Realisasi Strategi Pencegahan Korupsi Tak Berjalan Mulus
Sebanyak 16 kementerian/lembaga berkomitmen memperkuat aksi pencegahan korupsi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya sejumlah kementerian dan lembaga untuk memperbaiki perizinan dan tata niaga sebagai bagian dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tidak semulus yang direncanakan. Penandatanganan Komitmen Aksi Pencegahan Korupsi diharapkan dapat memperkuat kembali komitmen membangun pencegahan korupsi.
Penandatanganan Komitmen Aksi Pencegahan Korupsi 2023/2024 dengan fokus 1, yakni perizinan dan tata niaga, digelar di Gedung Djuang Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (8/3/2023). Perwakilan dari 16 kementerian dan lembaga menandatangani komitmen itu.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan sejumlah capaian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dimulai sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Tiga fokus area yang merupakan sasaran Stranas PK adalah perizinan dan tata niaga, pengelolaan keuangan negara, serta reformasi birokrasi dan penegakan hukum.
Fokus 1, yakni perizinan dan tata niaga, mencakup penertiban di 14 pelabuhan. Hal lain meliputi pengadaan barang dan jasa melalui katalog elektronik sehingga setidaknya terdapat lebih dari 200 juta pengadaan barang dan jasa yang masuk dalam katalog elektronik dengan sekitar 290.000 produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di dalamnya.
Selain itu, lanjut Firli, diupayakan kebijakan satu peta bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi lahan yang penggunaannya salah.
”Karena sesungguhnya investasi itu ada karena ada kepastian hukum dan kepastian pelayanan,” ujar Firli.
KPK disebutnya akan berupaya untuk mencegah korupsi. Ia juga menegaskan, KPK tidak akan tebang pilih dan akan mengambil tindakan tegas kepada siapa pun.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, rencana aksi dari Stranas PK sudah sangat detail. Dalam hal perizinan, hambatan selama ini adalah perizinan dan tata kelola yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga. Karena itu, dibuat Indonesia National Single Window, sistem penyampaian data dan informasi yang menggabungkan sistem logistik bea cukai pelabuhan dan terkait neraca komoditas.
Terkait dengan kebijakan satu peta, Airlangga menyebut telah mengoordinasikan hal tersebut untuk mengurangi tumpang tindih lahan. Salah satu hambatan terkait penggunaan data satelit yang mesti dikoordinasikan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang kini diintegrasikan ke dalam Badan Riset dan Inovasi nasional dengan Badan Informasi Geospasial (BIG).
”Bagian dari data ini adalah yang selama ini membuat OSS (online single submission/perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik) ini kurang efektif karena masalah lahan yang harus diselesaikan,” kata Airlangga.
Masih dalam acara itu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, sebagai muara dari perizinan, pihaknya tidak bisa memproses perizinan melalui OSS jika tidak ada perintah dari kementerian teknis terkait. Salah satu yang menjadi masalah selama ini adalah persoalan lahan, khususnya terkait rencana detail tata ruang (RDTR).
Dari target 2.000 RDTR selama setahun, yang baru masuk ke sistem baru 140 RDTR. Namun, masalah RDTR tersebut bukan berada di tingkat pusat, melainkan di pemerintah daerah. Karena itu, lanjut Bahlil, Presiden telah memutuskan untuk membuat 15 provinsi prioritas yang RDTR-nya akan diambil alih oleh pemerintah pusat. ”Kalau KPK nanya, izin OSS kenapa enggak bisa. Kalau RDTR itu tidak masuk lewat OSS, bagaimana izin lokasi mau keluar,” ujar Bahlil.
Sementara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap pemilik manfaat (beneficial owner/BO) dan pencatatan terhadap pemilik manfaat sebagai bagian dari skema pencegahan pencucian uang serta terorisme. Salah satu yang dilakukan adalah pemblokiran terhadap korporasi yang belum melaksanakan pelaporan pemilik manfaat dan pemblokiran akun notaris yang belum melakukan registrasi.
Mekanisme sanksi itu dinilai berdampak positif. Sebab, saat ini Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham menerima rata-rata 300 korporasi yang melaporkan pemilik manfaat.
”Terkait jumlah pelaporan, saat ini baru 32,27 persen dari total korporasi yang tercatat di Ditjen AHU,” kata Yasonna.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berharap komitmen yang telah ditandatangani bersama tersebut benar-benar diimplementasikan.
Sebab, pencapaian yang telah disebut sebelumnya tetap memiliki hambatan dan tantangan, termasuk tantangan berupa ketidaktahuan dari pimpinan kementerian atau lembaga tentang adanya Stranas PK.
”Kalau programnya sudah tidak jelas, output-nya tidak jelas, PIC(person in charge/orang yang bertanggung jawab) mau berbuat apa menjadi kabur,” ujar Nurul.