Kala Si Miskin Menyaksikan Ulah Pejabat Pajak
Keinginan agar pejabat yang korupsi ditindak tegas oleh KPK disampaikan ibu-ibu melalui aksi teatrikal mencuci baju. Mereka resah akan transaksi mencurigakan yang diduga terjadi di kalangan pejabat Kementerian Keuangan.

Lima perempuan anggota Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menampilkan aksi teatrikal mencuci baju di halaman Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Aksi tersebut sebagai simbol dorongan agar KPK mengusut tuntas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dan lembaga negara lainnya.
Raut gelisah terlihat jelas di wajah Sinah (57), salah satu pedagang kopi dari Jakarta Barat. Ia ikut menyuarakan kegundahannya terhadap banyaknya pejabat pajak yang diduga memiliki harta kekayaan dengan tidak wajar, termasuk diduga melakukan penyelewengan uang negara, di halaman Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Sinah merupakan salah satu dari ratusan masyarakat yang menjadi anggota Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI). Sebagian besar dari mereka perempuan paruh baya yang menggantungkan hidupnya dari sektor informal seperti bekerja sebagai buruh cuci pakaian dan pedagang kecil. Mereka gelisah dengan banyaknya pejabat Kementerian Keuangan yang diperiksa KPK di saat masih banyak warga miskin yang membutuhkan bantuan sosial.
Harapan Sinah untuk mendapatkan bantuan sosial sangat besar karena sudah dua tahun belum bisa membayar sewa rumah susun yang ditempatinya bersama anaknya yang bekerja sebagai pengamen. Ia sudah kehabisan modal untuk berdagang, apalagi Sinah sudah menjanda sejak suaminya meninggal delapan tahun yang lalu. Ironisnya, Sinah belum pernah mendapatkan bantuan sosial.
”(Rusun) masih disegel, tetapi saya tetap di situ. Disegel hampir dua tahun ini karena dagang susah, sepi. Boro-boro buat bayar (sewa) rumah, buat makan susah,” tutur Sinah.
Baca Juga: KPK Akan Serahkan Data 134 Pegawai Pajak Pemilik Saham ke Kemenkeu

Sinah (57), pedagang kopi dari Jakarta Barat.
Meskipun Sinah kesulitan untuk makan sehari-hari, ia masih menaruh perhatian terhadap maraknya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Ia sedih ketika banyak rakyat yang kesulitan makan, tetapi masih ada pejabat negara yang korupsi dan bergaya hidup mewah.
Keinginan agar para pejabat yang korupsi ditindak tegas oleh KPK pun disampaikan ibu-ibu melalui aksi teatrikal mencuci baju. Di ember mereka tertulis birokrat pencuri uang rakyat, mafia pajak, mafia bea cukai, mafia tanah, dan mafia ilegal logging. Selanjutnya, mereka memberikan sikat dan baju yang sudah dicuci bersih kepada perwakilan KPK.
Sedih ketika banyak rakyat yang kesulitan makan, tetapi masih ada pejabat negara yang korupsi dan bergaya hidup mewah.
Sekretaris Nasional SPRI Dika Moehammad mengungkapkan, mereka resah dengan skandal yang diduga terjadi di Kementerian Keuangan. Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, selama tahun 2009-2023, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mengendus adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun yang bergerak di Kementerian Keuangan.
Dalam dialog dengan masyarakat Indonesia di Melbourne, Australia, Kamis (16/3) malam, Mahfud mengatakan, ia dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertekad memperbaiki birokrasi dari korupsi. Meskipun Sri Mulyani menyatakan bahwa itu bukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Mahfud menegaskan bahwa masalah ini tidak boleh berhenti begitu saja dan harus dijelaskan kepada publik. Mahfud sudah mengagendakan rapat dengan PPATK dan Kemenkeu untuk membuat terang masalah ini pada pekan depan.
Baca Juga: Klarifikasi Kekayaan Rafael Alun Trisambodo, KPK Libatkan Pemeriksa Senior

Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menyampaikan aspirasi di halaman Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Mereka meminta agar KPK meringkus mafia pencucian uang di Kementerian Keuangan dan lembaga negara lainnya.
Menurut Dika, kasus ini harus diusut tuntas oleh KPK. Ia juga berharap agar transaksi mencurigakan di lembaga negara lain ikut diselidiki. ”Yang membuat kami sedih adalah kami selama ini konsen memperjuangkan agar alokasi anggaran negara untuk biaya perlindungan sosial rakyat miskin agar diperbesar. Akan tetapi, ketika kami berjuang meminta alokasi anggaran yang terbesar untuk perlindungan sosial, jawaban negara selalu tak cukup uang, tak ada uang,” ujar Dika.
Jawaban tak cukup uang itu, kata Dika, berbanding terbalik dengan pejabat dan keluarganya yang memamerkan kemewahan. Padahal, berdasarkan catatan SPRI, ada sebanyak 2,3 juta keluarga miskin di Indonesia yang tidak mendapatkan bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH).
Hal itu terjadi karena terbatasnya anggaran yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun 2023, pemerintah hanya mengalokasikan dana PKH sebesar Rp 28,7 triliun untuk 10 juta keluarga miskin.
Baca Juga: Kasus Rafael Alun Trisambodo Masuk Penindakan KPK

Sekretaris Nasional Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad
Dika berharap uang hasil penyimpangan, korupsi, ataupun penggelapan yang dilakukan oleh pejabat yang disita oleh negara bisa dialokasikan untuk menambah anggaran perlindungan sosial. Itu menjadi salah satu konsekuensi paling konkret dalam upaya pengentasan kemiskinan. Sebab, rakyat telah mengetahui bahwa pondasi pendapatan negara bersumber dari rakyat melalui pungutan pajak.
Di sisi lain, pejabat yang mencuri uang rakyat ditindak tegas. Ia ingin mereka dimiskinkan untuk memberikan efek jera. ”Orang miskin sudah bertubi-tubi dibuat kecewa oleh kebijakan negara yang tidak berpihak, perilaku pejabat negaranya korup, menyimpang, dan sebagainya. Jadi, saya pikir untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat Indonesia, saya pikir itu harus diusut tuntas, dimiskinkan semiskin-miskinnya,” kata Dika menegaskan.
Dika berharap uang hasil penyimpangan, korupsi, maupun penggelapan yang dilakukan oleh pejabat yang disita oleh negara bisa dialokasikan untuk menambah anggaran perlindungan sosial.
Pemeriksaan pejabat pajak
Ketika masyarakat gelisah untuk bisa makan sehari-hari, raut khawatir tampak di wajah Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro, Kamis (16/3), yang diperiksa di KPK untuk penyelidikan terhadap harta kekayaan bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. KPK menemukan dugaan istri Wahono sebagai pemegang saham di perusahaan milik istri Rafael.
Sejak dari pintu keluar gedung seusai diperiksa KPK, Wahono terus menunduk dan bersembunyi di balik maskernya. Ia terus menghindari sorotan kamera wartawan yang mengarah ke wajahnya. Wahono pun tidak mau bersuara sedikit pun, apalagi menjawab pertanyaan wartawan. Kepalanya baru menengadah ketika melihat mobil dinasnya menghampiri dan langsung pergi meninggalkan wartawan yang masih mengharapkan penjelasan terkait pemeriksaannya.
Lihat Juga: Kepala Kantor Pajak Madya Jaktim Dipanggil KPK

Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro menghindar dari wartawan setelah proses klarifikasi LHKPN di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Wahono Saputro hadir pemanggilan KPK untuk klarifikasi Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Wahono Saputro tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 14,3 miliar. Selain itu, istri Wahono Saputro juga memiliki saham di salah satu perusahaan milik Rafael Alun Trisambodo.
Pada Selasa (14/3), KPK telah mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Wahono serta Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menjelaskan, tim LHKPN telah mengklarifikasi asal-usul perolehan harta atau aset yang dilaporkan Wahono, seperti kapan diperoleh, saat menjabat sebagai apa, dan sumber dana untuk mendapatkan atau membeli harta tersebut.
Selain itu, KPK juga mengklarifikasi harta yang viral di media sosial yang dikaitkan dengan Wahono ataupun keluarganya, seperti rumah, kendaraan, dan berbagai aksesori pribadi lainnya. KPK juga meminta penjelasan kepada Wahono mengenai kronologi keikutsertaan istrinya dalam kepemilikan di dua perusahaan milik istri Rafael. KPK masih mendalami informasi yang disampaikan dalam klarifikasi tersebut sehingga Wahono kembali dipanggil pada Kamis (16/3) untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Sementara itu, klarifikasi terhadap Andhi masih dianalisis lebih lanjut berdasarkan jawaban yang diberikan. Tim LHKPN juga mengecek ke lokasi untuk mendalami klarifikasi yang telah disampaikan Andhi.
KPK juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan instansi lain, seperti BPN (Badan Pertanahan Nasional), perbankan, dan dinas pendapatan daerah untuk mengecek jawaban yang disampaikan dalam proses klarifikasi tersebut.
Baca Juga: Kekayaan yang (Tidak) Sah

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding
Pemeriksaan terhadap LHKPN para pejabat negara juga tidak berhenti. Dalam waktu dekat, KPK juga akan mengklarifikasi LHKPN Kepala Kantor BPN Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra. Klarifikasi tersebut akan dilakukan buntut dari istri Sudarman yang kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial.
KPK mengapresiasi aspirasi yang disuarakan masyarakat sekaligus harapan yang ingin negara ini menjadi lebih baik dengan para pejabatnya amanah dalam mengemban tugas dan berpihak hanya kepada kepentingan rakyat. ”Bagi KPK, kami melihatnya sebagai penyemangat dan dukungan untuk terus bekerja memberantas korupsi demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik ke depan,” kata Ipi.
KPK mempunyai kewenangan untuk mengusut tuntas, jika ada dugaan korupsi terkait dengan pajak.
Menurut Peneliti Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Gurnadi Ridwan, pajak menjadi jantung dalam bernegara. Segala alokasi pelayanan dasar berasal dari pajak. Masyarakat ingin mengetahui transparansi penggunaan dana hasil pajak diserap dengan baik. Jika ada penyalahgunaan pajak, rakyat harus tahu.
Ia menegaskan, KPK mempunyai kewenangan untuk mengusut tuntas jika ada dugaan korupsi terkait dengan pajak. ”Di manapun saya pikir yang berkaitan dengan pajak tindak tegas karena itu tentu mencederai semangat kita bernegara dan juga masyarakat kecil. Dari tidur sampai bangun tidur dan seterusnya itu bayar pajak. Kemudian pajak kita dimainkan atau diselewengkan. Ini, kan, sama saja menyakiti hati masyarakat,” kata Gurnadi.
Dengan kondisi pascapemulihan pandemi Covid-19, kata Gurnadi, banyak dana yang diperlukan untuk membangkitkan perekonomian. Ia berharap ini menjadi permenungan bagi pemerintah untuk mengelola keuangan negara sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Peneliti Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Gurnadi Ridwan
Jadi sensitif
Pengamat sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menjelaskan, masalah kekayaan pejabat yang tidak wajar menjadi sensitif dan menimbulkan kecemburuan karena masyarakat sudah kritis. Masyarakat Timur seperti Indonesia menerima adanya hierarki sosial yang ditandai dengan kekuasaan, kekayaan, ketenaran, dan kewibawaan. Namun, sejak Reformasi, muncul generasi baru yang ingin menghilangkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dengan adanya pendidikan tentang korupsi dan hadirnya KPK, orang menjadi terdidik. Mereka tidak mempermasalahkan hadirnya orang kaya, tetapi caranya tidak dengan korupsi. Ketika dalam masa krisis ekonomi seperti pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, orang kaya akan selalu menjadi sasaran kambing hitam terhadap kondisi ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat.
”Makanya, ketika melihat orang kaya terus menampilkan kekayaannya, itu akan menjadi bensin bagi masyarakat untuk menyalahkan mereka dan mencari-mencari kesalahan mereka,” kata Devie.
Jika terus dibiarkan, kata Devie, hal itu bisa menimbulkan konflik. Situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Seperti di China, pada 2013 Presiden China Xi Jinping sampai mengeluarkan aturan tidak boleh ada pejabat yang kelihatan hidup berlebihan. Itu terjadi karena gejala kebencian terhadap orang kaya sudah muncul sejak 2010.