Lima wakil keluarga korban Kanjuruhan datangi Bareskrim Polri, Senin. Mereka didampingi Daniel Siagian dari LBH Surabaya Pos Malang dan Yahya Ihya dari Kontras. Namun, laporannya ditolak karena tak cukup bukti.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
Daniel Siagian dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang (kiri) dan Yahya Ihyaroza dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (kanan) mendampingi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan melapor ke Bareskrim Polri, Senin (10/4/2023) di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Lima orang anggota keluarga korban anak yang meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan mendatangi Badan Reserse Kriminal Polri untuk melaporkan terjadinya tindak pidana penganiayaan terhadap anak pada peristiwa tersebut. Namun, laporan tersebut ditolak karena dianggap tidak cukup bukti.
Lima perwakilan keluarga korban tersebut mendatangi Bareskrim Polri menjelang tengah hari, Senin (10/4/2023). Mereka didampingi oleh Daniel Siagian dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang dan Yahya Ihyaroza dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Mereka baru keluar dari Bareskrim sekitar pukul 16.00.
Menurut Yahya, laporan tersebut dilakukan karena mereka menemukan adanya dimensi baru dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, yakni adanya 44 anak yang meninggal dari total 135 korban meninggal. Sementara, dalam kasus yang telah diputus di persidangan tersebut, pasal yang didakwakan kepada para terdakwa adalah Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kealpaan yang menyebabkan kematian.
”Kami ingin membuat laporan baru. Cuma sayangnya, tadi setelah berdiskusi panjang lebar dan panjang dan alot dengan pihak kepolisian, mereka menolak laporan kami dengan alasan kami tidak membawa cukup alat bukti,” kata Yahya.
Sebagaimana diberitakan, dalam kasus meninggalnya 135 orang di Stadion Kanjuruhan, terdapat lima orang yang telah mendapat putusan pengadilan. Ada terdakwa yang divonis bebas, divonis setahun penjara, serta ada pula yang divonis satu tahun enam bulan penjara.
Kami ingin membuat laporan baru. Cuma sayangnya, tadi setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak kepolisian, mereka menolak laporan kami dengan alasan kami tidak membawa cukup alat bukti.
Yahya menuturkan, pihaknya bertemu dengan tiga petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim. Kemudian, ia bersama keluarga korban ditemui tiga penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Awalnya, pihak kepolisian sempat mengatakan bahwa laporan para keluarga korban tersebut adalah sama dengan perkara yang kini sudah diputus di pengadilan (nebis in idem). Namun, pihaknya mengatakan bahwa laporan tersebut berbeda. Oleh karena itu, kemudian mereka dapat bertemu penyidik. Namun, dari lima perwakilan keluarga korban, yang diperbolehkan menemui penyidik untuk menyampaikan kesaksian hanya satu orang.
Terkait penolakan laporan tersebut, kata Yahya, adalah penyidik menilai kurangnya alat bukti, khususnya dokumen rekam medis korban. Sementara, kesaksian keluarga korban terkait tindak penganiayaan dianggap belum mencukupi.
Daniel mengatakan, Tragedi Kanjuruhan menunjukkan penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan sehingga jatuh korban. Namun, dokumen maupun kesaksian yang dibawa ke Bareskrim masih dianggap belum cukup bukti.
Tujuan kami bersama keluarga korban adalah untuk mendapatkan akses penegakan hukum yang berkeadilan.
”Tujuan kami bersama keluarga korban adalah untuk mendapatkan akses penegakan hukum yang berkeadilan,” kata Daniel.
Menurut Daniel, dengan adanya korban anak tersebut, pihaknya ingin melaporkan dugaan kekerasan terhadap anak yang menyebabkan meninggal. Hal itu yang dinilai luput dalam proses hukum sebelumnya. Adapun pihak yang dilaporkan adalah orang atau petugas kepolisian yang menembakkan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan serta pihak yang berwenang mengerahkan pasukan tersebut.
Daniel mengatakan, laporan serupa bukan baru dilakukan sekarang. Sebab, pada November lalu, sudah ada beberapa keluarga korban yang melaporkan hal serupa melalui Kepolisian Resor Kota Malang maupun Kepolisian Daerah Jawa Timur. Namun, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Terkait hal itu, selain 43 anak di bawah umur yang menjadi korban meninggal, terdapat 44 perempuan yang meninggal. Hal itu dinilai memerlukan pendekatan hukum yang khusus.
Kecewa
Pada kesempatan itu, Kartini (54), ibunda korban bernama Jefri Ikhlas Surahmat (24), mengutarakan kekecewaannya atas penolakan laporan tersebut. Sebab, yang ia ketahui, sang anak hanyalah ingin menonton pertandingan sepak bola karena hobi menonton sepak bola.
Hasilnya, (dia) pulang meninggal. Saya tidak ingin ada ibu-ibu lain yang mengalami kejadian seperti apa.
”Hasilnya, (dia) pulang meninggal. Saya tidak ingin ada ibu-ibu lain yang mengalami kejadian seperti apa,” kata Kartini.
Terkait kurangnya alat bukti berupa tidak adanya rekam medis korban, menurut Kartini, pada saat itu situasi sangat kacau dan banyak jenazah yang menunggu diambil pihak keluarga. Ketika keluarga datang, maka jenazah yang merupakan keluarganya akan segera mengambil dan membawa pulang tanpa terpikir hal-hal lain, seperti visum atau rekam medis jenazah.
Isaatus Sa’adah (24), yang adalah kakak korban Wildan Ramadhani (16), mengatakan, pihaknya ingin menagih penegakan hukum secara tuntas dalam Tragedi Kanjuruhan. Terlebih, pihaknya kecewa atas putusan pengadilan yang dijatuhkan terhadap kelima terdakwa.
”Ini adalah salah satu harapan kami untuk menagih komitmen dari institusi kepolisian,” kata Isaatus.
Tindak lanjut
Meski ditolak, kata Daniel, ia bersama para keluarga korban berencana untuk mendatangi lembaga-lembaga lain untuk melakukan audiensi terkait kasus tersebut. Menurut rencana, para keluarga korban tersebut akan beraudiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal senada juga dikatakan Yahya. Menurut Yahya, pihak penyidik sempat menyarankan kepada mereka untuk memasukkan pengaduan masyarakat meski mekanisme tersebut tidak memiliki kekuatan untuk mewajibkan kepolisian untuk melakukan penyelidikan. Selain itu, pihaknya juga akan membicarakan hal tersebut di internal tim untuk langkah lebih lanjut.