DKPP Periksa Dugaan Manipulasi Verifikasi Parpol di Nias Selatan
Majelis DKPP memeriksa 19 jajaran Komisi Pemilihan Umum tingkat pusat dan daerah yang diduga memanipulasi hasil verifikasi faktual sejumlah parpol di Nias Selatan, Sumut. Di sidang, pihak pelapor dan KPU saling berbantah
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memeriksa 19 jajaran Komisi Pemilihan Umum tingkat pusat dan daerah yang diduga memanipulasi hasil verifikasi faktual sejumlah partai politik di Nias Selatan, Sumatera Utara. Pimpinan KPU RI, KPU Provinsi Sumatera Utara, dan KPU Nias Selatan diduga merekayasa hasil verifikasi faktual PKN dan Partai Garuda yang seharusnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
Perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dalam tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Nias Selatan diadukan oleh Rumusan Laia dan Mavoarota Abraham Hoegelstravores Zamili. Sidang pemeriksaan yang berlangsung selama sekitar tiga jam digelar di ruang sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Senin (10/4/2023). Ketua DKPP Heddy Lugito menjadi Ketua Majelis DKPP bersama empat anggota majelis yakni Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, J Kristiadi, dan M Tio Aliansyah.
Dalam aduannya, pengadu melaporkan 19 pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat pusat dan daerah, terdiri dari 5 pimpinan KPU Nias Selatan, 7 pimpinan KPU Sumatera Utara, dan 7 pimpinan KPU RI. Mereka diduga dengan serius dan sengaja melakukan pelanggaran pemilu dalam memanipulasi data hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik untuk meloloskan Partai Kabangkitan Nusantara (PKN) dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) di Nias Selatan.
Mavoarota mengatakan, pihaknya menemukan banyak anggota PKN dan Garuda yang menolak dan tidak mengakui keanggotaanya di kedua parpol tersebut sehingga statusnya tidak memenuhi syarat (TMS). Ia menemukan dari 164 sampel keanggotaan PKN, sebanyak 158 orang di antaranya TMS. Sedangkan dari 128 sampel keanggotaan Garuda, sebanyak 119 orang di antaranya TMS. Sebagian dari mereka bahkan hingga saat ini masih belum dicabut keanggotaannya meskipun sudah menyerahkan formulir keberatan ke KPU.
"Namun, pimpinan KPU Nias Selatan dengan berani melakukan pelanggaran berat dengan merekayasa hasil verifikasi faktual partai politik"
Menurut dia, jumlah keanggotaan yang TMS tersebut sangat banyak sehingga PKN dan Garuda seharusnya dinyatakan TMS. ”Namun, pimpinan KPU Nias Selatan dengan berani melakukan pelanggaran berat dengan merekayasa hasil verifikasi faktual partai politik," tuturnya.
Adapun pimpinan KPU Sumut, lanjut Mavoarota, diduga kuat turut secara terstrukur, masif, dan sistematis mengatur rekayasa status keanggotan parpol di Nias Selatan. KPU Sumut juga turut melakukan tindakan pembiaran dan tidak melakukan pengawasan internal kepada KPU Nias Selatan. Padahal saat itu, muncul pemberitaan nasional yang viral di media mengenai rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan parpol yang dilakukan oleh KPU RI sampai jajaran KPU daerah.
”Ketua dan anggota KPU RI yang berperan sebagai pengendali Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) diduga kuat turut secara terstruktur, masif, dan sistematis mengatur rekayasa status keanggotan partai politik di Nias Selatan sebagaimana diberitakan dalam beberapa berita daring," katanya.
Bantah merekayasa
Menanggapi dalil pengadu, anggota KPU Nias Selatan, Eksodi M Dakhi, membantah telah merekayasa verifikasi faktual parpol. Dalil yang diajukan pengadu dinilai kabur dan tidak jelas karena tidak menjelaskan peristiwa manipulasi dan rekayasa yang diadukan. Ia juga menilai pengadu tidak bisa menjelaskan waktu, tempat, perbuatan yang dilakukan, serta cara perbuatan.
”Kami telah mekasanakan verifikasi faktual sesuai tahapan yang diatur dalam Peraturan KPU"
”Kami telah mekasanakan verifikasi faktual sesuai tahapan yang diatur dalam Peraturan KPU," katanya.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, uraian dugaan pelanggaran kode etik semestinya menjelaskan tindakan atau sikap masing-masing teradu dan atau terlapor meliputi waktu perbuatan dilakukan, tempat perbuatan dilakukan, perbuatan yg dilakukan, dan cara perbuatan dilakukan. Namun pengadu dinilai tidak menjelaskan dan menerangkan waktu, tempat, perbuatan, dan cara bagaimana dugaan pelanggaran kode etik dilakukan. Ia pun menampik ada upaya yang terstruktur, masif, dan sistematis dilakukan oleh jajaran KPU RI, KPU Sumut, dan KPU Nias Selatan untuk memanipulasi hasil verifikasi faktual.
”Bahkan, di dalam aduannya disebutkan sebagaimana diberitakan dalam beberapa berita online, jadi hanya berdasarkan membaca berita," tutur Hasyim.
Anggota Majelis DKPP, Dewi, pun mempertanyakan bukti yang menunjukkan rakayasa status keanggotaan parpol. Ia juga menanyakan cara KPU RI melakukan manipulasi secara terstruktur, masif, dan sistematis.
”Dari data hasil pengawasan kami, ditemukan beberapa anggota partai yang menyatakan dirinya bukan sebagai anggota partai,” ujar pengadu Rumusan.