Gelombang Gugatan Belum Berakhir, KPU Masih Hadapi Perkara dengan Prima dan PKP
KPU telah mendapatkan salinan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan Partai Prima. Saat ini, pihaknya terus menyiapkan materi banding atas putusan karena batas waktunya tinggal 10 hari lagi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua KPU Hasyim Asy'ari ketika menyerahkan plakat nomor urut kepada perwakilan pimpinan partai politik peserta Pemilu 2024 dalam acara Pengundian dan Penetapan Nomor Partai Politik Peserta Pemilihan Umum 2024 di halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (14/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum masih menyiapkan materi banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur. Di saat bersamaan, KPU masih menghadapi gugatan Prima yang mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung serta Partai Keadilan dan Persatuan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Lembaga peradilan yang tidak menjadi bagian dari sistem penegakan hukum pemilu mesti menahan diri untuk tidak mencampuri ranah kepemiluan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, mengatakan, KPU telah mendapatkan salinan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Saat ini, pihaknya terus menyiapkan materi banding atas putusan tersebut mengingat batas pengajuan banding tersisa 10 hari lagi.
”Kami sudah membuat poin-poinnya, tinggal disepakati waktu untuk mengajukan banding,” ujarnya saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus perkara gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Majelis hakim tersebut mengabulkan gugatan Prima dan menghukum KPU selaku tergugat dengan ganti rugi Rp 500 juta. Majelis hakim juga menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan pada 2 Maret 2023 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
”Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad),” demikian petikan amar putusan PN Jakarta Pusat. Perkara tersebut diputus oleh majelis hakim yang terdiri dari T Oyong selaku ketua serta Bakri dan Dominggus Silaban selaku hakim anggota.
Kami sudah membuat poin-poinnya, tinggal disepakati waktu untuk mengajukan banding.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Ketua KPU Hasyim Asy'ari (kiri) berbincang dengan anggota KPU, Mochammad Afifuddin (kanan), saat rapat pleno di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2022).
Afifuddin menyatakan, KPU berterima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung upaya banding tersebut. Dukungan itu dinilai sebagai bentuk solidaritas berbagai pihak, mulai dari pemerintah, partai politik, hingga masyarakat untuk mendukung kerja-kerja KPU agar menyelenggarakan pemilu tepat waktu. Putusan itu juga sama sekali tidak mengganggu tahapan pemilu yang sudah berjalan.
Dua gugatan
Lebih jauh, Afifuddin menyatakan, KPU saat ini masih menghadapi dua gugatan lain yang diajukan oleh Prima serta Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Prima mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan gugatan terkait penetapan 17 parpol peserta Pemilu 2024 tidak diterima. Dalam PK tersebut, Prima meminta pembatalan Surat Keputusan KPU Nomor 518 tentang Parpol Peserta Pemilu dan menetapkan Prima sebagai parpol peserta pemilu.
Prima mengajukan dua gugatan ke PTUN, pertama yang dijadikan obyek gugatan adalah berita acara (BA) verifikasi administrasi yang putusannya gugatan tidak diterima. Partai yang diketuai Agus Jabo Priyono itu kemudian mengajukan gugatan lagi ke PTUN dengan obyek sengketa SK KPU 518, tetapi lagi-lagi gugatannya tidak diterima. Prima kemudian mengajukan PK atas putusan dari gugatan yang kedua itu dan kini masih belum diputus.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Suasana konferensi pers Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait isu penundaan pemilu di Kantor DPP Prima, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Adapun PKP, lanjut Afifuddin, mengajukan perlawanan ke PTUN atas gugatan terhadap BA hasil verifikasi faktual yang hasilnya gugatan tidak diterima. PKP kembali melakukan perlawanan atas putusan PTUN dan menginginkan agar hakim menyatakan PTUN berwenang memeriksa dan memutus gugatan dengan obyek sengketa BA.
Atas dua perkara yang masih berproses tersebut, Afifuddin optimistis gugatan kedua parpol yang tidak lolos verifikasi administrasi itu tidak diterima. Sebab, seluruh sengketa proses yang diajukan tujuh parpol ke PTUN putusannya tidak diterima. Adapun yang mengajukan sengketa proses ke PTUN adalah Partai Republik, Berkarya, Parsindo, Masyumi, Perkasa, Pandai, Prima, dan PKP.
Parpol yang tidak lolos sebagai peserta pemilu akan terus berupaya memperoleh keadilan yang diinginkan ke semua jalur yang diyakini bisa memenangkannya. Namun, lembaga peradilan yang tidak memiliki kompetensi dan bukan bagian dari sistem penegakan hukum pemilu semestinya menahan diri untuk tidak mencampuri ranah kepemiluan.
Secara terpisah, pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, parpol yang tidak lolos sebagai peserta pemilu akan terus berupaya memperoleh keadilan yang diinginkan ke semua jalur yang diyakini bisa memenangkannya. Namun, lembaga peradilan yang tidak memiliki kompetensi dan bukan bagian dari sistem penegakan hukum pemilu semestinya menahan diri untuk tidak mencampuri ranah kepemiluan. ”Apalagi kalau itu jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi dan komitmen berdemokrasi,” katanya.
Sesuai Pasal 471 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sengketa proses pemilu, termasuk di antaranya terkait penetapan parpol peserta pemilu, dilakukan ke PTUN setelah upaya administratif di Badan Pengawas Pemilu dijalankan.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini
Titi mengingatkan, KPU harus mempersiapkan tim hukum yang solid, kuat, dalam menyiapkan materi banding serta jawaban KPU di persidangan Prima dan PKP. Momentum ini harus dijadikan evaluasi untuk tidak menyepelekan semua upaya hukum terhadap KPU, terlebih ada yang meminta penundaan pemilu ataupun langsung ditetapkan sebagai peserta pemilu. Selain itu, kondisi ini juga harus dijadikan pengingat bagi KPU untuk terus bekerja profesional, transparan, dan berintegritas tanpa membuka celah penyimpangan.
”Untuk apa memberikan kuasa kepada puluhan orang kalau kontribusinya pun tidak ada dalam persidangan. Ini bukan untuk memajang nama, jabatan, atau berjuang mempertahankan hasil kerja yang sudah dilakukan KPU,” ujar Titi.
Cederai hukum
Terkait putusan PN Jakpus, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai, putusan majelis hakim telah mencederai hukum dan melanggar konstitusi. Sebab, putusannya bertentangan dengan konstitusi yang menyatakan secara jelas bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Persoalan sengketa administrasi ataupun tahapan pemilu seharusnya diselesaikan di Bawaslu dan PTUN, bukan lembaga hukum yang lainnya.
”Persoalan sengketa administrasi ataupun tahapan pemilu seharusnya diselesaikan di Bawaslu dan PTUN, bukan lembaga hukum yang lainnya,” tulis keterangan yang ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Oleh karena itu, LHKP Muhammadiyah menilai putusan PN Jakpus telah cacat hukum karena segala upaya untuk menunda pemilu bertentangan dengan konstitusi. LHKP Muhammadiyah juga mendukung upaya banding yang dilakukan oleh KPU dan tetap melaksanakan Pemilu 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Meski demikian, KPU dan Bawaslu harus menjaga integritas dan transparansi agar pemilu berjalan secara jujur dan adil. Warga Muhammadiyah juga harus tetap optimistis atas terselenggaranya Pemilu 2024 dan mengawasi setiap tahapannya.
”Mengimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama menyukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan serta tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan demi sehatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia,” ujar LHKP Muhammadiyah.