Integritas hakim tak bergantung pada aturan perundang-undangan. Karena itu, tidak diperlukan lagi aturan baru yang menyangkut pembinaan hakim.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum ,dan Keamanan Mahfud MD dalam acara Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun Ikatan Hakim Indonesia yang disiarkan secara daring di Jakarta, Senin (20/3/2023). Mahfud memberikan pandangannya terkait integritas hakim pada sesi bincang-bincang Ikahi.
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini sudah cukup untuk membentengi hakim dari perbuatan tercela. Oleh karena itu, aturan baru untuk menjaga integritas hakim tak diperlukan lagi. Terlebih, integritas hakim tak bergantung pada aturan perundang-undangan yang ada.
”Integritas itu tidak tergantung dari aturan. Jadi, sebaiknya kita berhenti membuat aturan yang menyangkut penataan Mahkamah Agung dan pembinaan hakim,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam acara Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-70 Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) yang disiarkan secara daring di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Mahfud menjelaskan, undang-undang yang berlaku saat ini sudah lengkap mengatur pedoman teknis peradilan dan peningkatan kapasitas hakim secara personal sehingga semestinya hakim mampu memahami dinamika perkembangan masyarakat. Penerbitan aturan baru justru dikhawatirkan akan menimbulkan celah manipulasi baru.
Integritas itu tidak tergantung dari aturan. Jadi, sebaiknya kita berhenti membuat aturan yang menyangkut penataan Mahkamah Agung dan pembinaan hakim.
Ada kemungkinan, pasal-pasal baru dijadikan dasar bagi pihak-pihak di persidangan untuk memperkuat argumen dan pembuktiannya. Saat adu argumen tersebut terjadi antarpihak, terbuka potensi ”jual-beli” di persidangan jika moral dan integritas lemah.
Ia secara khusus menyebutkan satu putusan majelis hakim yang mengejutkan masyarakat dan dinilai mencurigakan adalah putusan vonis lepas pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya, pada 24 Januari 2023 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Majelis hakim menyatakan kasus tersebut bukan tindak pidana, melainkan perdata. Atas putusan janggal ini, pemerintah melawannya karena, menurut Mahfud, hakim hanya mengandalkan logika-logika pasal dalam putusannya.
”Bagi saya, hakim yang bagus, berintegritas, bisa mempertemukan akal sehat publik kemudian hati nurani dan pasal-pasal hukum yang resmi,” ujar Mahfud.
REBIYYAH SALASAH
Para korban kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam Indosurya menunjukkan poster saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (18/12/2022). Mereka menuntut majelis hakim memutuskan agar aset terdakwa yang disita dikembalikan ke mereka, alih-alih diserahkan ke negara.
Sementara itu, Ketua MA periode 2001-2008, Bagir Manan, berpendapat, integritas masuk ke dalam ranah etik, bukan hukum. Menurut dia, setidaknya ada dua aturan kode etik hakim, yakni penegakan disiplin atas kemauan sendiri dan kemauan untuk menahan diri.
”Integritas adalah melakukan sesuatu dengan cara terbaik untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik. Agar integritas ini berjalan dengan baik, ada sumpah jabatan yang perlu ditaati hakim. Namun, sumpah itu bukan semata-mata sebagai awal memulai pekerjaan sebagai hakim,” tuturnya.
Kesalehan akademik
Mukti Fajar mengingatkan, integritas tidak menjadi satu-satunya yang diperlukan seorang hakim dalam menangani perkara, tetapi kapasitas kemampuan intelektual. Hakim, ujarnya, harus memiliki kesalehan akademik.
Penguasaan ilmu hukum dapat menjadikan argumentasi mudah diputarbalikan. Namun, jika hakim memiliki kapasitas kemampuan intelektual berdasarkan kesalehan akademik, argumentasi tersebut akan runut, logis, wajar, dan memberi rasa keadilan.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Mukti Fajar Nur Dewata menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan sebagai guru besar, Rabu (25/5/2022), di Gedung Sportorium UMY, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam menjalankan tugas, para hakim juga dituntut mampu memilih tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, khususnya saat menangani suatu perkara. Selain itu, dalam menjaga integritas moral, hakim juga harus konsisten menahan godaan, ancaman, atau intervensi.
Hakim pun harus sadar bahwa mereka tidak hidup dalam ruang yang imun. Mereka hidup dalam realitas politik, sosial, dan budaya sehingga hakim harus bisa menangkap realitas yang ada dan menuangkannya dalam putusan. Dengan demikian, argumentasi hakim dalam putusan nantinya bisa memberikan rasa keadilan. ”Sebab, ada adagium, putusan hakim adalah mahkota hakim. Anda layak menggunakan mahkota ketika putusan Anda benar-benar adil,” katanya.
Adapun Bagir Manan dalam paparannya menekankan pentingnya soal kejujuran, keluruhan budi, taat hukum, dan menjadi orang yang selalu dapat dipercaya dalam diri hakim. ”Integritas adalah melakukan sesuatu dengan cara terbaik untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik. Agar integritas ini berjalan dengan baik, ada sumpah jabatan yang perlu ditaati hakim. Namun, sumpah itu bukan semata-mata sebagai awal memulai pekerjaan sebagai hakim,” katanya.
Akademisi Rocky Gerung berpendapat, kebutuhan dasar hakim yang tidak terpenuhi menjadi salah satu faktor hilangnya integritas hakim. ”Gaji hakim di daerah Rp 7 juta-Rp 10 juta. Bahkan, sampai 27 turunan mereka tidak mampu sekadar membeli velg mobil Rubicon. Bahkan, untuk pergi ke pengadilan, mereka harus menggunakan mobil pengacara karena negara tidak menyediakan mobil. Itu kondisi kita,” tutur Rocky. Jika melihat secara rasional, negara perlu memastikan kebutuhan dasar para hakim, khususnya di daerah, terpenuhi.