Dukung Sistem Pemilu Proporsional Terbuka, Parpol Jaring Caleg Berkualitas
Parpol terus menyiapkan bakal caleg yang akan ditawarkan kepada masyarakat untuk dipilih sebagai wakil mereka di lembaga legislatif dalam Pemilu 2024. Sejumlah metode diterapkan untuk menghasilkan sosok yang berkualitas.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Daftar kandidat caleg DPR di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (19/9/2018).
PKB, selain menerapkan uji kelayakan dan kepatutan terhadap bakal caleg, juga memberikan mereka pembekalan.
Partai Golkar membekali bakal caleg dengan pendidikan politik, khususnya terkait dengan penguatan ideologi partai serta strategi komunikasi politik.
Partai Demokrat di sisi lain lebih menekankan pada kader untuk dicalonkan di Pemilu Legislatif 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik menegaskan komitmen untuk merekrut bakal calon anggota legislatif yang berkualitas untuk dipilih masyarakat pada Pemilu 2024. Hal ini disampaikan di tengah tendensi masyarakat yang cenderung masih ingin memilih langsung caleg di surat suara.
Hasil survei Litbang Kompas periode 25 Januari-4 Februari 2023 menunjukkan, mayoritas pemilih cenderung tetap memilih sistem pemilu proporsional terbuka. Sebanyak 67,1 persen dari total 1.202 responden menyatakan lebih ingin memilih langsung caleg dari daftar pemilih. Hanya 17 persen responden yang ingin menyerahkan penentuan calon terpilih kepada parpol. Sementara itu, konstitusionalitas sistem pemilu proporsional terbuka tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta MK memutus agar kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup.
Di tengah kondisi itu, parpol terus menyiapkan bakal caleg. Salah satunya dilakukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pekan lalu, PKB menggelar uji kelayakan dan kepatutan (UKK) untuk bakal calon anggota legislatif (caleg) DPR. Dalam tes yang diselenggarakan secara terbuka itu, setiap peserta dinilai dua penguji, yakni dari internal PKB dan eksternal. Penguji internal berasal dari Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB, sedangkan dari luar adalah tokoh publik dan akademisi, di antaranya anggota Dewan Penasihat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini dan mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Muhammad AS Hikam.
Wakil Ketua Umum PKB yang juga anggota LPP PKB, Maman Imanul Haq, dihubungi dari Jakarta, Senin (6/3/2023), menjelaskan, UKK bacaleg PKB ini dilakukan untuk semua tingkatan, mulai dari DPR hingga DPRD kabupaten/kota. Setiap peserta harus melewati penguji internal yang menilai pengetahuan soal ideologi, sejarah, visi dan misi PKB. Penguji internal juga bakal menggali pengetahuan mereka tentang profil daerah pemilihan (dapil), calon pesaing, serta program yang akan ditawarkan kepada konstituen. ”Adapun penguji eksternal lebih menilai soal motivasi, strategi komunikasi publik, dan strategi kampanye yang bakal diterapkan saat berkontestasi nanti,” ujarnya.
Maman mengatakan, seluruh peserta dinilai secara obyektif berdasarkan beberapa indikator. Adapun hasil penilaian itu diberitahukan secara terbuka pada hari yang sama dengan tes yang diikuti.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar berbicara di depan kader PKB dalam acara Haul Ke-9 Gus Dur dan Konsolidasi Caleg PKB pada Senin (17/12/2018) siang di Jakarta.
Dari UKK, tambah Maman, muncul banyak kandidat muda dengan kualifikasi pendidikan doktoral. Mereka umumnya percaya bahwa politik merupakan jalan untuk membuat perubahan dalam kehidupan masyarakat dan itu bisa dilakukan tanpa harus memiliki modal finansial yang kuat. ”Ini menjadi edukasi politik, selama ini ketikutsertaan dalam politik praktis dikesankan harus punya modal besar, tetapi mereka membuktikan bahwa masih banyak pihak yang berpandangan bahwa memenangi kontestasi juga bisa dilakukan dengan modal pandangan yang luas, cara berkomunikasi, dan strategi yang tepat,” kata Maman.
Maman melanjutkan, proses penilaian bakal caleg tidak berhenti pada UKK. Setelah itu, mereka akan melalui ujian lanjutan dan pembekalan sebelum menjadi caleg. Melalui proses bertahap, PKB diharapkan bisa mendapatkan caleg yang tak hanya berintegritas, tetapi juga memiliki kompetensi profesional. ”Dari proses itu, kami juga ingin menunjukkan bahwa politik itu harus terbuka, sehat, dan jauh dari politisasi identitas. Proses pemilihan kandidat dilakukan dengan pertimbangan rasional dan juga profesional,” tutur Maman.
Ketua DPP Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily menambahkan, saat ini partainya juga tengah mempersiapkan fungsionaris dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota untuk menjadi caleg sebanyak 200 persen dari kursi yang diperebutkan. Tidak hanya direkrut, mereka juga mengikuti pendidikan politik khususnya terkait dengan penguatan ideologi partai. Selain itu, mereka juga dibekali dengan pendidikan terkait strategi turun ke masyarakat, berkomunikasi, dan penggunaan media sosial.
”Kami memilih para caleg berdasarkan parameter yang jelas, dengan memperhatikan PDLT, yakni prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela atau berintegritas. Kami akan menawarkan kepada rakyat calon-calon yang berkualitas,” kata Ace.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Ace Hasan Syadzily
Perekrutan caleg juga terus dilakukan Partai Demokrat. Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief menjelaskan, pihaknya mengutamakan kader untuk menjadi caleg. Pihak luar yang ingin menjadi caleg dari Demokrat harus melalui proses seleksi yang ketat.
Baik Maman, Ace, maupun Andi mengakui, parpolnya berkomitmen untuk merekut caleg berkualitas. Itu juga terkait dengan sikap partai yang tetap mendukung penerapan sistem pemilu proporsional terbuka di tengah munculnya dorongan untuk mengubah sistem tersebut menjadi tertutup.
Dari sembilan fraksi parpol yang ada di parlemen, delapan di antaranya telah menyatakan dukungan untuk tetap pada sistem pemilu proporsional terbuka. Sebanyak delapan fraksi parpol yang dimaksud adalah PKB, Golkar, Demokrat, Gerindra, Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.
Marwah parpol
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, dukungan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup bertujuan untuk menjaga marwah parpol dalam proses pemilu. Sebab, dengan sistem tersebut, partai bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan kader sebagai calon pemimpin bangsa. Parpol harus benar-benar mempersiapkan anggota legislatif yang nantinya punya tugas besar menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan representasi.
Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, lanjut Hasto, demokrasi elektoral berbasis pada peran individu. Modal utamanya pun popularitas, bukan kerja yang substansial. Hal itu berdampak pada proses politik yang berbiaya tinggi dan mendorong maraknya praktik nepotisme. ”Itulah yang disikapi sehingga, meskipun PDI-P terkesan menentang arus, kami berkeyakinan bahwa proporsional tertutup adalah jawaban,” tuturnya.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto (tengah) di Sekolah Partai PDI-P, Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Meski demikian, Hasto tidak memungkiri bahwa sistem pemilu proporsional tertutup juga memiliki kelemahan, yaitu keputusan yang elitis karena hanya pimpinan partai yang menjadi penentu dalam penentuan anggota legislatif. Terkait dengan itu, ia menegaskan, parpol harus bertanggung jawab dalam penempatan kader di setiap posisi. Argumentasi terkait harus diumumkan kepada publik sebagai bukti akuntabilitas dan adanya proses demokratisasi yang baik di internal parpol.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan, kecenderungan publik untuk lebih memilih langsung sosok caleg dalam pileg merupakan efek dari personalisasi politik. Figur-figur itu seolah menjadi simbol politik yang lebih dekat dengan pemilih ketimbang parpol. Kedekatan figur caleg dengan pemilih juga semakin kuat di tengah lemahnya identitas kepartaian di Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Wasisto, pelembagaan parpol perlu dilakukan. Parpol bisa memulainya dengan merevitalisasi kantor partai di daerah meski tidak ada masa kampanye atau jelang pemilu. ”Hal itu penting agar kantor-kantor parpol bisa menjadi rujukan aspirasi warga sehingga dari situ parpol bisa melihat potensi caleg berkualitas dari akar rumput,” ujarnya.
Menurut Wasisto, sistem proporsional tertutup bisa diwujudkan asalkan pelembagaan parpol dilaksanakan dengan komitmen terhadap ideologi yang jelas. Sayangnya, mayoritas parpol berkarakter ”catch all parties” atau mengejar seluruh pemilih untuk kepentingan elektoral. Ditambah lagi identitas kepartaian yang masih lemah. ”Karena itu, sistem pemilu proporsional tertutup masih jauh dari harapan untuk diterapkan,” katanya.