Eko Darmanto Klarifikasi Harta Kekayaan, Penelusuran Utang Perlu Perhatian KPK
Utang Eko, eks Kepala Kantor Bea dan Cukai DIY, sebesar Rp 9,01 miliar. Diduga, hal itu strategi komponen pengurangan pendapatan bersih yang kena pajak. Sebab, makin besar utang, kian kecil pajak yang disetorkan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Eko Darmanto memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemanggilan itu bertujuan mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN yang mencapai Rp 15,7 miliar. Namun, tercatat adanya komponen utang Rp 9,01 miliar yang dinilai perlu penelusuran lebih lanjut oleh KPK.
Klarifikasi Eko di Gedung Merah Putih KPK berlangsung mulai dari pukul 09.00 hingga sekitar 17.30, Selasa (7/3/2023). Dalam pemeriksaan itu, istri Eko, Ari Murniyanti, turut diperiksa KPK. Sementara terhadap anaknya belum dilakukan. Eko hadir sebagai pegawai negeri sipil biasa seusai dicopot dari Kepala Kantor Bea dan Cukai DI Yogyakarta pada 2 Maret 2023.
”Saya berterima kasih kepada KPK karena diberi kesempatan untuk mengklarifikasi harta kekayaan,” ujar Eko kepada wartawan seusai pemeriksaan KPK.
Eko sempat disorot publik karena gaya hidupnya yang mewah di media sosial. Saat dikonfirmasi, Eko mengaku tidak berniat memamerkan harta kekayaannya di media sosial. Dia menuding data informasi yang disimpannya secara privat telah dicuri dan dibingkai seolah hidupnya sangat mewah.
Saya berterima kasih kepada KPK karena diberi kesempatan untuk mengklarifikasi harta kekayaan.
Atas perintah pimpinan, Eko menyatakan tidak dapat menjelaskan ataupun mengklarifikasi isu yang telanjur beredar di publik. Pimpinan yang dimaksud Eko adalah atasannya di Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu.
”Saya minta maaf apabila hal itu mencederai perasaan dan kepercayaan publik atas institusi Kemenkeu,” ucap Eko.
Utang itu merupakan salah satu komponen pengurangan dari pendapatan bersih yang nantinya akan dikenai pajak. Hal ini yang menjadi tantangan KPK. Sebab, semakin besar utang, kian kecil pula pajak penghasilan yang perlu disetorkan.
Pada kesempatan itu, Eko juga mengaku bahwa dia tidak memiliki pesawat Cessna. Pesawat yang diisukan miliknya pribadi itu merupakan milik Federasi Aerosport Indonesia (Fasi). Saat ditanya wartawan mengenai kepemilikan mobil antiknya, Eko juga enggan untuk menanggapi.
Merujuk LHKPN per Februari 2022, harta dan kekayaan Eko Darmanto total mencapai Rp 15,7 miliar. Dari total harta itu, Rp 2,9 miliar asetnya berupa alat transportasi dan mesin berupa mobil. Namun, dia memiliki utang Rp 9,01 miliar. Sebelumnya, berdasarkan LHKPN 2021, kekayaan bersihnya mencapai Rp 6,7 miliar.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri belum memberikan keterangan seusai klarifikasi Eko. Namun, sebelumnya, Ali menuturkan, dalam LHKPN, formulir wajib lapor terdiri atas tiga nama. Dalam hal ini adalah Eko, istrinya, dan anaknya.
”Ketika klarifikasi dibutuhkan, secara otomatis akan melibatkan pihak terkait istri dan anaknya. Klarifikasi ini dilakukan setelah pemeriksaan harta faktual yang tercantum dalam LHKPN,” ujar Ali.
Klarifikasi ini merupakan pemeriksaan data yang dimiliki Eko dan pencocokan dengan data KPK. Hal selanjutnya, tambah Ali, adalah menganalisis lebih lanjut terkait data hasil pencocokan itu.
Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Suryananto, informasi yang menarik adalah jumlah utang Eko yang cukup besar dan harus menjadi bagian penelusuran KPK. Hal ini karena ada modus penghindaran pajak yang biasanya dilakukan oleh korporasi dengan cara menaikkan jumlah utang.
”Utang itu merupakan salah satu komponen pengurangan dari pendapatan bersih yang nantinya akan dikenai pajak. Hal ini yang menjadi tantangan KPK,” kata Agus saat dihubungi.
Lebih lanjut, menurut Agus, hal itu dapat diartikan semakin besar utang, maka kian kecil pula pajak penghasilan yang perlu disetorkan.