Jelang Pemilu, Kepala Daerah Diingatkan agar Jangan Korupsi
Sepanjang 2023, KPK belum melakukan operasi tangkap tangan. Namun, KPK tetap mengingatkan kepala daerah untuk tidak melakukan korupsi. Jangan pula menjadikan tingginya biaya politik sebagai alasan melakukan korupsi.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
AYU NURFAIZAH
Sejumlah pejabat negara hadir dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Kementerian/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator MCP 2023 di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri meminta kepala daerah untuk mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang bersih walaupun KPK sepanjang 2023 belum melakukan operasi tangkap tangan. Bagi petahana, Firli pun mengingatkan agar tak menjadikan biaya politik menghadapi kontestasi pemilihan kepala daerah 2024 sebagai alasan melakukan korupsi.
”Jangan jadikan mahalnya biaya politik sebagai alasan korupsi. Pada 2023 ini memang belum ada yang tertangkap tangan KPK. Namun, surat perintah penyidikan sudah banyak kami keluarkan,” kata Firli dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Kementerian/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) 2023 di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Acara ini juga dihadiri kepala daerah dari seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Empat kepala daerah yang memimpin provinsi baru hasil pemekaran, yaitu Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan, juga hadir.
”Jabatan penjabat gubernur ini bisa didapatkan tanpa uang politik. Maka dari itu, tunjukkan tata kelola pemerintahan bersih tanpa korupsi. Ke depan juga ada 18 penjabat gubernur lain yang akan ditunjuk,” kata Firli.
Selama 2006-2022, sebanyak 1.519 orang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Pada 2022, KPK telah menyelamatkan Rp 76,6 triliun uang negara dan menahan 127 tersangka.
Ia mengingatkan kepala daerah tentang pentingnya sistem kelola pemerintahan daerah yang bersih, termasuk pencegahan korupsi. Sebanyak 54 persen dari total kasus yang pernah ditangani KPK terjadi di tingkat daerah. Rinciannya, 13 persen terjadi di tingkat provinsi dan 41 persen terjadi di kabupaten dan kota.
Selain itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama 2022 juga mengidentifikasi terdapat kecurangan Rp 37,01 triliun dengan total yang diselamatkan BPKP Rp 76,32 triliun. ”Kalau dibandingkan dengan optimalisasi penerimaan negara yang bisa kami bantu di kementerian/lembaga dan daerah yaitu Rp 117,64 triliun pada 2022,” ujar Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh.
Berdasarkan data BPKP, kapabilitas pengendalian kecurangan di daerah masih rendah. Ketiga infrastruktur yang tergolong lemah meliputi kebijakan antikorupsi sebesar 48 persen, sistem antikorupsi 38 persen, dan dukungan sumber daya 40 persen. Adapun pengendalian risiko dan saluran pelaporan juga masih lemah. Indikator yang dilihat meliputi penilaian dan mitigasi risiko korupsi sebesar 20 persen, saluran pelaporan internal yang efektif dan kredibel sebesar 40 persen, dan kepemimpinan etis 52 persen.
”Monitoring center for prevention (MCP) penting untuk mengawal akuntabilitas pembangunan daerah. Dalam hal ini, pengurangan risiko kecurangan perlu disikapi dengan kapabilitas pengelolaan risiko,” kata Ateh.
MCP merupakan platform yang dikembangkan KPK untuk memantau capaian kinerja program pencegahan korupsi. Platform ini dikembangkan sejak 2016 sebagai wadah perbaikan tata kelola pemerintahan, termasuk pemerintah daerah. Pada 2021, KPK bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan BPKP.
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko mengatakan, berdasarkan MCP, terdapat delapan area rawan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Area tersebut meliputi perencanaan dan anggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan aparat pengawas internal pemerintah (APIP), manajemen aparatur sipil negara (ASN), optimalisasi pajak daerah, pengelolaan barang milik daerah, serta tata kelola desa.
”Hasil temuan KPK ini kami jadikan indikator dalam MCP. Delapan area ini dikembangkan jadi 30 indikator dan 63 sub-indikator,” kata Didik.
Muhammad Yusuf Ateh bersiap dilantik menjadi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Belum tersentuh
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan, setiap tahun terdapat evaluasi dari berbagai data, seperti hasil audit dan laporan masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah. Hasil evaluasi ini mampu memetakan area-area rawan korupsi.
”Pasti ada kontribusi MCP dalam memperbaiki tata pemerintahan daerah menjadi lebih tertib. Namun, belum tentu perbaikan ini secara otomatis mencegah terjadinya korupsi di daerah,” ujar Zaenur.
Korupsi di daerah sangat dipengaruhi korupsi politik, utamanya dari kewenangan kepala daerah yang besar di era otonomi daerah. Berbagai korupsi di daerah tidak lepas dari peran kepala daerah yang berupaya memperoleh keuntungan pribadi dalam perizinan, pengadaan barang dan jasa, hingga pengisian jabatan publik.
”Area-area ini yang tidak tersentuh oleh MCP karena berada di lingkup korupsi politik yang tidak diakomodasi oleh MCP,” kata Zaenur.
Menurut dia, tantangan untuk memperbaiki korupsi di daerah tidak sekadar memperbaiki birokrasi, tetapi juga iklim politik. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari siklus korupsi di mana semua berawal dari politik berbiaya tinggi saat pemilihan kepala daerah.