Presiden: Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Disesuaikan Anggaran
Pemerintah menargetkan kekuatan pokok minimal sedekat mungkin menuju target 100 persen pada 2024. Pemenuhan kekuatan pokok minimal penting untuk menjaga kedaulatan bangsa.
JAKARTA,KOMPAS — Pemenuhan kekuatan pokok minimal Indonesia berjalan lambat. Penguatan alat utama sistem persenjataan baru sangat bergantung pada ketersediaan anggaran.
”Semuanya disesuaikan dengan anggaran yang kita miliki. Tapi, memang kita ingin berusaha agar terpenuhi,” kata Presiden Joko Widodo seusai menyaksikan penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Sejauh ini, kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF) TNI AU baru mencapai 51,51 persen pada awal 2023. Adapun untuk dua matra lain, TNI AD sebesar 76,23 persen dan TNI AL, 59,69 persen hingga 2021. Secara keseluruhan pada 2021, MEF TNI sebesar 62,31 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, MEF ditargetkan sudah mencapai 100 persen.
Khusus untuk memperkuat MEF TNI AU, Prabowo memastikan akan ada tambahan pesawat. ”Pasti, pasti,” ujarnya.
Baca juga : Super Hercules Pertama Tiba di Tanah Air, Empat Lainnya Menyusul
Prabowo mengklaim dukungan pemerintahan Presiden Joko Widodo pada sektor pertahanan adalah yang terbesar dalam sejarah. Namun, dukungan itu terkendala oleh prioritas lain yang lebih penting, seperti penanganan pandemi Covid-19 yang membutuhkan anggaran besar.
Mengenai target MEF, ia menyampaikan, hal itu tak terpaku pada capaian persentase. ”Hal penting adalah kesiapan kemampuan operasi militer Indonesia,” ujar Prabowo seusai menerima Brevet Wing Kehormatan Penerbang TNI AU di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.
Meski demikian, Prabowo tetap menargetkan MEF militer Indonesia sedekat mungkin pada target 100 persen. Ini penting karena TNI merupakan modal keselamatan, kedaulatan, dan kemakmuran bangsa. Tanpa pertahanan kuat, kekayaan sumber daya yang dimiliki Indonesia akan terus tergerus.
Karena itu, Kementerian Pertahanan akan terus menambah alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI, seperti pesawat tempur dan kapal perang. Contohnya, pesawat tempur Dassault Rafale. Negosiasi pembelian pesawat lain, lanjut Prabowo, masih terus dilakukan.
”Untuk (Dassault) Rafale akan tiba tiga, empat, atau lima tahun lagi. Selain itu, kami berencana mengakuisisi beberapa pesawat luar negeri yang masih muda usianya,” ucap Prabowo. Dia tidak menyebut secara spesifik jenis pesawat yang akan diakuisisi.
Sementara itu, jajaran TNI AL juga akan ketambahan kapal fregat, kapal cepat, dan kapal peluru kendali. Kini, upaya modernisasi 41 kapal perang Republik Indonesia (KRI) sedang dilakukan. Pada 5 Desember 2023, bertepatan dengan Hari Armada, 27 kapal diperkirakan selesai.
Di sisi lain, selagi negosiasi dan menunggu kesiapan alutsista, ucap Prabowo, Indonesia harus memiliki deterrence (penangkalan atau daya gentar) yang kuat. Pihaknya juga memodernisasi dan meremajakan alutsista yang sudah tua.
Meski tidak disebutkan, upaya peremajaan ini ditempuh dengan cara memperbaiki alutsista yang sudah tua. Selain itu, alutsista yang tidak efisien dari segi pemeliharaan akan dihapuskan.
Baca juga : Target MEF Kian Sulit Tercapai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023 dalam sektor pertahanan mencapai Rp 134,32 triliun. Secara spesifik, alokasi anggaran sebesar Rp 55,6 triliun untuk TNI Angkatan Darat, Rp 23,7 triliun untuk TNI Angkatan Laut, dan Rp 19,2 triliun untuk TNI Angkatan Udara. Selain itu, Markas Besar TNI mendapat anggaran Rp 12,08 triliun.
Secara terpisah, analis militer dari Semar Sentinel, Fauzan Malufti, mengutarakan, anggaran pertahanan Indonesia belum menyentuh 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ini karena pemerintah juga perlu memperhatikan sektor ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Selain problem anggaran, pengadaan alutsista baik pesawat tempur maupun kapal perang butuh waktu bertahun-tahun. Ini belum termasuk pelatihan untuk personel yang mengoperasikan alutsista hingga mahir. ”Hal ini harus diperhatikan masyarakat. Pembangunan sektor pertahanan tidak bisa dilakukan secara instan,” ungkap Fauzan.
Semangat mengubah belanja sektor pertahanan menjadi investasi harus didorong. Dalam transaksi alutsista, pemerintah dapat mengupayakan transfer teknologi agar industri pertahanan dapat mandiri.
Selain itu, bentuk kerja sama perlu mengedepankan produksi bersama (joint production). Hal ini dilakukan dengan cara meminta produsen alutsista luar negeri untuk memproduksinya di Indonesia. ”Teknisi atau produsen lokal juga harus terlibat. Dengan demikian, manfaat timbal balik akan semakin terjamin,” lanjut Fauzan.
Modern
Pesawat C-130J-30 Super Hercules yang sudah tiba di Tanah Air ini dinilai Presiden Jokowi sebagai pesawat yang sangat canggih. Otomasi di pesawat ini cukup banyak. Di pesawat generasi sebelumnya yang dioperasikan TNI AU, navigasi dan engineering-nya ditangani secara manual. Karena itu, awak pesawat yang bertugas minimal lima orang. Namun, di pesawat baru ini, navigasi sudah dikerjakan mesin secara otomatis. Awak yang mengoperasikan pun cukup tiga orang, yakni pilot, kopilot, dan loadmaster yang sekaligus merangkap engineer.
Komandan Skuadron 31 Letnan Kolonel Anjou Manik menambahkan, pengaturan navigasi ataupun perubahan rute yang biasanya dikerjakan awak navigasi secara manual kini menjadi otomatis.
Pengaturan kecepatan terbang juga otomatis. Pesawat ini bisa mengangkut 98 penerjun payung dengan perlengkapannya atau 128 anggota pasukan biasa. Adapun kapasitas angkut barangnya mencapai 19,9 ton. ”Artinya, ini bagus untuk operasi militer maupun nonmiliter. Bencana alam juga bisa. Bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia karena pesawat Super Hercules ini bisa terbang 11 jam,” tambah Presiden Jokowi.
Indonesia memesan lima pesawat C-130J-30 kepada Lockheed Martin, perusahaan produsen pesawat terbang dan pesawat tempur di Amerika Serikat. Pesanan Indonesia selanjutnya akan tiba pada Juni, Juli, Oktober, dan terakhir Januari 2024. Sebagai informasi, sebelum Super Hercules, TNI AU mengoperasikan banyak pesawat Hercules seri terdahulu, yakni C-130H dan C-130B,
Sebagai bagian dari transfer teknologi, TNI AU juga mengirimkan personel untuk mempelajari pemeliharaan Super Hercules. Dengan demikian, kata Prabowo, pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul bisa dilaksanakan di dalam negeri.
Tentara Amerika Serikat mulai menggunakan C-130J pada tahun 1999. Setidaknya 121 pesawat C-130J digunakan tentara AS, seperti dituliskan di situs www.af.mil. Lockheed Martin dalam situsnya, lockheedmartin.com, menjelaskan, C-130J-30 adalah versi C-130J yang diperluas. Badan pesawat lebih panjang 15 kaki (sekitar 4,5 meter) dan kompartemen kargonya juga lebih luas.
Mengamati pesawat C-130J-30 Super Hercules ini, para mantan komandan Skuadron 31 ikut gembira. Dua di antaranya adalah Marsekal Muda (Purn) Bachrudin (77) yang menjabat Komandan Skuadron 31 tahun 1987 dan Marsda (Purn) Nurullah yang menjabat tahun 1998.
Baca juga : Publik Setuju Penguatan Alutsista
Bachrudin menjelaskan, pesawat angkut ini memang diperlukan Indonesia. Sebab, fungsinya tidak hanya untuk mengangkut pasukan, tetapi juga mengangkut logistik dan personel, apalagi ketika ada bencana. ”Negara kita, kan, luas sekali dan pesawat ini tidak perlu landasan panjang, cukup 1.000 meter. Jadi, ini (C-130J-30) sangat diperlukan,” ujarnya.
Nurullah pun menilai, Super Hercules yang lebih modern serta memiliki power lebih kuat dan jangkauan lebih jauh akan sangat bermanfaat baik bagi TNI AU maupun Indonesia.
Bersamaan dengan penyerahan pesawat Super Hercules C-130J sebagai bagian keluarga TNI AU, pesawat Hercules C-130H yang baru diganti server wing box-nya juga ditampilkan. Penggantian ini dilakukan GMF Garuda.
Pertama kali
Sebelum penyematan Brevet Wing Kehormatan Penerbang TNI AU oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Prabowo sempat terbang dengan pesawat tempur F-16 nomor ekor TS-1601 didampingi Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo yang menaiki pesawat tempur F-16 nomor ekor TS-1621.
Penerbangan berlangsung sekitar 30 menit dan merupakan pengalaman pertama bagi Prabowo untuk terbang menggunakan F-16. Ia menceritakan sempat ingin menjadi penerbang TNI AU, tetapi kesempatan membawanya ke TNI AD.
”Saya bangga dan kagum. Pertahanan bukanlah kemewahan, tetapi merupakan syarat agar bangsa terus merdeka,” ucap Prabowo.
Ada tiga pesawat tempur F-16 yang mengudara. Dua di antaranya membawa masing-masing empat rudal. Salah satu pesawat yang membawa rudal adalah F-16 yang dinaiki Prabowo.