DPR Minta Pemerintah Berikan Uang Penghargaan Penyelenggara Pemilu 2014
Pemerintah diingatkan memberikan uang penghargaan kepada penyelenggara Pemilu 2014 meskipun UU Pemilu telah direvisi. Sebelumnya, hal itu berkali-kali diajukan kepada Presiden, tetapi tak juga ada realisasi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Deklarasi Kampanye Berintegritas Pemilu 2014 yang diikuti pimpinan partai politik peserta Pemilu 2014 di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Sabtu (15/3/2014). Kampanye pemilu legislatif berlangsung dari 16 Maret-5 April 2014.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II DPR meminta pemerintah segera memberikan uang penghargaan kepada penyelenggara Pemilu 2014 yang hingga saat ini belum dibayarkan. Meskipun undang-undang pemilu telah direvisi, tidak semestinya pemerintah menghilangkan hak yang seharusnya diterima para penyelenggara pemilu.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), harus segera membayarkan uang penghargaan kepada penyelenggara Pemilu 2014. Sebab, hingga sembilan tahun usai melaksanakan tugas, pemerintah tidak kunjung memberikan hak yang mestinya mereka terima. Padahal, uang penghargaan tersebut merupakan perintah undang-undang.
”Itu padahal perintah undang-undang. Coba, negara tidak mengindahkan perintah undang-undang karena alasan tidak punya uang,” ujar legislator dari Fraksi Partai Golkar, di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Uang penghargaan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2003.
Uang penghargaan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2003 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Beserta Perangkat Penyelenggara Pemilu serta Pimpinan dan Anggota Panitia Pengawas Pemilu. PP tersebut merupakan aturan turunan dari UU No 12/2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Pada Pasal 5 Ayat (1) di dalam PP tersebut disebutkan bahwa kepada ketua, wakil ketua, dan anggota KPU; ketua dan anggota KPU provinsi; serta ketua dan anggota KPU kabupaten/kota pada akhir masa jabatannya berhak mendapatkan uang penghargaan. Pada saat itu, penyelenggara yang terlibat terdiri dari tujuh anggota KPU, 170 anggota KPU provinsi, dan 2.570 anggota KPU kabupaten/kota. Besarnya uang penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan keputusan presiden (Pasal 5 Ayat (2)).
Sementara dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Pemberian Uang Kompensasi/Penghargaan bagi Ketua dan Anggota KPU, Ketua dan Anggota KPU Provinsi, dan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten/Kota sebagai Penyelenggara Pemilu 2009 disebutkan, uang penghargaan untuk ketua KPU sebesar Rp 51,75 juta dan anggota KPU Rp 45 juta.
Selanjutnya nominal uang penghargaan untuk ketua KPU provinsi Rp 21,6 juta dan anggota KPU provinsi Rp 18 juta. Adapun uang penghargaan kepada ketua KPU kabupaten/kota Rp 14,4 juta dan anggota KPU kabupaten/kota Rp 10,8 juta.
Menurut Doli, masalah uang penghargaan kepada penyelenggara Pemilu 2014 harus segera diselesaikan. Sekalipun UU No 12/2003 tentang Pemilu telah direvisi menjadi UU No 7/2017, bukan berarti menghilangkan hak dari penyelenggara Pemilu 2014 yang sudah diatur sebelumnya. ”Jangan sampai yang seharusnya menerima hak menjadi tidak diberikan karena pemerintah selama ini tidak mau memberikan,” katanya.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, KPU sudah beberapa kali bersurat kepada Presiden Joko Widodo untuk menindaklanjuti perintah UU tersebut. Komunikasi dilakukan sejak KPU periode lalu, tetapi belum membuahkan hasil. Salah satu kendalanya adalah UU No 7/2017 yang merupakan revisi dari UU 12/2003 tidak lagi mengatur soal pemberian uang penghargaan kepada penyelenggara pemilu.
Ketentuan soal uang penghargaan pertama kali muncul dalam PP 62/2003 yang menjadi aturan turunan dari UU No 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketika muncul UU No 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, disebutkan pada Pasal 130 bahwa semua peraturan pelaksanaan yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan kode etik penyelenggara pemilu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU tersebut.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) berbincang dengan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung di sela-sela mengikuti Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Bersama Menteri Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Saat UU Pemilu kembali direvisi menjadi UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan kemudian kembali direvisi menjadi UU No 7/2017 tentang Pemilu, tetap ada pasal yang menyatakan semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dinyatakan tetap berlaku.
Telah ajukan gugatan
Mantan anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, menuturkan, KPU periode lalu telah berkali-kali menyurati Presiden untuk memberikan uang penghargaan yang belum diberikan. Para mantan anggota KPU juga berupaya melalui jalur para mantan penyelenggara yang berada di Istana melalui Kantor Staf Presiden. Selain itu, mantan anggota KPU Tegal juga telah melayangkan gugatan class action, tetapi belum ada hasil yang signifikan.
”KPU tidak hanya sekali mencoba mengingatkan presiden, tetapi sudah berkali-kali. Saya dan beberapa perwakilan anggota KPU dari 34 provinsi juga pernah berkirim surat ke Presiden pada Maret 2022,” katanya.
KPU periode lalu telah berkali-kali menyurati Presiden untuk memberikan uang penghargaan yang belum diberikan.
Berdasarkan catatan perjalanan waktu permohonan untuk uang penghargaan bagi anggota KPU penyelenggara Pemilu 2014 yang diterima Kompas, KPU mulai menyurati Presiden Joko Widodo tentang usulan pemberian uang kehormatan pada 27 Maret atau lima bulan sebelum UU 7/2017 disahkan pada 15 Agustus 2017. Pada 10 Oktober 2017, KPU mengirimkan kembali surat yang pernah dikirimkan tentang pemberian uang penghargaan.
Selanjutnya, Menteri Sekretaris Negara menyampaikan surat dari KPU ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) pada 20 Oktober 2017. Menpan dan RB kemudian menyampaikan usulan persetujuan kepada Presiden pada 28 November 2017 yang ditindaklanjuti dengan persetujuan dari Presiden terkait izin prakarsa penyusunan rancangan peraturan presiden tentang pemberian uang penghargaan kepada KPU penyelenggara Pemilu 2014 pada 5 Maret 2018. Menpan dan RB pada 30 April 2018 bersurat kepada Kemenkeu untuk meminta pertimbangan terkait besaran uang penghargaan.
Lini masa permohonan pemberian uang penghargaan bagi anggota KPU penyelenggara Pemilu 2014.
Tiga tahun berselang, pada 10 Mei 2021, KPU kembali memohon persetujuan izin prinsip besaran uang penghargaan kepada Kemenkeu. Pada 23 Juli 2021 Kemenkeu menanggapi surat KPU terkait izin prinsip besaran uang apabila usulan diterima Menpan dan RB. Kemudian pada 11 Maret 2022, KPU kembali berkirim surat kepada Presiden terkait penyusunan rancangan Peraturan Presiden Pemberian Uang Penghargaan.
Hadar mengatakan, para penyelenggara Pemilu 2014 masih menaruh harapan kepada pemerintah untuk melaksanakan amanat UU tersebut. Sebab, perubahan regulasi pemilu tidak menghalangi pemberian uang penghargaan karena dalam pasal peralihan terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Pemilu.