Rafael Alun Trisambodo Sudah Mundur, KPK Tetap Klarifikasi Laporan Hartanya
KPK akan segera memanggil Rafael untuk klarifikasi LHKPN yang telah dilaporkan dengan faktual harta yang dimilikinya. KPK telah memeriksa LHKPN Rafael pada 2012-2019 dan telah disampaikan ke Inspektorat Kemenkeu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi tetap akan memanggil pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, meskipun yang bersangkutan mengundurkan diri dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga sudah menemukan indikasi pencucian uang yang diduga dilakukan Rafael.
”Tetap akan diklarifikasi. Mundurnya yang bersangkutan tidak menghentikan proses (klarifikasi) tersebut,” kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Nama Rafael mencuat ke publik setelah terjadi penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satrio, terhadap Cristalino David Ozora. Harta yang dimiliki Rafael juga menjadi sorotan karena berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan pada 31 Desember 2021, Rafael memiliki harta kekayaan hingga Rp 56,1 miliar.
Di tengah perkembangan kasus dan kecaman publik, terutama terkait kekayaan Rafael, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya untuk keperluan pemeriksaan kekayaan dan kewajaran hartanya. Rafael kemudian mengundurkan diri dari statusnya sebagai ASN mulai 24 Februari (Kompas, 25/2/2023).
Ali menegaskan, KPK akan segera memanggil Rafael untuk klarifikasi LHKPN yang telah dilaporkan dengan faktual harta yang dimilikinya. Atas LHKPN yang bersangkutan pada tahun 2012 sampai dengan 2019, KPK telah memeriksanya. Hasil pemeriksaan tersebut telah disampaikan dan dikoordinasikan dengan Inspektorat Kementerian Keuangan untuk tindak lanjut berikutnya.
”Hal ini sebagaimana fungsi LHKPN KPK yang tidak hanya melakukan pemantauan kepatuhan pelaporan, tetapi juga pemeriksaan LHKPN dari para penyelenggara negara,” kata Ali.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi, LHKPN merupakan bentuk pertanggungjawaban dan transparansi seorang penyelenggara negara atas hartanya yang bersumber dari anggaran negara. Atas LHKPN tersebut, publik bisa melihatnya sebagai bentuk pengawasan. Publik bisa menyampaikan kepada KPK jika menemukan ketidakwajaran atau laporan LHKPN yang dilaporkan tidak sesuai dengan profil kepemilikan hartanya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menambahkan, KPK pada Senin (27/2/2023) bertemu dengan Kementerian Keuangan terkait koordinasi pemeriksaan lanjutan. KPK juga telah menjadwalkan klarifikasi kepada Rafael pada Rabu (1/3/2023) di Gedung Merah Putih KPK. Rafael wajib hadir dan diharapkan membawa bukti-bukti yang dibutuhkan. Namun, KPK belum mendapatkan konfirmasi apakah Rafael akan datang atau tidak.
Ipi mengatakan, semua yang terkait dengan kepemilikan harta yang didaftarkan Rafael menjadi materi klarifikasi. Namun, ia belum bisa menjelaskan substansi dari pemeriksaan yang akan dilakukan KPK.
Ia mengungkapkan, dalam beberapa hasil pemeriksaan yang dilakukan, KPK menemukan ada penyelenggara negara atau wajib lapor LHKPN yang tidak menyampaikan keseluruhan harta yang dimilikinya. Karena itu, masyarakat bisa turut mengawal impelementasi LHKPN sebagai alat pencegahan jika ada ketidaksesuaian harta yang dilaporkan dalam LHKPN.
”LHKPN menjadi alat pencegahan korupsi, di mana sangat mengandalkan kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas dari penyelenggara negara atau wajib lapor untuk menyampaikan laporan harta kekayaannya itu, secara jujur, secara benar, dan lengkap. Itu yang kita harapkan kemudian dapat dilakukan oleh penyelenggara negara,” kata Ipi.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, pelaporan kekayaan penyelenggara negara melalui LHKPN untuk dinilai kewajaran hartanya berdasarkan pemasukan yang sah. KPK pasti memverifikasi dan memeriksa LHKPN yang dilaporkan.
Dalam konteks pencegahan korupsi, kewajiban melaporkan LHKPN tersebut untuk menimbulkan rasa takut dan enggan korupsi. Terhadap harta penyelenggara negara yang dinilai tidak wajar, KPK menganalisis dan mengonfirmasi kepada pelapor. Apabila tidak dapat dijelaskan dan dibuktikan, dapat dijadikan dasar untuk penegakan hukum oleh KPK.
KPK juga bisa mengoordinasikannya kepada instansi yang berwenang atau pihak terkait lainnya. Terkait LHKPN dari Rafael, kata Ghufron, KPK juga telah menindaklanjuti dan mengoordinasikannya dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kemenkeu sejak tahun 2020.
Hasil analisis pemeriksaan LHKPN, kata Ghufron, juga sering digunakan sebagai instrumen penilaian pendukung dalam promosi jabatan di kementerian, lembaga, ataupun pemerintah daerah. ”Hal itu menjadi bagian proses pencegahan agar pihak yang dipilih adalah pihak berintegritas. Selebihnya, jika ada Laporan atau penyelidikan terhadap pihak PN (penyelenggara negara), LHKPN dapat juga digunakan untuk mendukung pengungkapan suatu perkara tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang (TPPU) serta upaya asset recovery-nya,” kata Ghufron.
KPK juga telah intens mengedukasi dan sosialisasi pengisian LHKPN agar para penyelenggara negara melaporkan LHKPN-nya secara patuh tepat waktu dan diisi dengan benar sesuai faktualnya. Dalam pelaksanaannya juga dilakukan secara sinergi dan kolaborasi lintas unit, kedeputian, ataupun direktorat.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana terpisah menegaskan, PPATK telah berkoordinasi secara intensif dengan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu terkait kasus Rafael. PPATK tidak pernah menargetkan terhadap instansi tertentu dalam upaya pencegahan korupsi.
Pencegahan korupsi yang dilakukan PPATK sesuai dengan data yang ada. PPATK melakukan pencegahan korupsi dengan berkoordinasi bersama pengawas internal masing-masing kementerian/lembaga.
Dalam kasus Rafael, kata Ivan, PPATK menemukan adanya indikasi pencucian uang berupa transaksi signifikan yang tidak sesuai dengan profil yang bersangkutan. Dalam temuan PPATK, Rafael menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai perantara. ”PPATK (sudah melaporkan temuan tersebut) kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Itjen Kemenkeu,” kata Ivan.
Menurut Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, pengunduran diri Rafael diduga untuk menghindari proses penelusuran asal-usul kekayaannya yang berlangsung di KPK. Sebab, saat ini KPK sedang menelurusi dan mengumpulkan keterangan atas sumber kekayaan Rafael.
MAKI meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak pengunduran diri Rafael sebagai ASN Ditjen Pajak. Rafael harus tetap sebagai ASN meskipun tidak memiliki jabatan apa pun di lingkungan Kementerian Keuangan, ataupun jabatan di kementerian lain.
”Segala upaya yang mengakibatkan terhentinya proses-proses atau penyelidikan KPK atas dugaan keraguan asal-usul kekayaan yang diduga melibatkan Rafael adalah bagian dari obstruction of justice atau menghalangi penegakan hukum,” kata Boyamin.