6 Teroris Ditangkap di Lampung, Ada yang Berencana Lakukan Teror
Berangkat dari pencarian terhadap pentolan kelompok JI, enam tersangka teroris ditangkap. Dua di antaranya tewas dalam baku tembak. Dari penangkapan itu, diketahui di antara mereka ada yang berencana melakukan teror.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap enam tersangka teroris yang tergabung dalam jaringan Jamaah Islamiyah atau JI di Lampung. Dalam penangkapan itu, dua tersangka tewas karena terlibat baku tembak dengan petugas. Setelah dilakukan penangkapan, diketahui bahwa di antara mereka ada yang berencana melakukan teror.
Penangkapan berangkat dari pencarian beberapa orang yang menjadi pentolan dalam jaringan JI. Di antara keenam tersangka itu ada yang berstatus buron kasus terorisme sejak lebih dari lima tahun lalu. Para tersangka ini juga merupakan bagian dari kelompok JI yang memberikan perlindungan terhadap dua tokoh JI, yakni Taufik Bulaga alias Upik Lawanga dan Panglima JI Zulkarnaen. Taufik dan Zulkarnaen telah ditangkap pada 2020.
Di antara keenam tersangka itu ada yang berstatus buron kasus terorisme sejak lebih dari lima tahun lalu.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar, dalam konferensi pers, Kamis (13/4/2023), mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri mengungkap dan melakukan penangkapan terhadap para tersangka tindak pidana terorisme pada Selasa-Rabu (11-12/4/2023), di Lampung. Dalam operasi penangkapan tersebut, terjadi baku tembak. ”Dari enam pelaku yang ditangkap, dua di antaranya harus dilumpuhkan atau dilakukan tindakan tegas karena memberikan perlawanan,” ucapnya.
Saat baku tembak tersebut, Aswin mengatakan, satu anggota Densus mengalami luka tembak cukup serius sehingga harus dievakuasi. Saat ini anggota tersebut dalam penanganan medis yang intensif. ”Kita bersimpati dan doakan mudah-mudahan anggota ini bisa cepat tertangani, selamat dan kembali bergabung dengan kita,” kata Aswin.
Keenam tersangka teroris yang ditangkap tersebut adalah N alias BA alias SA, ZK , PS alias JA, H alias MB, AM, dan KI alias AS. Dua tersangka yang tewas dalam baku tembak adalah N alias BA, dan ZK.
Operasi penangkapan para tersangka teroris itu dilakukan di Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Pringsewu, Lampung. Aswin mengatakan, operasi diawali pada Selasa (11/4/2023) dengan menangkap PS alias JA. Setelah itu, petugas menangkap N alias BA, pentolan dalam kelompok tersebut, yang tewas saat ditangkap karena melakukan perlawanan. Penangkapan kemudian dilanjutkan terhadap tersangka lainnya yang berlangsung hingga Rabu (12/4/2023).
Keenam tersangka itu pula yang memberikan lokasi persembunyian dua tokoh JI, yakni Zulkarnaen dan Upik Lawanga. Zulkarnaen dan Upik ditangkap pada 2020.
Zulkarnaen merupakan panglima JI yang juga otak kerusuhan di Poso, Ambon, dan Ternate pada 1998 sampai 2000 serta menjadi otak peledakan kediaman duta besar Filipina di kawasan Menteng, Jakarta. Ia menjadi otak peledakan gereja pada malam Natal 2000 dan Bom Bali 2 pada 2005. Zulkarnaen masuk DPO sejak 2002 hingga akhirnya ditangkap pada 2020 di Kabupaten Lampung Timur, Lampung.
Demikian pula dengan Taufik Bulaga alias Upik Lawanga yang ditangkap pada 2020 di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Upik disebut sebagai penerus Dr Azhari dan menjadi otak perakitan bom JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton di Jakarta, serta bom di Solo dan Cirebon.
Rencana teror
Sebagai pentolan kelompok JI di Lampung, N alias BA merupakan anggota JI yang sudah masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2016. Dia juga memiliki dan menyimpan senjata api serta membuat bunker sebagai bengkel pembuatan senjata api rakitan yang telah ditemukan petugas pada saat Upik Lawanga ditangkap.
N alias BA juga merupakan tokoh sentral dalam konteks melindungi dan menyembunyikan tokoh-tokoh JI yang berada di Lampung. Selain itu, dia disebut selalu mengumandangkan semangat atau keinginan untuk melakukan aksi teror atau amaliyah, khususnya kepada anggota Polri. ”Berdasarkan beberapa berita acara pemeriksaan tersangka yang sudah ditangkap di tahun sebelumnya, bisa kita kembangkan jaringan N alias BA. Hal ini kemudian kita lihat (dia) sebagai tokoh sentral yang memang harus kita segera tangkap,” tutur Aswin.
Tersangka lainnya, PS alias JA, diketahui sebagai anggota kelompok N alias BA. Dengan demikian, aktivitasnya tidak berbeda dengan N alias BA. Demikian pula dengan ZK yang tewas dalam operasi penangkapan itu merupakan bagian dari kelompok tersebut. ZK juga diketahui menyimpan senjata api jenis M-16 yang digunakan N alias BA untuk melakukan perlawanan terhadap petugas. Senjata api itu sudah lama dicari oleh Densus 88 Antiteror Polri.
H alias MB, tersangka lainnya, merupakan buron kasus di Poso yang kemudian bergabung ke kelompok JI. Sementara itu, tersangka AM dan KI alias AS merupakan anggota JI Lampung, dan keduanya sudah berencana melakukan teror atau amaliyah dengan senjata api. Meski mengungkap AM dan KI memiliki rencana teror, Aswin tak merinci lebih lanjut rencana teror tersebut.
Sementara itu, tersangka AM dan KI alias AS merupakan anggota JI Lampung, dan keduanya sudah berencana melakukan teror atau amaliyah dengan senjata api.
Dari penangkapan tersebut, Densus 88 Antiteror Polri menyita sejumlah senjata api, senjata api rakitan, magasin, peluru, senjata angin, senjata tajam, busur dan panah, hingga pipa besi yang merupakan bahan untuk dijadikan senjata api rakitan. Petugas juga menyita beberapa dokumen dan catatan terkait kelompok tersebut.
”Densus selalu memonitor eskalasi ancaman teror yang ada di Tanah Air. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu takut, tidak perlu khawatir. Densus 88 selalu melakukan upaya-upaya untuk bisa mencegah di tahap awal,” ujar Aswin.
Jaringan terbesar
Terkait penangkapan tersebut, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar, mengatakan bahwa saat ini jaringan JI terbesar berada di Lampung. Sebelumnya JI bermarkas di Sukoharjo, Jawa Tengah. JI kemudian memindahkannya ke Lampung dan sudah berencana untuk memindahkannya ke Aceh.
”Sebelum mereka pindah, banyak anggota JI, termasuk tokohnya seperti Zulkarnaen dan Upik Lawanga, ditangkap oleh Densus 88 Antiteror,” kata Al Chaidar.
Meski demikian, Al Chaidar mengaku heran dengan adanya peristiwa perlawanan atau baku tembak dengan petugas sehingga menyebabkan dua orang tersangka tewas. Menurut Al Chaidar, Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI) tahun 2007 tidak membolehkan JI untuk melakukan serangan di Indonesia, Malaysia, dan Jepang. Demikian pula serangan ke polisi adalah pilihan akhir.
Sebab, lanjut Al Chaidar, sejak saat itu jaringan JI diminta hanya bertindak secara pasif, yakni mencari pendanaan dan merekrut anggota tanpa melakukan operasi jihad di Indonesia. Adapun jihad dilakukan di negara-negara, seperti Suriah, Irak, Afghanistan, Palestina, Myanmar, dan Filipina Selatan. Selain itu, terdapat perjanjian yang mengatur bahwa jika seorang anggota JI tertangkap petugas, yang bersangkutan dianggap sudah selesai dan dilarang melakukan perlawanan.
”Itulah yang membuat pada akhirnya banyak anggota dari JI beralih ke JAD (Jamaah Ansharut Daulah) karena di JAD masih ada peluang untuk melakukan amaliyah, yakni untuk berjihad atau mati syahid,” tutur Al Chaidar.
Terkait dengan temuan senjata api jenis M-16 yang sudah lama dicari petugas, menurut Al Chaidar, kemungkinan besar senjata itu berasal atau dibeli di Filipina Selatan. Senjata tersebut dibawa masuk Indonesia melalui jalur laut oleh jaringan JI.