Kepuasan Publik Meningkat, Begini Respons Parpol Koalisi dan ”Oposisi”
Kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Amin, menurut Survei Litbang ”Kompas”, naik 7,2 persen dari survei sebelumnya. Apa kata parpol pemerintah maupun non-pemerintahan menanggapi kenaikan itu?
Oleh
IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik, baik pendukung pemerintah maupun non-pemerintah, menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan adanya peningkatan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Tingkat kepuasan yang tinggi perlu dijadikan pemicu untuk mengatasi sejumlah permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah. Komitmen Presiden dalam memperbaiki aspek-aspek yang masih kurang memuaskan juga dinanti.
Hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2023 menunjukkan, kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin naik dari 62,1 persen pada Oktober 2022 menjadi 69,3 persen. Dari 20 indikator dalam empat aspek yang disurvei, yakni politik dan keamanan, penegakan hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial, semua mengalami kenaikan tingkat kepuasan secara bervariasi.
Namun, ada tujuh indikator yang masih di bawah 50 persen. Indikator itu di antaranya memberantas suap dan jual beli kasus, memberantas KKN, dan menjamin perlakuan setara oleh aparat hukum kepada semua warga. Selain itu, juga indikator memberdayakan petani dan nelayan, menyediakan lapangan pekerjaan, mengendalikan harga barang dan jasa, serta mengatasi kemiskinan.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, kenaikan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah semakin membangunkan daya optimisme PDI-P untuk terus berjuang demi menyiapkan warisan atau legacy kepemimpinan Jokowi-Amin.
Sejak awal 2020, ketika pandemi menghadang, PDI-P terus menjadi motor pertumbuhan perekonomian rakyat dan menumbuhkan semangat gotong royong untuk meningkatkan imunitas rakyat. Di saat bersamaan, PDI-P juga memelopori konsolidasi fiskal, merealokasi anggaran untuk rakyat, serta meminimalkan berbagai risiko politik sehingga mendorong seluruh jajaran pemerintah untuk berkonsentrasi pada penyelesaian krisis.
”Dengan kepuasan yang tinggi tersebut, maka pemerintah bisa semakin berpacu mengatasi berbagai persoalan ekonomi, termasuk memperjuangkan kehidupan yang semakin berkeadilan,” ujar Hasto di Jakarta, Senin (20/2/2023).
Menurut Hasto, peningkatan kepuasan terhadap pemerintah juga tak terlepas dari kerja keras pemerintah bersama seluruh parpol pengusung pemerintah yang akhirnya dinilai positif oleh rakyat. Kerja bersama ini penting terus ditingkatkan karena tantangan ke depan tidaklah mudah.
Dengan kepuasan yang tinggi tersebut, maka pemerintah bisa semakin berpacu mengatasi berbagai persoalan ekonomi, termasuk memperjuangkan kehidupan yang semakin berkeadilan.
Kerja keras diperlukan untuk secepatnya memperbaiki hal-hal yang dikritisi masyarakat, khususnya bagaimana menghadirkan hukum yang berkeadilan. Dari sisi hulunya, partai mendorong penataan sistem hukum yang berkeadilan, transparan, dan memastikan bekerjanya mekanisme hukum yang berkeadilan.
Kemudian di bagian hilir, aparat penegak hukum wajib mengedepankan keadilan hukum bagi rakyat. Aparat penegak hukum harus memberikan jaminan keadilan bagi rakyat di tengah tantangan kapitalisasi kekuasaan hukum yang kian marak seiring dengan liberalisasi politik dan ekonomi yang terjadi.
PDI-P berpandangan bahwa penciptaan lapangan kerja di tengah rakyat juga harus menjadi skala prioritas terpenting dengan mendorong pembangunan dari desa. Caranya, seluruh aparatur birokrasi harus lebih sering turun ke masyarakat untuk mencari langkah terobosan di dalam pembangunan perekonomian rakyat, berdasarkan berbagai persoalan di lapangan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai, peningkatan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah disebabkan kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi dan Wapres Amin bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Bahkan, kebijakan yang menjadi prioritas sebagian berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sehingga memberikan dampak pada masyarakat.
”Capaian ini harusnya bisa menjadi legacy dari pemerintahan Presiden Jokowi, salah satunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia jadi lebih merata antara Jawa dan luar Jawa,” tuturnya.
Segera diperbaiki
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar sependapat dengan hasil survei Kompas. Pekerjaan rumah pemerintah di bidang hukum masih banyak sehingga harus segera diperbaiki di sisa waktu pemerintahan 20 bulan ke depan.
Pekerjaan rumah yang dimaksud salah satunya adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang anjlok ke angka 34 atau sama persis dengan delapan tahun lalu ketika Jokowi baru mulai memimpin Indonesia. Padahal, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam sepuluh tahun pemerintahannya bisa meningkatkan IPK secara drastis dari skor 20 ke 34. Capaian ini meningkat 14 basis poin atau hampir dua kali lipat dari posisi awal.
Persoalan lain yang juga perlu segera ditangani adalah munculnya kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi atau pejabat di bidang hukum, seperti kasus pembunuhan berencana yang melibatkan bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo. Kasus jenderal yang membunuh ajudan itu, menurut Renanda, menimbulkan ketakutan besar dan kegeraman yang meluas dari rakyat dalam melihat kasus seperti ini bisa kembali terjadi.
”Memang ada apresiasi atas upaya pemerintah untuk memastikan kasus ini bisa diproses. Namun, bagi publik, ini lebih kepada fenomena gunung es. Bisa jadi banyak kasus lain yang tak terungkap karena tak ada pejabat pemerintah yang mengawalnya seperti di kasus Sambo yang dilakukan Menko Polhukam,” ujarnya.
Tantangan yang juga perlu ditangani secara baik oleh pemerintah adalah munculnya kasus-kasus yang diduga kuat terjadi karena kekerasan aparat, seperti insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Kondisi hukum ini diperparah dengan upaya struktural dan sistemik seperti revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi serta diterbitkannya Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang dianggap tidak berpihak pada penegakan hukum dan rakyat kecil.
Oleh sebab itu, menurut Renanda, perlu komitmen dari pimpinan tertinggi untuk memperbaiki kondisi hukum di Tanah Air. Presiden Jokowi tidak bisa lepas tangan, tetapi benar-benar mencermati dengan sungguh-sungguh. Sebab, bagaimanapun, kinerja jajaran di bawahnya di bidang hukum tidak bisa dilepaskan dari keseriusan dan kesungguhan atasannya. ”Masih ada waktu dua tahun, masih ada waktu untuk memperbaiki, selama komitmen tingkat atas benar-benar dijaga dan dijalankan sampai di tingkat terbawah,” katanya.