Pendirian KSP Indosurya Diduga Bermasalah, Polisi Kembali Tersangkakan Henry Surya
Dari hasil audit investigasi ditemukan kerugian dana masyarakat yang jumlahnya mencapai Rp 15,9 triliun. Henry Surya dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara Bareskrim Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Henry Surya yang divonis lepas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, Januari lalu, kembali ditetapkan sebagai tersangka, bahkan dijebloskan ke penjara. Kali ini, ia dijerat dengan delik pemalsuan dan tindak pidana pencucian uang oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Whisnu Hermawan dalam jumpa pers, Kamis (16/3/2023), mengatakan, dari penyidikan ditemukan bahwa pada tahun 2012, Henry Surya sebagai Direktur Utama Indosurya Finance mengeluarkan produk perbankan, yakni surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN). Namun, saat itu regulator menegur dan menyatakan bahwa perusahaan tidak boleh menerbitkan surat utang jangka menengah.
”Untuk itu, Saudara HS (Henry Surya) ini dengan niat jahatnya seolah-olah membuat koperasi, Koperasi Indosurya. Kami telah menemukan petunjuk, bukti bahwa perbuatan atau Koperasi Indosurya tersebut cacat hukum,” kata Whisnu.
Dugaan tersebut muncul setelah penyidik memeriksa 21 saksi yang berasal dari karyawan KSP Indosurya, pegawai dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, ahli, serta notaris. Dalam perkembangannya, KSP Indosurya mengumpulkan dana masyarakat hingga berjumlah Rp 106 triliun dan mengalami gagal bayar pada 2020.
Dari hasil audit investigasi, terjadi kerugian dana masyarakat yang jumlahnya mencapai Rp 15,9 triliun. Berdasarkan alat bukti berupa dokumen, keterangan para saksi, ahli, petunjuk, dan informasi, penyidik kemudian melakukan gelar perkara yang menghasilkan keputusan untuk menetapkan Henry sebagai tersangka.
Oleh karena itu, penyidik kemudian menetapkan Henry sebagai tersangka dan melakukan penahanan sejak 15 Maret 2023 di Rumah Tahanan Negara Bareskrim Polri. Henry disangka melanggar Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemalsuan dokumen, Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan akta otentik, serta tindak pidana pencucian uang.
Menurut Whisnu, awal mula pendirian KSP Indosurya menjadi fokus penyidik karena diduga akta pendirian KSP Indosurya tidak benar. Sebab, pendirian sebuah koperasi yang seharusnya dilakukan melalui berita acara rapat pendirian koperasi tidak benar-benar terjadi. Dengan demikian, surat-surat untuk mendirikan KSP Indosurya diduga dipalsukan oleh tersangka Henry dengan tujuan untuk memasarkan surat utang jangka menengah.
”(KSP Indosurya) Dia tidak ada anggota, tidak punya sistem seperti koperasi, sistem yang berbeda, ini yang kami ungkap di sini. Jadi, berbeda dengan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh tersangka dan kawan-kawan pada perkara yang lama,” kata Whisnu.
Whisnu merujuk pada kasus penipuan dan penggelapan yang mendudukkan Henry sebagai terdakwa hingga akhirnya divonis lepas di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Pada kasus itu, Henry didakwa dengan Pasal 46 Ayat (1) tentang Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kedua adalah Pasal 378 KUHP, dan ketiga Pasal 372 KUHP. Dan dakwaan kedua, pertama adalah Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kedua Pasal 4 juncto Pasal 10 UU yang sama.
Masih terkait dengan KSP Indosurya, lanjut Whisnu, penyidik bersama kejaksaan masih menelusuri aset yang terkait dengan tindak pidana tersebut. Diperkirakan terdapat aset dengan nilai sekitar Rp 3 triliun yang sedang dikejar aparat. Sementara dari kasus sebelumnya telah disita aset senilai Rp 2,4 triliun.
Whisnu mengatakan, kasus tersebut masih akan dikembangkan. Ia pun tidak menampik kemungkinan adanya tersangka baru. Sebab, pidana pemalsuan semacam itu memperlihatkan adanya pihak yang membuat dan adanya pihak yang menggunakan.
Dalam kesempatan itu, Whisnu memastikan bahwa Henry tak akan lagi divonis lepas sebagaimana kasus sebelumnya. Untuk itu, sejak awal pihaknya terus berkoordinasi dengan kejaksaan. ”Jadi, hubungan kami dengan jaksa sangat baik,” katanya.
Secara terpisah, kuasa hukum Henry Surya, Soesilo Aribowo, mengatakan, pihaknya menyayangkan bahwa proses pidana yang diproses kepolisian dilakukan pada saat proses hukum sebelumnya belum selesai. Sebab, saat ini Henry Surya masih menjalani proses hukum terkait adanya kasasi dari jaksa dalam perkara sebelumnya. ”Sebenarnya akan sangat bijak kalau proses pidana baru ini dilakukan setelah ada kejelasan putusan kasasi,” kata Soesilo.
Terkait dengan pasal yang disangkakan kepada kliennya, Soesilo menilai bahwa kasus tersebut masih sama dengan sebelumnya. Sebab, dugaan pemalsuan akta pendirian KSP Indosurya beserta saksi-saksinya sudah pernah diperiksa, diadili, serta dipertimbangkan dalam putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan hasil KSP Indosurya tetap sah sebagai koperasi.
Menurut dia, dugaan pidana yang baru tersebut mestinya dilakukan perbarengan (concursus). Sebab, ketika dilakukan secara terpisah atau parsial, maka hal itu menjadi pelanggaran hak asasi manusia. ”Kami akan menggunakan hak-hak hukum klien sebagai tersangka guna melakukan pembelaan,” ujarnya.