Putusan Etik DKPP Diyakini Bisa Menjawab Keraguan terhadap KPU
Hadar Nafis Gumay dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih berharap DKPP segera menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu segera menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik verifikasi partai politik. Putusan terhadap 10 penyelenggara pemilu yang menjadi teradu bisa menjawab keraguan publik terhadap integritas dalam melaksanakan seluruh tahapan pemilu.
Hadar Nafis Gumay dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, di Jakarta, Minggu (12/3/2023), berharap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) segera menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Menurut Hadar, 10 teradu yang diduga memanipulasi hasil verifikasi parpol hingga saat ini masih aktif dan melaksanakan berbagai tahapan pemilu. Padahal, mereka diduga telah melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tahapan pemilu.
Berlarutnya pelaksanaan sidang putusan, lanjutnya, bisa menimbulkan kecurigaan publik terhadap DKPP. Para penjaga etik penyelenggara pemilu tidak boleh ragu membuat putusan sesuai bukti dan fakta persidangan. Apa pun putusan mereka, diyakini tidak memengaruhi tahapan pemilu yang saat ini terus dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bahkan, ketika harus ada yang diberhentikan karena melanggar etik, sudah ada mekanisme penggantian dan pernah beberapa kali dilakukan pada periode-periode sebelumnya.
”Kalau sudah ada putusan DKPP, keraguan publik terhadap integritas penyelenggara bisa terjawab karena ada kepastian bahwa tahapan yang akan berjalan dikerjakan oleh orang yang benar dan tidak bermasalah,” ujar Hadar.
Perkara dugaan pelanggaran kode etik di tahapan verifikasi faktual partai politik diadukan anggota KPU Sangihe, Sulawesi Utara, Jack Stephen Seba, pada 21 Desember 2022. Lewat kuasa hukumnya, ia mengadukan anggota KPU, Idham Holik, dan sembilan orang lainnya, terdiri dari anggota KPU Sangihe, anggota KPU Sulawesi Utara, serta sekretariat di KPU Sangihe dan KPU Sulawesi Utara, yang diduga melanggar kode etik.
Dalam perkara nomor 10-PKE-DKPP/I/2023, DKPP telah menggelar dua kali sidang, yakni pada Rabu (8/2/2023) dan Selasa (14/2/2023), termasuk mendengarkan keterangan pihak terkait dan saksi ahli yang dihadirkan pengadu. Kuasa hukum pengadu juga telah memberikan tambahan jawaban, bukti, dan kesimpulan ke DKPP. Namun, sekitar sebulan setelah sidang terakhir digelar, DKPP belum menjadwalkan sidang putusan perkara tersebut. Dalam agenda sidang selama sepekan mendatang, DKPP hanya menggelar lima sidang. Tidak ada sidang putusan dugaan pelanggaran etik yang diadukan Jack dalam pekan ini.
Menurut Hadar, DKPP tidak perlu ragu dalam mengambil putusan. Sebab, fakta dan bukti-bukti di persidangan telah menunjukkan adanya manipulasi hasil verifikasi faktual yang dilakukan secara berjenjang mulai dari KPU RI, KPU provinsi, hingga KPU kabupaten/kota, termasuk melibatkan pegawai sekretariat KPU.
”Fakta di kasus ini sudah sangat terang, bukti-bukti dan respons dari berbagai pihak sudah jelas. Alat bukti dan keterangan satu pihak dengan pihak lainnya menunjukkan konsistensi yang sama,” katanya.
Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, sesuai peraturan DKPP, putusan untuk setiap perkara dilakukan paling lambat 10 hari setelah sidang pemeriksaan. Jika pembahasan putusan belum selesai, bisa dilanjutkan pada pleno berikutnya. Namun, ia tidak menjawab apakah DKPP sudah selesai menggelar rapat pleno pengambilan putusan atau belum. ”Nanti kami infokan kapan pembacaan putusan,” tutur Ratna Dewi.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum memang tidak mengatur pembatasan berapa kali rapat pleno permusyawaratan untuk mengambil putusan. Aturan tersebut hanya menyatakan bahwa rapat pleno putusan dilakukan paling lama 10 hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan ditutup. Pembatasan waktu justru terdapat pada kapan sidang pembacaan putusan harus dilakukan, yaitu paling lambat 30 hari sejak rapat pleno putusan dilakukan.
Berdasarkan catatan koalisi, sidang terakhir dilakukan 14 Februari dan sidang pleno pengambilan keputusan maksimal 10 hari kerja setelah sidang terakhir atau maksimal 28 Februari. Sementara sidang putusan sudah harus dilakukan maksimal dilakukan 30 hari kerja sejak pleno pertama. Artinya, sidang putusan tidak boleh lewat dari 13 April.
”Bisa saja rapat pleno dilakukan berkali-kali jika dibutuhkan kecermatan, kehati-hatian, serta kekomprehensifan dalam menilai dan mengkaji data fakta persidangan, mengingat kompleksitas materi aduan,” ujar Titi.
Namun, proses yang panjang tersebut mesti dijelaskan secara baik kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi dan kontroversi baru terkait dengan aduan itu. Terlebih, ada kekhawatiran terjadinya intimidasi dan tekanan yang bisa dialami pengadu jika prosesnya terlalu berlarut-larut.
”Kehati-hatian dan kemampuan membangun pertimbangan etik yang kuat memang sesuatu yang harus mampu disajikan DKPP dalam memutus perkara ini. Sebab, ada harapan besar dari publik bahwa putusan ini akan berkontribusi besar bagi penegakan integritas dan profesionalitas penyelenggara Pemilu 2024 di tengah segala dinamika dan problematika pemilu yang datang silih berganti,” kata Titi.
Sementara itu, DKPP akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Senin (13/3/2023). Hasyim menjadi teradu dalam dua perkara, pertama soal pertemuan dan perjalanan ke Yogyakarta bersama Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni yang diadukan Dendi Budiman. Kedua, aduan soal dugaan pelecehan seksual disertai ancaman kepada Hasnaeni yang juga merupakan pengadu dalam perkara tersebut.
Sekretaris DKPP Yudia Ramli mengatakan, agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan pengadu, teradu, serta saksi-saksi atau pihak terkait. Sidang akan dilakukan secara tertutup. ”DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” ujarnya.
Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (11/1/2023), Hasyim membantah tudingan dugaan pelecehan seksual yang ditujukan kepada dirinya. ”Soal yang pernah diadukan kepada DKPP, saya insya Allah masih tahu batas-batas kewajaran dan batas-batas kepantasan dalam pergaulan,” ujarnya.