Menelisik Operasi Politik di Balik Wacana Penundaan Pemilu
Putusan PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 diduga tak muncul begitu saja. Sejumlah pihak mengendus ada indikasi operasi politik di baliknya.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Spanduk ketidaksetujuan atas penundaan pemilu terlihat di kawasan Mampang, Jakarta, Jumat (11/9/2022). Masyarakat sipil dan elite politik tetap harus mengawal Pemilu 2024 bisa berlangsung sesuai rencana. Sebab, pemilu periodik merupakan amanat konstitusi.
Awal Maret 2023, tepat setahun setelah digulirkan secara bergantian oleh para elite politik, wacana penundaan Pemilu 2024 belum juga tenggelam. Dimulai dari pernyataan individual, mobilisasi massa, kini isu tersebut juga merambah ke putusan peradilan. Sejumlah pihak melihat, ini tidak terjadi secara kebetulan dan mengendus indikasi adanya operasi khusus di balik isu tersebut.
Wacana penundaan Pemilu 2024 kembali mengemuka ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tidak lolosnya partai politik (parpol) tersebut sebagai peserta pemilu. Salah satu amar putusannya adalah KPU terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga majelis hakim memerintahkan lembaga penyelenggara pemilu tersebut untuk tidak menyelenggarakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan dibacakan, 2 Maret 2023. Putusan juga memerintahkan KPU agar melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Tak ayal, putusan PN Jakarta Pusat itu menuai kritik dari berbagai kalangan, mulai dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, para politisi, akademisi, hingga masyarakat sipil. Pasalnya, PN Jakarta Pusat tak berwenang memutus sengketa pemilu karena merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hakim yang membuat putusan pun diduga menyalahgunakan wewenangnya. Lebih dari itu, putusan dimaksud juga dikecam karena bertentangan dengan konstitusi, lantaran bisa berdampak pada penundaan pemilu yang semestinya dilakukan setiap lima tahun.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam talkshow Satu Meja The Forum yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, ditayangkan di Kompas TV, Rabu (8/3/2023) malam, menduga putusan tersebut tidak muncul begitu saja. Ia meyakini, ada pihak yang sengaja bermain di balik layar dengan intensi memunculkan wacana penundaan pemilu. ”Saya meyakini ada (pihak yang bermain), karena ini, kan, salahnya luar biasa,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Kesalahan dimaksud terkait dimensi hukum, yakni kewenangan penyelesaian sengketa pemilu yang semestinya merupakan ranah Bawaslu dan PTUN, bukan PN. Prima sebagai penggugat pun sebelumnya sudah dua kali kalah, baik saat mengajukan gugatan di Bawaslu maupun di PTUN. Tanpa banyak informasi beredar, parpol tersebut tiba-tiba mengajukan gugatan ke PN Jakpus dan memenanginya.
Pada tingkatan selanjutnya, kata Mahfud, putusan ini juga bisa menimbulkan kekacauan. Jika putusan PN Jakpus dijalankan sehingga pemilu harus ditunda, akan terjadi kekosongan pemerintahan nasional setelah berakhirnya pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pada 21 Oktober 2024. Penundaan pemilu pun harusnya dilakukan dengan amendemen konstitusi. Namun, langkah mengamendemen konstitusi dapat membuka kotak pandora bagi banyak kepentingan yang sebelumnya bahkan tidak dibicarakan.
Ada upaya terorganisasi untuk membuat wacara penundaan pemilu tetap langgeng.
Sebagai Menkopolhukam, Mahfud menjamin bahwa pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan Pemilu 2024 sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Akan tetapi, dalam pandangan pribadinya, ia sepakat dengan analisis dari kalangan akademisi yang menyatakan bahwa ada upaya terorganisasi untuk membuat wacara penundaan pemilu tetap langgeng. Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menggalang kekuatan, membangun gerakan untuk terus mengawal isu ini.
Kehadiran putusan PN Jakarta Pusat terindikasi sebagai modus baru dalam upaya untuk menggaungkan wacana penundaan Pemilu 2024 setidaknya selama setahun terakhir. Sebelumnya, pada akhir Februari hingga pertengahan Maret 2022, isu tersebut setidaknya pernah dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Tak hanya itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia juga pernah menyuarakan wacana tersebut.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022). Indonesia memiliki setidaknya 74.900 desa.
Selain diucapkan oleh para elite, penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga perode juga pernah mengemuka dalam Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di Istora Senayan, Jakarta, akhir Maret 2022.
Gerakan politis
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arif Wibowo, tidak memungkiri wacana penundaan pemilu terlihat sebagai bagian dari rentetan panjang. Dari sudut pandang politik, ini bisa dilihat sebagai sebuah gerakan politis. ”Ya kalau dalam politik kita melihatnya sudah pasti, ada satu gerakan yang memang tidak ingin pemilu itu dilaksanakan sesuai jadwal dan tahapan yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P itu menambahkan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pun bersikap tegas untuk melawan gerakan yang menginginkan pemilu dilaksanakan secara inkonstitusional. PDI-P konsisten untuk menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebhinnekaan. Sikap itu tidak akan berubah sekalipun mayoritas parpol lain mengambil sikap yang berbeda. ”Kami tetap setia pada garis tersebut, itu sebabnya kami menolak. Kalau dikatakan bahwa Bu Mega marah, ya wajar. Tugas kami ini menjaga konstitusi, tetapi konstitusinya dibuat kacau, kan, ya marah kami,” katanya.
Selain itu, hingga saat ini tidak pernah ada pembicaraan soal penundaan pemilu di Komisi II DPR. Pihaknya justru berulang kali menegaskan agar jadwal dan tahapan pemilu bisa dilaksanakan dengan baik. Didukung oleh logistik dan pembiayaan yang cukup dari pemerintah, serta tidak ada gangguan keamanan dan ketertiban pada hari pemungutan suara, 14 Februari 2024.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, melihat ada indikasi bahwa wacana penundaan pemilu berjalan dalam sebuah operasi politik. Rentetan peristiwa sejak awal tahun lalu memperlihatkan, ada indikasi bahwa orkestrasi wacana yang dulu digencarkan di ranah politik, kini mulai bergerak ke ranah hukum. ”Artinya, kekuatan politik yang bisa dipegang sudah bisa memainkan ranah kekuatan hukum dan itu dijadikan sebagai sarana legal untuk melegalisasi, memfasiltiasi kepentingan yang bertentangan dengan agenda demokrasi dan konstitusi,” katanya.
Menurut Umam, operasi politik harus dilawan dengan kekuatan politik pula. Kekuatan politik yang dimaksud adalah suara dan komitmen masyarakat sipil untuk menunjukkan keberpihakan terhadap demokrasi dan konstitusi. ”Meskipun masyarakat sipil saat ini mudah terfragmentasi, masyarakat sipil merupakan satu-satunya kekuatan yang masih cukup jelas dan sehat dalam mengawal agenda demokrasi,” katanya.