Kisruh Transaksi Mencurigakan Belum Usai, DPR Bakal Gelar Rapat Lanjutan
Perbedaan data soal transaksi mencurigakan di Kemenkeu kembali tampak saat Komisi III DPR rapat dengan Menko Polhukam Mahfud MD. Komisi III DPR bakal gelar rapat lanjutan dengan mengundang Sri Mulyani.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni saat memimpin rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan, di Ruang Rapat Komisi III Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Seusai rapat kerja selama tujuh jam bersama Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang membahas polemik soal transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan, Komisi III DPR akan menggelar rapat lanjutan. Rapat untuk menyinkronkan perbedaan data transaksi mencurigakan.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni seusai rapat Komisi III DPR dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Rabu (29/3/2023) malam, mengatakan, rapat lanjutan akan digelar dalam waktu dekat.
Nantinya, selain ketua Komite TPPU Mahfud MD dan Sekretaris Komite TPPU Ivan Yustiavandana, Komisi III akan mengundang pula Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan mempertemukan ketiganya, ia berharap perbedaan data transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan antara yang disebutkan Mahfud MD dan Sri Mulyani bisa terselesaikan.
Mahfud MD dan Sri Mulyani kerap menjelaskan data yang berbeda menyangkut transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Semula, Mahfud yang menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menyebutkan nominal transaksi mencurigakan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencapai Rp 300 triliun. Namun, kemudian Sri Mulyani menepisnya, bahkan mengaku tidak tahu adanya temuan tersebut.
Mahfud MD dan Sri Mulyani, di Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Pada Senin (20/3/2023), Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan sempat menggelar rapat di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, untuk membahas bersama soal temuan PPATK sejak 2009-2023 tersebut. Pasca-pertemuan, Mahfud menyampaikan data terbaru hasil analisis PPATK yang menyebutkan transaksi mencurigakan di Kemenkeu mencapai Rp 349 triliun.
Namun, beberapa hari setelah pertemuan, keduanya kembali terlihat menyampaikan data berbeda. Kali ini soal nominal transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu. Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023), menyampaikan angka Rp 3,3 triliun. Adapun Mahfud MD dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023), menyampaikan jumlah yang jauh lebih besar, yakni Rp 35,5 triliun.
Mahfud sempat menyebut, Sri Mulyani diduga tidak mendapatkan laporan secara utuh dari jajarannya. Namun, kemudian, ia menepis ada perbedaan data antara yang dia sampaikan dan data yang dipegang Sri Mulyani. Menurut dia, terkesan perbedaan data karena data yang diambil Sri Mulyani hanya sampel dari serangkaian dugaan TPPU. Akibatnya, terjadi perbedaan penafsiran antara laporan hasil analisis (LHA) yang dikeluarkan PPATK dan tindak lanjut dari Kemenkeu.
”Siapa bilang datanya berbeda? Ini hanya penafsiran saja yang berbeda. Ini tinggal dicocokkan saja datanya untuk menafsirkan uraian faktanya,” ujarnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para anggota Komisi III DPR mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Ruang Rapat Komisi III Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Sahroni menegaskan, perbedaan data harus segera diselesaikan. Selain agar publik tidak terus-menerus dibuat bingung dan polemik tak berkepanjangan, juga agar tindakan lanjutan atas temuan transaksi mencurigakan itu bisa segera diambil oleh aparat penegak hukum. Menurut dia, laporan hasil analisis PPATK baru indikasi awal transaksi mencurigakan. Untuk menemukan tindak pidananya, terutama tindak pidana pencucian uang, masih panjang proses yang harus dilalui.
Menyangkut rencana pembentukan panitia khusus (pansus) transaksi mencurigakan di Kemenkeu, menurut dia, belum semua anggota sepakat. Namun, secara pribadi, dia berharap kasus transaksi mencurigakan di Kemenkeu ini diselesaikan melalui pansus sampai bisa diselidiki dan disidik oleh aparat penegak hukum.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto termasuk pihak yang tidak menyetujui pembentukan pansus. Menurut politisi dari Fraksi PDI-P ini, perkara transaksi mencurigakan di Kemenkeu cukup dituntaskan di internal Komite TPPU. Seluruh anggota komite harus memiliki pemahaman bersama mengenai penafsiran LHA dari PPATK. Tidak boleh lagi ada perbedaan pendapat yang justru dapat membingungkan DPR dan publik.
”Sekali lagi, dikau rapat penjelasan dulu. Jangan tergesa-gesa. Harus dikonsolidasikan dulu baik ketua, sekretaris, maupun anggota Komite TPPU. Kalau datanya masih berbeda-beda, kami mau audit apa? Datanya harus match ke depannya,” tuturnya.