Suap untuk Dana Komando Pengadaan Helikopter AW-101 Terbukti
John Irfan Kenway dihukum pidana penjara 10 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Irfan berupa uang pengganti Rp 17,22 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Majelis hakim membacakan vonis terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 tahun 2016-2017, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/2/2023). Majelis hakim memvonis John Irfan Kenway pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, hakim juga menjatuhkan uang pengganti Rp 17,22 miliar subsider 2 tahun penjara.
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menyatakan terbukti adanya pemberian dana komando oleh Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dalam perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 pada 2016. Dana komando tersebut diberikan oleh Irfan kepada Wisnu Wicaksono selaku Kepala Pemegang Kas Markas Besar TNI Angkatan Udata periode 2015-Februari 2017.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Djuyamto dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/2/2023). Djuyamto didampingi Rianto Adam Pontoh dan Ida Ayu Mustikawati selaku hakim anggota. Hadir juga jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi dan Irfan yang didampingi penasihat hukumnya.
Djuyamto menyatakan, Irfan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Korupsi tersebut dilakukan Irfan bersama dengan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products, Lorenzo Pariani; Direktur Lejardo, Bennyanto Sutjiadji; serta eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara dan kuasa pengguna anggaran periode Januari 2015-Januari 2017, Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Pejabat lain yang disebut adalah Kepala Dinas Pengadaan TNI AU (Kadisada AU) yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) periode 2015-20 Juni 2016, Heribertus Hendi Haryoko; Kadisada AU sekaligus PPK periode 20 Juni 2016-2 Februari 2017, Fachri Adamy; Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU periode 2015-Februari 2017, Supriyanto Basuki; serta Wisnu Wicaksono.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Majelis hakim membacakan vonis terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 tahun 2016-2017, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/2/2023).
”Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata Djuyamto.
Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Irfan berupa uang pengganti Rp 17,22 miliar. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan mutlak, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang. Jika harta bendanya tidak mencukupi sebagai uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun.
Djuyamto mengungkapkan, dalam persidangan terbukti adanya pemberian dana komando. Irfan mengakui dana komando tersebut sesuai kesepakatan 4 persen dari pembayaran tahap pertama sebesar Rp 17,73 miliar sehingga jumlah pembayaran pada 5 September 2016 atas PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp 418,95 miliar. Adapun nilai pembayaran tahap pertama sebesar Rp 443,34 miliar.
Bertempat di Gedung B3 Lantai 2 Disku Mabes TNI AU, Sigit Suwastono menyerahkan dana komando yang berasal dari pencairan tahap pertama pengadaan helikopter AW-101 kepada Wisnu Wicaksono. Pada 9 November 2016, Sigit membuat rekening BRI Cabang Mabes TNI AU yang digunakan sebagai tempat penampungan bunga deposito dana komando atas nama Dewi Liasaroh yang merupakan asisten rumah tangga pegawai BRI Cabang Mabes TNI AU. Sigit juga membuat sejumlah rekening deposito.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna memberikan keterangan pers seusai diperiksa penyidik KPK, di Jakarta, Rabu (3/1/2018). Agus Supriatna diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017 dengan tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.
Dakwaan dan tuntutan berbeda
Pernyataan majelis hakim tersebut berbeda dengan dakwaan dan tuntutan JPU. Di dalam dakwaan, JPU menyatakan Wisnu melaporkan dana komando tersebut kepada Agus Supriatna. Begitu juga pada tuntutan, JPU menyatakan, kesepakatan 4 persen yang diambil dari pembayaran tahap pertama, yakni Rp 17,73 miliar, dipergunakan sebagai dana komando yang ditujukan kepada Agus.
Terkait dengan kerugian negara, majelis hakim sependapat dengan penghitungan Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK, yakni Rp 738,9 miliar. Namun, kerugian tersebut bukan kerugian total karena helikopter AW-101 benar ada dan memiliki nilai materiil, tetapi belum dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaannya.
Helikopter AW-101 telah diterima TNI AU dan terdaftar dalam barang milik negara dengan nilai Rp 550,56 miliar; dan terdapat kelebihan pembayaran yang telah disetorkan kepada negara oleh Irfan pada 7 November 2017 sebesar Rp 31,68 miliar sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ada nilai pembayaran termin ketiga dan keempat sebesar Rp 139,42 miliar yang masih berada di rekening lintas tahun atas nama PT Diratama Jaya Mandiri yang diblokir penyidik KPK yang dapat diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara.
Selain itu, kata hakim, ada nilai pembayaran termin ketiga dan keempat sebesar Rp 139,42 miliar yang masih berada di rekening lintas tahun atas nama PT Diratama Jaya Mandiri yang diblokir penyidik KPK yang dapat diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 tahun 2016-2017, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh (kedua dari kanan), seusai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Oleh karena itu, sisa kerugian negara sebesar Rp 17,22 miliar. Jumlah tersebut dikenakan sebagai uang pengganti kepada Irfan.
Adapun vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut Irfan dengan pidana penjara 15 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan. Irfan juga dituntut membayar uang pengganti Rp 177,7 miliar. Atas putusan tersebut, Irfan dan JPU menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu pikir-pikir selama tujuh hari terhitung mulai sehari setelah putusan dibacakan.
Dihubungi secara terpisah, Agus Supriatna mengatakan bahwa pernyataan hakim sesuai dengan fakta persidangan. ”Jangankan terima (dana komando), lihat barangnya kagak pernah,” ujarnya.