Berdampak pada Pemilih, Penggantian Sistem Pemilu Perlu Dikaji Lebih Mendalam
Penggantian sistem pemilu akan berdampak pada kedaulatan rakyat dalam memilih calon legislatif. Karena itu, usulan perubahan sistem pemilu terbuka menjadi tertutup perlu dikaji lebih dalam lagi.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·2 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Proporsional terbuka atau sistem pemilu terbuka disebut tetap akan menjadi sistem pemilu yang terbaik. Pasalnya, sistem pemilu terbuka itu dapat memaksimalkan hak rakyat untuk memilih sehingga usulan proporsional tertutup perlu dikaji lebih dalam. Hal itu terungkap saat Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait.
Sidang lanjutan dengan Nomor Perkara 114/PUU-XX/2022, Kamis (16/3/2023), dihadiri sembilan hakim konstitusi yang diketuai Anwar Usman dan Wakil Ketua Saldi Isra. Pihak terkait dihadiri Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dan politisi Partai Demokrat, Jansen Sitindaon. Hadir pula enam pemohon lain, salah satunya pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Probolinggo, Demas Brian Wicaksono.
Fadli Ramadhanil menjabarkan argumen utama untuk melawan dalil pemohon yang menggugat sistem pemilihan umum (pemilu) terbuka dalam beberapa pasal Undang-Undang (UU) Pemilu yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Dalil pemohon itu mengharapkan agar dapat mengubah sistem pemilu terbuka menjadi sistem pemilu proporsional tertutup. Pemohon menggugat Pasal 168 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, ”Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.”
”Penggantian sistem pemilu menjadi proporsional tertutup akan berdampak langsung pada pemilih sebagai pemilik kedaulatan sebagaimana diatur Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 sehingga ini perlu dikaji lebih dalam,” tutur Fadli pada sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis.
”Penggantian sistem pemilu menjadi proporsional tertutup akan berdampak langsung pada pemilih sebagai pemilik kedaulatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 sehingga ini perlu dikaji lebih dalam. ”
Menurut Fadli, terdapat tiga aspek utama yang akan terdampak jika sistem pemilu diubah. Pertama, berdampak pada sistem pencalonan anggota legislatif. Kedua, berdampak pada metode pemberian suara oleh pemilih. Ketiga, berdampak pada sistem penentuan calon terpilih.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat mulai membuka meja pendaftaran dan penelitian dokumen pencalonan anggota DPR dan DPD Pemilu 2019 di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Rabu (4/7/2018). Pada hari pertama pendaftaran dibuka ini belum ada calon yang memasukkan berkas pencalonannya.
Argumen lain yang disampaikan pihak terkait untuk mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka adalah dalil pemohon yang dinilai tidak dijelaskan secara detail serta tidak adanya studi empiris atau evaluasi dari penerapan sistem proporsional terbuka yang hingga kini masih berlaku.
Sejalan dengan itu, Jansen Sitindaon menyatakan, pemilu terbuka tetap menjadi sistem pemilu yang terbaik hingga saat ini karena dapat memaksimalkan kedaulatan rakyat untuk memilih calon legislatif. Di samping itu, dalil para pemohon yang menganggap sistem proporsional terbuka sebagai pemborosan anggaran negara dinilai menunjukkan pemohon tidak memahami demokrasi yang membutuhkan biaya mahal.
”Biaya mahal ini tujuannya untuk mendapatkan perwakilan yang akuntabel dan demokratis. Terdapat tanggung jawab anggota Dewan kepada pemilihnya, salah satunya selalu merawat daerah pemilihannya. Sebab, jika tidak begitu (dirawat), dia tidak akan dipilih kembali,” tutur Jansen.
Berbeda dengan proporsional tertutup, lanjut Jansen, tidak ada hubungan psikologis antara anggota Dewan dan pemilihnya. Oleh karena itu, penggantian sistem pemilu perlu dilakukan berdasarkan hasil kajian yang mendalam karena hal itu menerapkan sistem berulang. Penggantian sistem pemilu juga harus menghitung dampak sistem itu kepada pemilih dan penyelenggara, termasuk partai politik itu sendiri.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Diputuskan segera
Dalam gugatan ini, MK memberikan kesempatan bagi sejumlah pihak terkait, seperti KPU, DPR, presiden, partai politik, dan organisasi pemilu, untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait mengenai gugatan sistem pemilu proporsional terbuka. Banyak pihak yang ingin MK segera memutuskan perkara. Namun, saat ini perkara belum diputus karena banyaknya pihak terkait yang ingin menyampaikan pandangan mengenai perkara tersebut.
”Lama atau tidaknya putusan ini tergantung proses sidangnya dan dari para pihak juga. Jadi, mohon jangan mengambinghitamkan MK jika prosesnya lama. Selain itu, sidang ini juga baru berjalan,” ucap Ketua MK Anwar Usman.
Sidang lanjutan akan digelar Rabu (29/3/2023) depan pukul 10.00 yang mengagendakan hadirnya empat saksi dan ahli dari para pemohon.