Tunjangan Kinerja Jadi Saluran untuk Kuasai Kelebihan Dana
Di balik pemotongan tunjangan kinerja pegawai Kementerian ESDM, terdapat dugaan bahwa tunjangan itu digelembungkan terlebih dahulu. Dengan cara itu, pelaku bisa menguasai kelebihan dana yang ada di kementerian itu.
Ditjen Minerba Kementerian ESDM digeledah KPK karena diduga terjadi korupsi tunjangan pegawai di lembaga tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan pemotongan tunjangan kinerja pegawai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berangkat dari kelebihan uang yang membuat para tersangka berupaya membagikannya. Cara untuk menguasai kelebihan uang itu adalah dengan menggelembungkan tunjangan kinerja pegawai, kemudian mengambil uang tersebut.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 10 tersangka yang semuanya pegawai Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM. Para tersangka berada di bawah jabatan eselon II.
Dari hasil penggeledahan, KPK juga menemukan uang sebesar Rp 1,3 miliar di apartemen di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang diduga milik Pelaksana Harian Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Idris F Sihite. Untuk itu, KPK akan memeriksa Idris pada Kamis (30/3/2023) atau Jumat (31/3/2023).
”Kami akan panggil Plh Dirjen Minerba. Rencananya akhir minggu ini,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/3/2023) malam.
Dari hasil penggeledahan, KPK juga menemukan uang sebesar Rp 1,3 miliar.
Ilustrasi. Aparatur sipil negara bersiap menerima vaksin penguat di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (24/1/2022).
Ia menyebutkan barang bukti berupa uang Rp 1,3 miliar yang ditemukan mengarah pada Idris sehingga Idris perlu dikonfirmasi secara langsung. Semua pihak yang terkait dengan temuan, lanjut Asep, akan dipanggil untuk dikonfirmasi. Hal ini sesuai dengan tekad untuk menyelesaikan perkara hingga menemukan titik terang.
”Kami berusaha untuk mencari barang bukti berupa slip gaji atau dokumen terkait perkara ini. Prinsipnya tetap follow the money atau ikuti arus aliran uang,” ucapnya.
Asep menambahkan, perkara ini diduga dimulai dari kondisi kelebihan uang di Kementerian ESDM yang membuat para tersangka berupaya membagi keuntungan. Mereka membagikan uang itu melalui tunjangan kinerja (tukin). Caranya, Asep mencontohkan, ada potensi alibi salah tik, seperti tunjangan kinerja yang seharusnya Rp 5 juta, tetapi ditambah satu digit angka nol, menjadi Rp 50 juta. Padahal, uangnya sudah mereka terima.
Tukin digelembungkan
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Wahyudi Kumorotomo mengungkapkan, pemotongan tukin pegawai di Kementerian ESDM itu berangkat dari modus penggelembungan tukin. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, tukin yang digelembungkan itu kemudian tidak dibayarkan kepada pegawai yang dijadikan sebagai pihak yang digelembungkan tukinnya, tetapi diambil sendiri oleh pejabat yang korupsi.
Wahyudi memberikan contoh praktik penggelembungan itu dengan mengandaikan dirinya sebagai pegawai di Ditjen Minerba. ”Saya tidak masuk (kerja), semestinya tukin tidak dapat. Tetapi orang internal itu menganggap (mencatatkan) saya masuk, dan dicatat tukinnya. Namun, tunjangan itu tidak dibayarkan ke saya, tetapi diambil sendiri oleh pejabat yang korupsi,” ujarnya.
Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar pada Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada
Dengan modus penggelembungan tukin itu, menurut Wahyudi, pelaku kemudian mengambil tukin hasil penggelembungan tersebut. Itu pula sebabnya, lanjutnya, tidak ada pegawai Ditjen Minerba yang protes meski KPK menyebutkan tukin pegawai di ditjen itu dipotong.
”Modusnya adalah penggelembungan tukin. Jadi bukan (semata-mata) tukinnya yang dipotong. Kalau tukinnya yang dipotong, pegawai yang berhak memperoleh (tentu) akan protes. Tetapi ini, kan, tidak,” ujarnya.
Wahyudi juga menyebutkan, penggelembungan itu dilakukan oleh komplotan di kalangan internal Ditjen Minerba. Orang-orang itu kemudian menggunakan tukin hasil penggelembungan itu untuk berbagai macam kebutuhan, salah satunya memberikan servis kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemberian servis itu, seperti yang terjadi pada umumnya, ialah kementerian berupaya meningkatkan citranya dengan memperoleh status wajar tanpa pengecualian (WTP) dengan cara menyuap auditor BPK.
Sebelumnya, KPK pun telah menyebutkan, uang hasil pemotongan tukin itu dinikmati untuk keperluan pribadi, pembelian aset, dana operasional, dan pemenuhan proses pemeriksaan oleh BPK (Kompas, 28/3/2023).
Orang-orang itu kemudian menggunakan tukin hasil penggelembungan itu untuk berbagai macam kebutuhan, salah satunya memberikan servis kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas
Ditemui pada kesempatan lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) menilai kasus pemotongan tukin pegawai Kementerian ESDM ini tergolong unik karena tukin diatur dalam suatu sistem dan sudah memiliki rumusnya sendiri di setiap jabatan.
”Tunjangan kinerja (tukin) diatur dalam suatu sistem. Kalau sistemnya jalan, pengurangan tukin di luar kewajiban tidak akan terjadi. Termasuk penambahan yang tidak sesuai dengan hak yang diterimanya,” kata Anas di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Untuk itu, Anas mengatakan akan meminta informasi lebih lanjut kepada inspektorat Kementerian ESDM terkait dengan dugaan pemotongan tukin pegawai di kementerian tersebut.