Sejak tahun 2004 hingga 2022, dari total 1.519 tersangka, ada 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat bersama istrinya yang merupakan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Ary Egahni, digiring petugas seusai resmi menjadi tahanan dan menuju ruang ekspose di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (28/3/2023). Pasangan politikus parpol Partai Golkar dan Partai Nasdem ini ditahan KPK karena kasus pemotongan anggaran disertai penerimaan suap di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Hasil dari pemotongan anggaran serta suap dipergunakan pasangan Bupati dan Anggota DPR RI Komisi III ini untuk dana kampanye pemilihan kepala daerah kabupaten ataupun Gubernur Kalimantan Tengah, juga dana kampanye pemilihan anggota legislatif DPR RI. Total nilai uang korupsi yang diperoleh dan dipergunakan pasangan politikus ini senilai Rp 8,7 miliar.
JAKARTA, KOMPAS — Tertangkapnya Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni, oleh Komisi Pemberantasan Korupsimenunjukkan praktik korupsi politik masih marak terjadi. Aparat penegak hukum diharapkan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mendeteksi adanya transaksi mencurigakan dari aktor politik daerah.
Dalam kasus ini, Ben dan Ary diduga memotong anggaran daerah seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara dan penerimaan suap di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas. Adapun Ary merupakan anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem. Mereka diduga melakukan korupsi untuk mendanai kontestasi di pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif, membayar lembaga survei nasional, dan membiayai kebutuhan hidup.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (29/3/2023), mengatakan, pada Selasa (28/3/2023) tim penyidik telah menggeledah di dua lokasi berbeda di Kabupaten Kapuas. ”Lokasi dimaksud yaitu rumah kediaman pribadi tersangka BBSB (Ben Brahim S Bahat) dan kantor Bupati Kapuas,” kata Ali melalui keterangan tertulis.
Ia menjelaskan, dalam penggeledahan tersebut diamankan bukti berupa dokumen yang dapat menerangkan dugaan perbuatan para tersangka. Penyitaan dan analisis terhadap bukti tersebut segera dilakukan. Selanjutnya, akan dikonfirmasi kepada para saksi yang dipanggil tim penyidik.
Lokasi dimaksud yaitu rumah kediaman pribadi tersangka BBSB (Ben Brahim S Bahat) dan kantor Bupati Kapuas.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri
Marak terjadi
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, penetapan tersangka terhadap Ben dan Ary membuktikan bahwa praktik korupsi politik masih marak terjadi. Dalam kasus ini, dana korupsi digunakan untuk kepentingan politik, seperti mendanai kegiatan politik dan kontestasi pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif, serta pembiayaan lembaga survei.
Maraknya korupsi politik ini juga sejalan dengan data KPK. Sejak tahun 2004 hingga 2022, dari total 1.519 tersangka, ada 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).
Mendekati tahun pemilu, ICW mendesak aparat penegak hukum dapat berkoordinasi secara intens dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mendeteksi adanya transaksi mencurigakan dari aktor politik daerah.
”Mendekati tahun pemilu, ICW mendesak aparat penegak hukum dapat berkoordinasi secara intens dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mendeteksi adanya transaksi mencurigakan dari aktor politik daerah,” kata Kurnia.
Tidak hanya itu, kata Kurnia, kasus yang menjerat Ben dan Ary harus dikembangkan dan tidak terbatas pada pungutan liar atau suap saja. Namun, harus ditelurusi potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
Kurnia menuturkan, sejalan dengan hal tersebut, KPK dapat membandingkan harta kekayaan keduanya yang dilaporkan ke KPK melalui instrumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dengan kondisi terkini. Jika ditemukan ada harta kekayaan yang diduga keras milik mereka, tetapi tidak dilaporkan, patut diduga telah terjadi tindak pidana pencucian uang.
ICW juga mengingatkan KPK agar serius dalam membongkar kejahatan korupsi politik. Sebab, selama ini, terutama saat era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri, lembaga antirasuah itu terbilang melempem jika menangani perkara yang ada irisannya dengan wilayah politik.
Terkait dinasti politik, penetapan tersangka oleh KPK ini mesti dijadikan momentum untuk mengkritisi kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2015. ”Bagaimana tidak, MK seolah menutup mata dengan kondisi faktual politik Indonesia dengan mengedepankan dalih diskriminasi,” kata Kurnia.
Ia menegaskan, dalam iklim demokrasi dan antikorupsi, dinasti politik harus dihindari. Sebab, selain menutup peluang terpilihnya figur lain karena adanya dugaan konflik kepentingan, sumber pembiayaan politik kerabat keluarganya yang ingin maju dalam kontestasi politik kerap kali memanfaatkan dana dari rekan keluarga yang masih menjabat.