Empat Terdakwa Korupsi Satelit Kemenhan Diancam Penjara di Atas 9 Tahun
Rugikan negara hingga Rp 453 miliar, empat terdakwa kasus dugaan korupsi satelit Kemenhan diancam hukuman penjara di atas 9 tahun. Para terdakwa menyatakan tak keberatan dengan dakwaan tersebut.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan SatelitOrbit 123 Derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia pada 2015 terancam hukuman pidana penjara di atas sembilan tahun. Pasalnya, kasus tersebut telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Keempat terdakwa itu adalah Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto selaku Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan RI periode Desember 2013 hingga Agustus 2016; Kusuma Arifin Wiguna selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma; dan Surya Cipta Witoelar selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma. Adapun satu terdakwa berkewargaaan negara Amerika Serikat, Thomas van der Heyden adalah Senior Advisor PT Dini Nusa Kusuma. Mereka hadir pada sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).
”Para terdakwa telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan negara hingga Rp 453 miliar, sehingga memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001,” tutur jaksa penuntut umum, Nurul Anwar saat membacakan isi surat dakwaan.
Ketentuan Pasal 3 itu menyebutkan, ”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1 miliar (satu miliar rupiah).”
Para terdakwa telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan negara hingga Rp 453 miliar, sehingga memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Selain Nurul, dakwaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh dua jaksa penuntut umum lainnya, Jasri Umar dan Ganda. Kasus bermula ketika keempat terdakwa diduga melakukan pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis dari perusahaan Avanti Communication Limited.
”Mereka berdalih ingin menyelamatkan Alokasi Spektrum pada Slot Orbit 123 Derajat BT yang berada di kondisi darurat. Namun, nyatanya, satelit Artemis yang telah disewa tak berfungsi karena spesifikasinya berbeda dengan satelit sebelumnya, yakni Garuda-1,” ujar Jasri Umar.
Menguntungkan Avanti
Oleh karena tindakan tersebut, para terdakwa telah menguntungkan perusahaan Avanti sebesar Rp 453 miliar sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara. Besaran kerugian itu berdasarkan laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Derajat BT pada Kemenhan tahun 2012 hingga 2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian tersebut terjadi karena Agus Purwoto diminta oleh Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas Anthony van der Heyden untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Artemis antara Kemenhan RI dan Avanti. Padahal, sewa Satelit Artemis sebenarnya tak diperlukan karena berbeda spesifikasinya.
Agus Purwoto tidak berkedudukan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut, sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok serta tidak memiliki wewenang untuk menandatangani kontrak.
”Agus Purwoto tidak berkedudukan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok serta tidak memiliki wewenang untuk menandatangani kontrak,” ucap jaksa Ganda. Selain itu, jaksa menyatakan, anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) di Kemenhan untuk pengadaan satelit tersebut belum tersedia.
Menunggu pengacara
Di sisi lain, baru tiga terdakwa yang diadili, Kamis (2/3/2023). Pembacaan dakwaan terhadap terdakwa warga negara Amerika Serikat Thomas van der Heyden terpaksa harus diundur hingga pekan depan, tepatnya Kamis (9/3/2023), sebab dirinya tak didampingi kuasa hukum.
Pekan depan sudah harus ada kuasa hukumnya, kalau bisa warga negara Indonesia (WNI) karena ancaman hukuman penjaranya di atas sembilan tahun, jadi perlu didampingi pengacara.
Meskipun hadir pada persidangan dengan didampingi penerjemah Gunawan Ilyas, tak terlihat kuasa hukum di sana, sehingga ketua majelis hakim Fahzal Hendri meminta sidang diundur. Adapun pendampingan dengan kuasa hukum diperlukan, sebab ancaman pidana penjara di atas sembilan tahun.
”Pekan depan sudah harus ada kuasa hukumnya. Kalau bisa warga negara Indonesia (WNI) karena ancaman hukuman penjaranya di atas 9 tahun. Jadi perlu didampingi pengacara,” kata Fahzal Hendri.
Adapun setelah pembacaan dakwaan, ketiga terdakwa, Agus Purwoto, Kusuma Arifin Wiguna, dan Surya Cipta Witoelar, tidak mengajukan keberatan dan hanya ingin menunggu pembuktian pada sidang pekan depan yang akan menghadirkan sejumlah saksi. Namun, pihak pembela Agus Purwoto mengajukan pengalihan tempat tahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Instalasi Tahanan Militer. Alasannya, karena kliennya adalah anggota TNI.