar kinerja pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi bisa dilanjutkan setelah Pilpres 2024.
Karena memiliki filosofi yang sama dan pernah bekerja sama di pemerintahan, menurut Airlangga, tak tertutup kemungkinan Golkar berkoalisi dengan Demokrat menghadapi Pilpres 2024. Menurut dia, tak ada hambatan bagi Golkar untuk bekerja sama dengan parpol apa pun.
Kemungkinan kedua partai berkoalisi pun disampaikan oleh Agus.
”Mengutip pembicaraan di dalam, Pak Airlangga memulai dengan kata-kata politics is the art of possibility. Dalam politik, seperti juga sama dengan kehidupan, segala sesuatunya punya kemungkinan,” ujarnya.
Meski demikian, Agus melanjutkan, per hari ini Golkar dan Demokrat sama-sama menghormati posisi politiknya. Golkar telah berkoalisi dengan PAN dan PPP dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), sedangkan Demokrat berkoalisi dengan Nasdem dan PKS dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
”Pertemuan ini (Golkar-Demokrat) bagian dari komunikasi untuk mencari solusi bangsa bersama yang membutuhkan proses dan komunikasi yang intensif,” ujarnya.
Usai pertemuan tersebut, akun media sosial Golkar, Demokrat, Airlangga, dan Agus pun mengunggah foto keakraban mereka. Tampak senyum lebar dan jabat tangan erat di antara keduanya terlihat dari foto-foto yang mereka unggah.
Airlangga menuliskan, Golkar memiliki landasan filosofi yang cukup sejalan dengan Partai Demokrat, yakni sesama partai tengah. Sementara itu, Agus berharap silaturahmi tersebut bisa menjaga semangat Golkar dan Demokrat bersama-sama membawa Indonesia semakin maju dan sejahtera.
Diketahui, Airlangga dan Agus juga pernah bertemu pada 7 Mei 2022. Saat itu, Agus menemui Airlangga di rumah dinas Airlangga sebagai Menteri Koordinator Perekonomian di kompleks Widya Chandra, Jakarta. Meskipun pertemuan itu disebut silaturahmi, keduanya membuka peluang untuk berkoalisi.
Dalam pertemuan tersebut, Airlangga menegaskan bahwa komunikasi dirinya dengan Agus berjalan dengan baik dan tidak ada hambatan. Keduanya saling berbalas pesan melalui Whatsapp.
Wacana untuk menduetkan Agus dengan Airlangga pun muncul sejak 2021. Saat itu, Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution melalui media sosialnya menuliskan, koalisi Demokrat dan Golkar pada Pilpres 2024 berpeluang untuk penyelamatan ekonomi di masa depan. Masa-masa gemilang pemerintahan SBY dan Jusuf Kalla sangat mungkin diulang kembali oleh Agus dan Airlangga. Kombinasi ini akan mampu mengembalikan demokrasi pada relnya.
Gabungan Golkar dan Demokrat sudah memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden seperti diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Dengan kata lain, jika kedua parpol bekerja sama dan ingin mengusung Airlangga dan Agus, mereka tak perlu dukungan dari parpol lain. Namun, seberapa besar kansnya koalisi dan pasangan Airlangga dan Agus terbentuk?
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, sulit untuk membentuk poros baru Golkar dengan Demokrat. Sebab, Golkar merupakan partai koalisi pemerintah, sedangkan Demokrat ada di oposisi. Meskipun Koalisi Perubahan untuk Persatuan ada Nasdem yang ada di koalisi pemerintah, akan sulit bagi Golkar untuk mampu menahan gempuran dari koalisi pemerintah.
Kalaupun Golkar dan Demokrat bisa bergabung, kata Ujang, akan sulit bagi Airlangga dan Agus bersaing dengan pasangan calon lain. Sebab, elektabilitas keduanya tidak berada di tiga besar. Mereka akan kalah dengan Ganjar, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Anies.
”Agak sulit karena tidak ada capres unggulannya. Kalau Airlangga berpasangan dengan AHY berat, bisa kalah. Karena faktor utama dari soal perkoalisian, pencapresan itu adalah soal bagaimana berkoalisi lalu ingin menang,” tutur Ujang.
Meskipun demikian, Airlangga dan Agus bisa menjajaki kemungkinan berkoalisi. Menurut Ujang, keduanya memiliki komposisi yang menarik, yakni pasangan senior dan muda serta dari kalangan sipil dan militer. Mereka bisa menggaet suara dari pemilih muda yang bakal mendominasi Pemilu 2024 asalkan mampu mendekati dengan cara yang progresif atau bisa memberikan simpati untuk kalangan anak muda.
Jadi, apakah Airlangga akan membawa Golkar keluar dari KIB dan berkoalisi dengan Demokrat demi mengajukan Airlangga di Pilpres 2024? Waktu yang akan menjawabnya.
Namun, yang jelas, sejauh ini Airlangga bersama KIB menyatakan masih solid meski salah satu parpol di dalamnya, yakni PPP, telah memutuskan mengusung bakal capres PDI-P, Ganjar Pranowo. Yang juga jelas, Airlangga dan Golkar tampak pula mendekati Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang di dalamnya bergabung Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Pergelaran pilpres tidak sebatas bicara soal kans kemenangan capres-cawapres, tetapi dengan pilpres digelar serentak dengan pemilihan anggota legislatif, parpol juga mengejar kadernya diusung sebagai capres dan cawapres demi efek ekor jas atau potensi limpahan elektabilitas dari calon ke parpol.
Maka, sangat mungkin, manuver Golkar yang sibuk ke sana kemari tidak hanya untuk memperjuangkan Airlangga sebagai capres seperti diamanatkan oleh Munas Golkar 2019. Namun, bagian pula dari upaya Golkar untuk menggenjot elektabilitasnya. Bagaimana menurut Anda?