KPK Diharapkan Bergerak Cepat Telusuri TPPU di Kemenkeu
Ahli hukum dan aktivis anti-korupsi menilai laporan PPATK soal transaksi mencurigakan, salah satunya di kalangan pegawai Kemekeu, bisa langsung diproses penegak hukum. Caranya dengan menggunakan UU TPPU.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
KOMPAS
KPK Telusuri Para Pihak yang Terkait Harta Rafael Alun Trisambodo
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta bergerak cepat menindak dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan. Sesuai aturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan hanya memiliki waktu maksimal 20 hari untuk menghentikan sementara transaksi keuangan pihak yang diduga melakukan pencucian uang.
Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang dari Universitas Pakuan Bogor Yenti Garnasih saat dihubungi, Sabtu (11/3/2023), mengatakan, sesuai aturan di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK hanya dapat menunda transaksi selama 5 hari ditambah 15 hari. Dalam hal penindakan kejahatan ekonomi, pendekatan yang dilakukan harus dengan kecepatan tinggi.
”KPK tidak perlu menunggu tindak pidana asalnya untuk menelusuri transaksi mencurigakan di atas Rp 300 triliun yang ditemukan PPATK. Mereka bisa pakai Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kalau menunggu pidana asalnya akan lama,” ungkapnya.
Menurut Yenti, Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan temuan transaksi mencurigakan dari PPATK sudah cukup untuk penyelidikan dan penyidikan. Misalnya, untuk kasus kekayaan tak wajar mantan pejabat eselon III Kepala Bagian Umum Ditjen PajakKemenkeu Kanwil Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan dan Ketua Mahupiki Yenti Garnasih dalam webinar bertajuk Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pakuan dan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Jumat (10/12/2021).
Sesuai data LHPKN, Rafael disebutkan memiliki kekayaan hingga Rp 56,1 miliar. Setelah diklarifikasi, KPK menduga harta kekayaan itu diperoleh secara ilegal. Terbaru, PPATK juga menemukan uang tunai dalam bentuk mata uang asing di dalam safe deposit box (SDB) atau kotak penyimpanan harta di salah satu bank BUMN senilai Rp 37 miliar. Uang tersebut di luar mutasi rekening senilai Rp 500 miliar dari sekitar 40 rekening Rafael, keluarga, dan pihak-pihak yang diduga terkait dengan transaksi keuangannya (Kompas, 11/3/2023).
”Rezim Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang ini bisa mengungkap kejahatan asal yang tidak terendus sebelumnya. Sering memang munculnya dari laporan hasil analisis PPATK. Tinggal ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Hal senada diungkapkan Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana. Menurut dia, KPK tidak perlu menunggu pidana asal untuk mengungkap tindak pidana pencucian uang di Kementerian Keuangan. Sesuai UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), seperti diatur dalam Pasal 69 bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang itu tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
KPK tidak perlu menunggu pidana asal untuk mengungkap tindak pidana pencucian uang di Kementerian Keuangan.
”Ada sejumlah keuntungan jika menggunakan UU TPPU. Relatif tidak akan ada resistensi dari pelaku karena penelusuran menggunakan metode follow the money, bukan follow the suspect,” ujar Kurnia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, Minggu (25/8/2019), di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Di pengadilan, terdakwa juga akan diminta membuktikan asal-usul hartanya. Apakah diperoleh dengan cara legal atau tindak pidana. Di bagian pembuktian terbalik itulah, menurut Kurnia, kejahatan asal akan ditemukan. Sebagai penyelenggara negara, Rafael bisa saja menerima gratifikasi atau suap dari pihak lain terkait jabatannya. Ini yang harus dibuktikan.
”KPK harus segera mengidentifikasi laporan hasil analisis dari PPATK. Penyelidikan harus terus dilakukan untuk membuktikan bahwa harta kekayaan Rafael Alun ini bukan berasal dari tindak pidana,” terangnya.
Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri mengungkapkan, seluruh proses klarifikasi terkait dengan transaksi mencurigakan di Kemenkeu terus dilakukan KPK. Saat ini, KPK sedang bekerja dan berkoordinasi dengan lembaga lain. Hal itu terutama untuk mengumpulkan bahan keterangan yang mengungkap apakah ada indikasi pidana yang menjadi kewenangan dari KPK.
KPK memang sudah meningkatkan pemeriksaan Rafael ke tahap penyelidikan. Namun, menurut informasi, pimpinan KPK belum mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Ali menyebut hal itu hanya masalah teknis belaka.
”Secara substansi, proses yang kami kerjakan tidak bisa disampaikan kepada publik karena kami adalah penegak hukum. Ini merupakan bagian atau strategi dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus,” katanya.
Dia juga mengkritik kinerja intelijen keuangan yang dinilainya terlalu mengobral data ke publik. Padahal, hasil analisis PPATK sifatnya bahan data informasi intelijen keuangan, bukan merupakan bukti hukum. Jika memang ingin ditindaklanjuti, KPK meminta menyerahkan data tersebut ke aparat penegak hukum.
”Sejatinya cara bekerjanya hukum itu senyap, jangan diobral-obral ke publik,” katanya.
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Belum menerima laporan rinci
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bertemu di kantor Kemenkeu, Sabtu (11/3/2023). Kedua menteri Kabinet Indonesia Maju itu bertemu untuk makan siang dan membahas mengenai laporan hasil analisis PPATK.
Sri Mulyani dalam keterangan kepada wartawan mengakui, informasi yang disampaikan PPATK kepada Mahfud MD selaku Ketua Dewan Pengarah TPPU lebih lengkap dan detail. Dia meminta informasi itu juga disampaikan kepada Kemenkeu untuk kepentingan bersama membangun Indonesia yang bersih dan jauh dari korupsi.
Sri Mulyani dalam keterangan kepada wartawan mengakui, informasi yang disampaikan PPATK kepada Mahfud MD selaku Ketua Dewan Pengarah TPPU lebih lengkap dan detail.
Dia juga menyebut bahwa sampai dengan Sabtu siang, dia tidak mendapatkan informasi yang detail mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun. Dia akan menindaklanjuti hal itu kepada Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
”Saya tidak bisa menjelaskan informasi transaksi mencurigakan Rp 300 T di Kemenkeu karena belum melihat angkanya, datanya, siapa saja yang terlibat,” ungkapnya.
TANGKAPAN LAYAR
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memberikan keterangan kepada wartawan terkait dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dugaan transaksi keuangan mencurigakan, Sabtu (11/3/2023).
Menurut Sri Mulyani, kerja sama antara Kemenkeu dan PPATK selama ini sudah terjalin. Sejak tahun 2007-2023, ada 226 surat laporan hasil analisis yang diterima Kemenkeu dari PPATK. Dari total surat itu, 185 surat adalah permintaan dari Kemenkeu. Surat itu juga telah ditindaklanjuti.
”Kami telah menindaklanjuti surat yang dikirim PPATK ataupun yang atas inisiatif permintaan sendiri. Sudah ada 180 kasus yang diaudit investigasi. Dan 16 kasus kami limpahkan ke aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Sementara itu, Mahfud mengatakan, pemerintah terus mendorong agar aparat penegak hukum menerapkan pasal TPPU dalam kasus ini. Temuan dari PPATK harus menjadi bukti awal untuk menelusuri dugaan tindak pidana yang dilakukan penyelenggara negara. Apalagi, dalam kasus Rafael, sejumlah indikasi sudah ditemukan di antaranya harta kekayaan yang fantastis.
”Tidak akan ada yang dihentikan dari langkah ini. Saya akan terus mengingatkan kepada kementerian/lembaga agar terus mengawasi transaksi mencurigakan. Untuk proses penegakan hukumnya, sudah ditangani oleh aparat penegak hukum,” katanya.