Bukan Kepentingan Elektoral, Ini Alasan Kader PDI-P Tolak Tim Israel
PDI-P mengajak semua pihak membantu Presiden Jokowi mencari solusi terbaik terkait polemik tim Israel di Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia tanpa melupakan sejarah, ideologi, serta amanat konstitusi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penolakan atas kehadiran tim Israel dalam Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia oleh para kader PDI-P ditegaskan bukan untuk kepentingan elektoral. Bukan pula untuk menentang Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA. Jauh lebih penting dari itu, sikap penolakan merupakan bentuk kesetiaan pada ideologi dan konstitusi serta penghormatan pada kemanusiaan dan hukum internasional.
”Kalau ada kader PDI Perjuangan yang bersuara, itu karena hal yang fundamental, tidak ada kaitannya dengan elektoral,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas pada Selasa (28/3/2023).
Seperti diketahui, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster yang keduanya kader PDI-P menyuarakan penolakan atas kehadiran tim Israel.
Hal fundamental yang dimaksud Hasto, perspektif ideologis dan konstitusional negara bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa. Dalam kaitan itu, sejak Presiden pertama RI, Indonesia selalu menentang pendudukan Palestina oleh Israel. Bersamaan dengan itu, Indonesia tanpa henti menyuarakan kemerdekaan Palestina di berbagai panggung internasional, bahkan sudah sejak 1955 saat digelar Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung.
”Saya diminta mencari dokumen KAA oleh Ibu Megawati (putri Bung Karno yang juga Ketua Umum PDI-P), dan ditemukan komunike politik tentang dukungan KAA atas kemerdekaan Palestina, lalu di bawahnya persoalan Irian Barat (saat itu masih di bawah pendudukan Belanda). Komunike itu dalam artikel tersendiri. Artinya, dukungan pada Palestina karena nomor satu, jauh lebih penting, dan di situ Bung Karno memasukkan kepentingan nasional Indonesia untuk Irian Barat,” ujarnya.
Dengan KAA, Hasto melanjutkan, kepemimpinan Indonesia terus melesat hingga Gerakan Non Blok, Konferensi Negara-negara Berkembang (Conefo), dan Pesta Olahraga Negara-negara Berkembang (Ganefo). ”Di sini olahraga tidak bisa dilepaskan dari politik. Keduanya sama-sama mengedepankan keadilan (sportivitas) dan kemanusiaan,” tambahnya.
Penolakan atas kehadiran tim Israel saat ini juga disebutnya dilatarbelakangi menguatnya Sayap Kanan Israel dan terjadinya tindakan-tindakan kekerasan masif yang merobek nilai kemanusiaan di Tepi Barat.
”Rumah sakit saja di bom. Menteri Keuangan Israel dengan sombongnya menegaskan bangsa Palestina tidak ada. Setting sosial politik ini tidak hanya bertentangan dengan nilai kemanusiaan, tetapi juga mengabaikan hukum internasional melalui Resolusi PBB,” ucapnya.
Atas tragedi kemanusiaan dan tidak adanya kepatuhan terhadap hukum internasional itulah, seharusnya seluruh warga bangsa Indonesia berani bersikap menolak Israel. Sikap ini bukan menentang FIFA, tetapi menghormati kemanusiaan dan hukum internasional.
”Kita percaya bahwa FIFA seharusnya tidak memandulkan kemanusiaan dalam event sepak bola. Jadi, sekiranya FIFA memberi sanksi, itu sanksi terhadap Indonesia, artinya itu konsekuensi karena kita membela kemanusiaan yang kita pegang dalam pergaulan internasional, bukan menolak FIFA,” ucap Hasto.
Bung Karno, Hasto melanjutkan, telah menegaskan bahwa kemanusiaan itu identik dengan internasionalisme. Kemanusiaan juga bertujuan untuk memerangi kolonialisme dan imperialisme dalam seluruh aspek kehidupan.
Awal Maret 2022, FIFA bersama Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) pernah memutuskan mencoret Rusia dari kualifikasi Piala Dunia 2022 dan dilarang untuk mengikuti seluruh kompetisi internasional di bawah FIFA dan UEFA. Dasar dari keputusan ini adalah invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut Hasto, penolakan yang disuarakan para kader PDI-P juga untuk menjaga sekaligus sebagai bentuk rasa sayang kepada Presiden Jokowi.
”Mengapa partai tidak bersikap resmi saat ini? Sebab, kita tidak ingin dibenturkan dengan Pak Jokowi oleh kaum oportunis yang memanfaatkan isu ini. Kelompok radikal agama pun mulai siap-siap menggunakan momentum itu. Perjuangan membela Palestina bukan karena agama, tetapi karena watak politik luar negeri bebas aktif yang menolak berbagai penindasan yang antikemanusiaan,” tambahnya.
Presiden Jokowi dan pemerintah tidak bisa disalahkan atas polemik terkait tim Israel tersebut. Presiden dinilai ingin mengangkat harkat dan martabat bangsa melalui sepak bola. ”Jadi, ini semua terjadi karena lemahnya pemahaman terhadap sejarah. Kita tidak bisa salahkan pemerintah, itu karena pemahaman kita terhadap politik internasional dalam pengertian luas menurun,” ujarnya.
Hasto pun mengajak semua pihak untuk belajar dari kasus ini. Tak hanya itu, membantu Presiden Jokowi mencari solusi terbaik dengan lobi, termasuk berharap pada Ketua Umum PSSIErick Thohir, bisa mencari solusi terbaik dalam komunikasinya dengan pihak FIFA.
”Sekiranya ada yang berpendapat, ’Kan Arab Saudi, Maroko, UEA, Bahrain, dan lain-lain sudah berubah sikapnya terhadap Israel,’ maka kita harus mengatakan, justru dalam hal yang berkaitan dengan aspek sangat fundamental, kita kokoh pada prinsip,” katanya.
Dalam kesetiaan pada prinsip itu, Indonesia akan dihormati dan punya marwah.
Selain itu, Hasto mengingatkan, Bung Karno juga pernah menyampaikan bahwa bangsa itu suatu jiwa, kehendak atas perasaan senasib sepenanggungan, negara bangsa, dan satu cita-cita nasional. Dalam konteks ini, solusi yang menyebutkan bahwa Israel bisa datang ke Indonesia asalkan tidak ada lagu kebangsaan dan bendera Israel merupakan argumen yang tidak memahami makna hakikat bangsa dalam alam pikir Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya.
Saat ini, solusi terkait polemik tim Israel tengah dicari oleh pemerintah. Ketua Umum PSSI Erick Thohir juga berangkat ke markas FIFA di Zurich, Swiss, untuk berbicara dengan pimpinan FIFA. Ia yakin Indonesia tetap bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, Kompas (28/3/2023).
Melalui akun Twitter-nya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, pemerintah kini masih mencari penyelesaian di tengah dua prinsip yang dipegang selama ini. Prinsip dimaksud, Indonesia tidak akan berdiplomasi dengan Israel selama negara tersebut tidak mengakui Palestina, serta prinsip bahwa Indonesia berusaha untuk tetap ikut aktif di FIFA.