Kasus Lima Polisi Calo, Kompolnas: Jangan Bebani Kapolri
”Kami berharap ke depan para kepala satuan wilayah dan kepala satuan kerja melaksanakan reformasi kultural Polri secara konsisten. Jangan sampai membebani Kapolri,” kata anggota Kompolnas, Poengky Indarti.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
DOKUMENTASI LEMDIKLAT POLRI
Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdiyanto memakaikan baju perawat kepada para bintara berkompetensi khusus perawat dan bidan yang baru dilantik dalam acara pelantikan, Senin (31/8/2020), sebagai simbol penyerahan dari Lemdiklat Polri kepada Pusdokkes Polri.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas mengapresiasi sikap tegas Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang memerintahkan lima polisi yang menjadi calo penerimaan bintara Polri tahun 2022 diberhentikan tidak dengan hormat atau dipidana. Kompolnas juga meminta jajaran kepolisian menjadikan ketegasan sikap Kapolri tersebut sebagai pedoman.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, di Jakarta, Minggu (19/3/2023), menyampaikan hal tersebut menanggapi perintah Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo terkait lima anggota polisi yang menjadi calo dalam penerimaan bintara Polri 2022 di Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Perintah Kapolri bahwa lima personel Polri yang terlibat dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau proses pidana tersebut dinilai Poengky, selain memberikan efek jera, sekaligus merupakan upaya untuk memperbaiki institusi Polri.
”Kami berharap ke depan para kepala satuan wilayah dan kepala satuan kerja melaksanakan reformasi kultural Polri secara konsisten. Jangan sampai membebani Kapolri dan menunggu perintah beliau,” kata Poengky.
Sebelumnya, lima polisi calo penerimaan dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri. Mereka adalah Komisaris AR, Komisaris KN, Ajun Komisaris CS, Brigadir Kepala (Bripka) Z, serta Brigadir EW. Kelimanya terbukti memungut uang antara Rp 350 juta hingga Rp 750 juta dalam proses penerimaan bintara Polri 2022 di wilayah Polda Jateng. Komisaris AR, Komisaris KN, serta Ajun Komisaris CS dijatuhi sanksi demosi selama dua tahun. Sementara itu, Bripka Z dan Brigadir EW dijatuhi penempatan khusus (patsus) selama 21 hari. Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Iqbal Alqudusy mengatakan, kelimanya akan dimutasi ke luar Pulau Jawa.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, seusai mengikuti acara di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Menurut Poengky, sanksi ringan berupa demosi dan patsus terhadap kelima personsl tersebut menunjukkan ketidaktegasan Kapolda Jateng dalam menangani kasus suap tersebut. Padahal, tindakan tersebut jelas termasuk ranah pidana korupsi. Dengan demikian, para pelaku tersebut seharusnya juga diproses pidana.
Kompolnas, lanjut Poengky, juga mengkritik kebijakan memindahkan para pelaku ke luar Jawa. Kebijakan itu tidak berbeda dengan kebiasaan buruk pemerintah masa kolonial dan Orde Baru yang menghukum mereka yang dianggap bermasalah ke luar Jawa. Sebaliknya, hal itu justru mendiskriminasi kepolisian di luar Jawa yang malah diberi personel bermasalah, bukannya mereka yang berprestasi.
Sementara itu, dalam keterangan tertulis, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyatakan, perintah PTDH atau proses pidana kepada kelima personel kepolisian yang menjadi calo tersebut telah disampaikan kepada Kapolda Jateng serta Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jateng. Listyo juga meminta agar tidak ada personel kepolisian yang bermain-main lagi dengan masalah serupa.
”Karena kita semua sudah serius. Saya lihat teman-teman ini sudah luar biasa, tapi kalau kemudian di luar masih ada bermain-main, menembak di atas kuda, mau apa jadinya kita. Tetap persepsi selalu akan begitu,” kata Listyo.
Tidak hanya kasus di Polda Jateng, Listyo juga mengatakan, dirinya mendapatkan laporan dan aduan tentang adanya proses transaksional di jalur Sekolah Inspektur Polisi (SIP). Terhadap laporan tersebut, lanjut Listyo, dirinya langsung menindak tegas personel yang terlibat.
”Jadi, kehormatan kita sama-sama, untuk menunjukkan SDM Polri tidak seperti itu. Kalaupun ada, itu adalah orang yang memanfaatkan dan kalau itu masih polisi dan ketahuan, kita proses keras,” ujar Listyo.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menjawab pertanyaan wartawan seusai meninjau lokasi permukiman warga yang terdampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3/2023).
Terkait perintah tegas Kapolri tersebut, Poengky menuturkan, Kompolnas melihat bahwa Kapolri sedang berupaya keras untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang turun akibat kasus yang melibatkan bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dan bekas Kepala Polda Sumatera Barat Teddy Minahasa. Momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut dapat rusak karena kasus suap seleksi bintara Polri tersebut.
Kompolnas juga mengharapkan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Syahardiantono memantau penanganan kasus yang dilakukan oleh Bidang Propam Polda Jateng. Hasil penanganan kasus ini perlu disampaikan secara transparan kepada publik. Poengky juga berharap kasus ini menjadi kasus terakhir. Sebab, untuk menjadi institusi yang unggul (excellent), profesionalisme dan sikap antikorupsi adalah sebuah keharusan.
”Oleh karena itu, perlu fokus pada proses seleksi calon anggota Polri yang bersih agar Polri tidak tersandera orang-orang yang mencari keuntungan dan justru tidak dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik," kata Poengky.
Secara terpisah, pengamat kepolisian Bambang Rukminto berpandangan, sanksi ringan yang dijatuhkan kepada lima personel yang bertindak sebagai calo tersebut di satu sisi tidak mengejutkan. Sebab, bisa saja sanksi tersebut mengacu pada sanksi yang dijatuhkan bagi Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang tetap menjadi personel kepolisian meski terbukti terlibat dalam kasus berat, yakni pembunuhan berencana.
DOKUMENTADI PRIBADI
Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).
Namun, sanksi ringan dari Polda Jateng bagi kelima personel kepolisian itu tidak sejalan dengan semangat pembenahan yang kini tengah didorong oleh Kapolri. Terlebih, tindakan pungli jelas merupakan tindak pidana yang seharusnya ditindaklanjuti dengan proses pidana. Terkait sanksi tegas Kapolri, Bambang mengapresiasi peran publik yang dengan caranya sendiri, termasuk melalui media sosial, terus mengawasi dan mengkritik kinerja kepolisian yang dianggap tidak sesuai harapan publik. Meski di satu sisi harapan publik tersebut bisa bias dengan rasa emosional sesaat, di sisi lain publik dinilai sudah bersikap skeptis ketika berhadapan dengan kinerja kepolisian.
”Kalau ada kasus yang terindikasi melibatkan internal polisi, sering kali prosesnya menjadi berputar-putar dan panjang, seolah ada yang ditutupi. Masalahnya, dugaan masyarakat dikonfirmasi ketika polisi kemudian menganulir pernyataannya sendiri, misalnya dalam kasus Ferdy Sambo dan kasus kecelakaan mahasiswa Universitas Indonesia,” kata Bambang.