Presiden Ajak Semua Pihak Hormati Vonis Hakim terhadap Ferdy Sambo
Selain menghormati pengadilan, vonis mati Ferdy Sambo diharapkan jadi momentum bagi Polri melakukan bersih-bersih dari anggota-anggota serta melanjutkan kembali reformasi kultural Polri dengan sungguh-sungguh.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan, semua pihak harus menghormati keputusan hakim yang telah menjatuhkan vonis bagi para terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Meskipun tidak bisa ikut campur dalam proses yang terjadi di pengadilan, Presiden menyatakan vonis hakim sudah melihat dan mempertimbangkan semua fakta. Putusan itu diharapkan menjadi momentum perbaikan dan melanjutkan reformasi kepolisian.
Presiden Jokowi juga menegaskan, pertimbangan fakta-fakta, bukti-bukti, dan kesaksian saksi menjadi penting. ”Itu wilayahnya yudikatif, wilayahnya pengadilan. Kita tidak bisa ikut campur,” kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan seusai membuka dan meninjau pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) tahun 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2023).
Meskipun demikian, Presiden meyakini hakim telah mempertimbangkan fakta, bukti, dan kesaksian dalam mengambil keputusan. ”Tetapi, saya kira keputusan yang ada, saya melihat pertimbangan fakta-fakta, pertimbangan bukti-bukti, juga saya kira kesaksian dari para saksi itu menjadi penting dalam keputusan yang kemarin saya lihat. Tetapi, sekali lagi kita tidak bisa memberikan komentar,” tambah Presiden.
Itu wilayahnya yudikatif, wilayahnya pengadilan. Kita tidak bisa ikut campur.
Sidang vonis bagi para terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat telah digelar pada Senin hingga Rabu, 13-15 Februari 2023. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023), menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Richard Eliezer yang menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum atau justice collaborator.
Vonis Richard yang lebih ringan dari tuntutan jaksa ini berkebalikan dengan empat terdakwa lain dalam kasus yang sama dengan vonis lebih berat dari tuntutan. Mereka adalah bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo yang divonis pidana mati; istri Sambo, yakni Putri Candrawathi, dipidana 20 tahun penjara; Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara; dan Ricky Rizal dihukum 13 tahun penjara.
”Itu (vonis) sudah diputuskan, harus dihormati. Semuanya harus menghormati keputusan yang ada,” ujar Presiden.
Kompolnas hormati putusan
Terkait putusan terhadap Richard, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menyebut Kompolnas menghormati putusan majelis hakim dan melihat putusan tersebut mewakili keadilan masyarakat. Apalagi jaksa penuntut umum tidak mengajukan banding terhadap putusan tersebut sehingga putusan terhadap Richard sudah berkekuatan hukum tetap.
Dalam menjatuhkan putusan, Poengky menegaskan, majelis hakim pasti mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat bukti yang ada. Sebagai seorang tamtama yang merupakan posisi terendah di kepolisian, dengan pangkat bharada yang merupakan pangkat terendah di tamtama, apalagi berdinas di Brimob yang rantai komandonya sangat tegas, Richard dinilai tidak akan bisa menolak perintah atasannya yang seorang jenderal.
Namun, ketika Richard mengajukan permohonan sebagai justice collaborator dan berjanji untuk jujur mengungkap kasus ini di hadapan penyidik dan Kapolri, Kompolnas yakin arah pengungkapan kasus ini akan lancar hingga ke persidangan.
”Terbukti ketika di persidangan, Eliezer berkata jujur dan mengakui kesalahannya. Eliezer juga memohon maaf dengan tulus kepada orangtua almarhum Yosua, dan orangtua almarhum Yosua juga memaafkan,” tambahnya.
Terbukti ketika di persidangan, Eliezer berkata jujur dan mengakui kesalahannya. Eliezer juga memohon maaf dengan tulus kepada orangtua almarhum Yosua, dan orangtua almarhum Yosua juga memaafkan.
Hal-hal tersebut menjadikan dukungan masyarakat yang luar biasa kepada Richard. Menurut Poengky, persidangan dengan terdakwa Richard menunjukkan peran justice collaborator yang mendapatkan pengakuan dari majelis hakim. Selain itu, terdapat pengakuan serta permohonan maaf yang tulus dari Richard yang telah mendapatkan pengampunan dari orangtua Brigadir J.
Efek jera
”Nantinya Eliezer pasti akan diproses kode etik di internal Polri. Kami tidak ingin mendahului, tetapi kami percaya bahwa sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dalam menjatuhkan putusan pasti juga akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk pangkat terendah Eliezer serta peranannya dalam membongkar kasus ini,” kata Poengky.
Poengky juga berharap hukuman tegas yang dijatuhkan majelis hakim kepada Ferdy Sambo akan memunculkan efek jera. ”Agar tidak ada lagi anggota, apalagi yang merupakan perwira tinggi dengan jabatan strategis, melakukan tindakan serupa, yang berdampak pada hilangnya nyawa dan tercorengnya nama baik institusi,” ujarnya.
Poengky berharap kasus Sambo menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan bersih-bersih dari anggota-anggota nakal serta melanjutkan kembali reformasi kultural Polri dengan sungguh-sungguh. Hal ini agar kepercayaan masyarakat kepada Polri yang sempat turun gara-gara kasus Sambo kembali pulih.
Secara terpisah, pakar kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, reformasi Polri sudah didengungkan sejak pemisahan TNI-Polri tahun 1999. Namun, reformasi kepolisian kembali dipertanyakan akibat munculnya kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat seperti kasus Sambo.
Kalau melihat fenomena itu semua, artinya ada yang salah dalam reformasi Polri selama ini yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Reformasi kepolisian bukan sekadar jargon belaka, melainkan langkah-langkah konkret menuju perbaikan terus-menerus.
”Kalau melihat fenomena itu semua, artinya ada yang salah dalam reformasi Polri selama ini yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Reformasi kepolisian bukan sekadar jargon belaka, melainkan langkah-langkah konkret menuju perbaikan terus-menerus,” tambah Bambang.
Bambang mengaku pesimistis bahwa Polri bisa melakukan pembenahan internal. ”Banyak konflik kepentingan. Banyak faksi yang masih pro-status quo. Harapan bisa berbenah sangat bergantung pada sosok Kapolri yang memimpin langsung dan segera melakukan konsolidasi dengan jajarannya yang progresif dengan melakukan pembenahan, bahkan mencopot personel yang menjadi benalu reformasi di tubuh Polri,” ucapnya.
Kasus Sambo juga dinilai tidak akan bisa membuat anggota lainnya jera jika melanggar aturan dan menyalahgunakan wewenang. ”Selama tidak ada sistem yang bisa memastikan aturan dan sanksi pada pelanggaran-pelanggaran di internal itu bisa ditegakkan, kasus Sambo hanya akan dianggap sebagai insiden saja. Apes atau sial saja,” tambah Bambang.
Menurut Bambang, vonis mati Sambo seharusnya jadi momentum yang bagus untuk perbaikan institusi Polri, baik perbaikan struktur, instrumen, maupun paradigma personel yang nantinya juga akan mengubah kultur. ”Problemnya lagi-lagi apakah momentum tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Kapolri dengan maksimal atau hanya akan terlewatkan begitu saja? Pro-status quo (kemapanan) atau progresif?” ucapnya.