Proyek Jalur Kereta Api Terindikasi Suap, Presiden: Terus Lakukan Kontrol di Lapangan
”Kita ini hampir tiap hari loh ke lapangan ngecek, ke lapangan ngecek. Itu pun masih ada masalah, apalagi tidak,” kata Presiden Joko Widodo.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa-Sumatera tahun anggaran 2018-2022 terindikasi suap. Salah satu proyek yang diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah pembangunan jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan, yang belum lama ini diresmikan Presiden Joko Widodo. Presiden menegaskan bahwa kontrol di lapangan terus dilakukan.
”Ya,tidak mungkin semua proyek yang ribuan banyaknya itu tidak ada masalah. Pasti satu dua ada masalah. Tapi, kenapa terus kita kontrol di lapangan? Orang dikontrol di lapangan saja masih ada masalah, apalagi tidak,” ujar Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers seusai peninjauan di Pasar Minggu, Kamis (13/4/2023).
Pada Rabu (29/3/2023), Presiden didampingi Ibu Iriana Joko Widodo meresmikan pengoperasian jalur kereta api lintas Makassar-Parepare antara Maros-Barru dan Depo Kereta Api Maros yang diselenggarakan di Depo Kereta Api Maros, Kabupaten Maros. ”Kita ini hampir tiap hari loh ke lapangan ngecek ke lapangan ngecek. Itu pun masih ada masalah, apalagi tidak,” kata Presiden Jokowi.
Adapun pada Kamis dini hari, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan enam pegawai Kementerian Perhubungan sebagai tersangka seusai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Mereka diduga menerima suap yang diperkirakan mencapai Rp 14,5 miliar dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api (KA) di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatera pada tahun anggaran 2018-2022.
Secara rinci, proyek pembangunan rel itu meliputi jalur kereta ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan, dan proyek perbaikan pelintasan sebidang Jawa-Sumatera. Selain itu, ada juga empat proyek konstruksi jalur kereta dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat (Kompas.id, 13/4).
Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, mengatakan, modus suap dalam proses pengadaan proyek, seperti proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta, masih banyak terjadi. ”Selalu menjadi praktik korupsi yang berulang. Pejabat pengadaan bertransaksi dengan pengusaha untuk bersama-sama mendapat keuntungan yang tidak sah dari proyek pemerintah, yaitu melalui suap,” kata Yuris, Kamis.
Hal ini, kata dia, menunjukkan kontrol pemerintah terhadap praktik suap masih lemah. Sekalipun saat ini, kebijakan untuk mencegah korupsi birokrasi memang sudah sering digaungkan mulai dari mendorong sistem daring, membangun wilayah bebas dari korupsi (WBK)/wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM), hingga sistem manajemen antipenyuapan.
Namun, pemerintah ternyata masih sering kecolongan akibat praktik buruk dalam mengelola proyek pemerintah. ”Saya khawatir model-model pencegahan seperti ini tidak menginternalisasi di birokrasi dan hanya dipandang sekadar kebijakan di atas kertas. Kemudian implementasinya bisa diakali untuk tetap melakukan praktik koruptif,” tuturnya.
Pemerintah sebaiknya mulai mengevaluasi kebijakan pencegahan korupsi yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang pengadaan. Hal ini bisa dilakukan dengan menguatkan kontrol internal untuk mengawasi proyek pengadaan, mengelola konflik kepentingan dalam pengadaan, hingga memastikan penegakan hukum atas pelanggaran proses pengadaan itu juga dijalankan efektif. ”Bisa jadi, praktik ini selalu berulang karena penindakannya lemah dan terjadi pembiaran oleh pimpinan lembaga, pengawas internal, maupun aparat penegak hukum,” ujar Yuris.