Lanjutan sidang Majelis Kehormatan MK tentang pengubahan putusan MK memeriksa Suhartoyo, salah satu dari sembilan hakim MK. Hari berikutnya akan diperiksa lagi hakim-hakim MK untuk dapat pandangan setiap hakim MK.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MK mulai memeriksa Hakim Konstitusi Suhartoyo, Senin (27/2/2023) ini. Pemeriksaan terkait dengan dugaan pengubahan frasa dalam putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang pemberhentian Aswanto. Selain Suhartoyo, Hakim Konstitusi Saldi Isra seharusnya juga diperiksa hari ini, tetapi berhalangan hadir karena ada kegiatan internal MK.
Pemeriksaan dilakukan di gedung MK, Jakarta, mulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Majelis Kehormatan MK meminta keterangan Suhartoyo secara tertutup. Karena itu, pihak yang menemui Suhartoyo hanya Ketua Majelis Kehormatan MK I Dewa Gede Palguna beserta anggota lainnya, Enny Nurbaningsih dan Sudjito.
Saat ditemui, Palguna masih belum berkenan menjelaskan detail pemeriksaan Suhartoyo. Namun, disebutkan, pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan pandangan setiap hakim konstitusi. Apa yang terjadi saat rapat hingga pengambilan keputusan, dan bagaimana kasus tersebut dapat terjadi. Kasus yang dimaksud ialah pengubahan frasa dalam putusan Nomor 103/PUU-XX/2022, yakni ”dengan demikian” saat diucapkan, tetapi menjadi ”ke depan” saat dituliskan dalam hasil putusan.
”Mengapa pengubahan ini terjadi? Hal ini yang sedang kami telusuri (melalui pemeriksaan). Oleh karena itu, semua pihak yang berkaitan dengan pengubahan frasa kami periksa, mulai dari panitera MK, staf kepaniteraan MK, hingga para hakim konstitusi,” kata Palguna.
”Mengapa pengubahan ini terjadi? Hal ini yang sedang kami telusuri (melalui pemeriksaan). Oleh karena itu, semua pihak yang berkaitan dengan pengubahan frasa kami periksa mulai dari panitera MK, staf kepaniteraan MK, hingga para hakim konstitusi.”
Dugaan pengubahan frasa, menurut Palguna, terjadi karena ada perbedaan risalah sidang—hal yang diucapkan hakim saat sidang—dan risalah putusan—bentuk tekstual dari sidang. Frasa yang benar adalah hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Dalam RPH itu, ucapan ”dengan demikian” merupakan bentuk yang benar dan sesuai.
Saat ditanyai lebih lanjut, Palguna juga belum dapat memberikan keterangan lebih detail terkait hal tersebut. Meskipun demikian, permulaan masalah diyakini dari perumusan RPH. ”Ini berkaitan dari RPH memutuskan apa, lalu siapa drafter-nya, bagaimana bunyi draft, dan hasil akhirnya seperti apa. Semua ini yang masih kami cari,” ujar Palguna.
Pada dasarnya, pengubahan putusan ini biasa, terutama dalam RPH. Hal ini mencakup pengubahan redaksional dan penambahan diksi. Namun, terang Palguna, ini menjadi tidak biasa saat pengubahan frasa malah mengubah substansi.
”Ini menjadi tidak biasa saat pengubahan frasa malah mengubah substansi.”
Sesuai peraturan yang berlaku, proses pemeriksaan dapat ditambah 15 hari kerja. Pada akhir penambahan, Majelis Kehormatan MK sudah harus mendapatkan hasil dan melanjutkan tahap berikutnya. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan lanjutan. Tahap itu yang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan.
Pada kesempatan yang berbeda, Ketua MK Anwar Usman menyerahkan seluruh proses pemeriksaan pada Majelis Kehormatan MK. Hakim Konstitusi lainnya, Manahan Sitompul, juga belum bisa berkomentar banyak karena belum diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebagai informasi, Anwar dan Aswanto, menurut rencana, diperiksa besok, Selasa (28/2/2023). Tiga Hakim Konstitusi lainnya, Wahiduddin Adams, Manahan, dan Arief Hidayat, akan diperiksa Rabu (1/3/2023), sedangkan dua Hakim Konstitusi, yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan Guntur Hamzah, akan diperiksa Kamis (2/3/2023) berikutnya.
Sementara Saldi Isra diundur pemeriksaannya hingga minggu depan, Senin (6/3/2023), dan Hakim Konstitusi Enny hanya berupa konfirmasi karena juga berperan sebagai Majelis Kehormatan MK.
Dampak pengubahan
Secara terpisah, menurut pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, putusan resmi termaktub dalam hasil RPH. RPH ini dilakukan sebelum penyampaian hasil putusan.
Kata yang diucapkan saat pemberian putusan adalah ”dengan demikian”, sedangkan yang ditulis dalam hasil berganti menjadi ”ke depan”. Dalam hal ini, kata Bivitri, permasalahan bukan pada perbedaan makna, melainkan pengubahan hasil putusan.
”Putusan itu produk ketuhanannya MK. Sementara hakim merupakan ’wakil Tuhan’ dalam MK. Pengubahan hasil putusan tidak boleh dilakukan (saat dibacakan dan dituliskan).”
”Putusan itu produk ketuhanannya MK. Sementara hakim merupakan ’wakil Tuhan’ dalam MK. Pengubahan hasil putusan tidak boleh dilakukan (saat dibacakan dan dituliskan),” ungkapnya saat dihubungi.
Selain itu, pada versi ”dengan demikian” berarti pemberhentian Aswanto sebagai Hakim Konstitusi sejak putusan itu tidak dapat dibenarkan. Sementara ”ke depan” berarti setelah Aswanto diberhentikan, hal seperti itu tidak boleh terjadi lagi.
Pengubahan ini terjadi dalam rentang waktu seusai pengucapan hingga pengunggahan dokumen putusan. Periode ini yang harus diperiksa secara komprehensif. Kini, pengubahan frasa ini juga sedang diselidiki oleh penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya. Penyidik telah meminta keterangan dari Angela, Zico, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan (Kompas.id, 26/2/2023).
Bivitri menambahkan, hakim konstitusi tidak mengurusi hal teknis seperti dokumen. Di sisi lain, kepaniteraan—dalam hal ini panitera pengganti—tidak akan berani mengubah putusan kalau tidak diperintah. Oleh karena itu, para penyidik Polda Metro Jaya dan Majelis Kehormatan MK perlu memeriksa terkait hal tersebut.