Perppu Cipta Kerja Siap Disahkan di Paripurna
Tujuh fraksi DPR menyetujui RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disetujui di Rapat Paripurna DPR. Sementara itu, dua fraksi di DPR dan Fraksi DPD menyatakan menolak.
JAKARTA, KOMPAS — Dalam waktu dua hari pembahasan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu tentang Cipta Kerja disetujui dalam pengambilan keputusan tingkat satu. Perppu itu akan segera dibawa ke pembicaraan tingkat dua dalam sidang paripurna terdekat setelah masa reses untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pengambilan keputusan tingkat satu terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang berlangsung di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (15/2/2023), diwarnai penolakan dua fraksi di DPR dan Fraksi Dewan Perwakilan Daerah. Fraksi yang menolak adalah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua fraksi juga pernah menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada 2020.
Sementara itu, tujuh fraksi yang menyetujui RUU tersebut untuk disahkan di rapat paripurna merupakan parpol pendukung pemerintah, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Setelah disepakati mayoritas fraksi, RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja akan dibawa ke rapat paripurna setelah masa reses untuk disahkan menjadi undang-undang. DPR memasuki masa reses pada 17 Februari dan kembali bersidang pada 14 Maret 2023,
Ketua Panitia Kerja (Panja) Perppu Cipta Kerja Abdul Wahid mengatakan, Badan Legislasi (Baleg) menerima penugasan pembahasan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja pada 14 Februari. Baleg lalu menggelar beberapa rapat. Pertama, rapat kerja dengan sejumlah menteri terkait. Baleg juga menggelar rapat dengar pendapat umum bersama sejumlah pakar, dilanjutkan dengan rapat panja pada 15 Februari. Adapun rapat kerja dengan sejumlah menteri dan rapat dengar pendapat umum dengan para pakar berlangsung tertutup. Hanya rapat pengambilan keputusan tingkat satu yang terbuka untuk umum.
Baca juga: Pembahasan Perppu Cipta Kerja di DPR Dikhawatirkan Hanya Formalitas
Bantah kebut pembahasan
Setelah surat presiden terkait Perppu Cipta Kerja dibacakan pada 7 Februari 2022, Baleg DPR baru membahas Perppu Cipta Kerja pada Selasa (14/2/2023). Dalam rapat kerja yang tidak terjadwal itu, hadir Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam rapat tersebut, Baleg dan pemerintah menyepakati pembentukan panitia kerja yang bertugas untuk membahas Perppu Cipta Kerja. Kemudian, agenda dilanjutkan dengan mendengarkan pendapat dari sejumlah ahli.
Kemudian, pada Rabu, rapat dilanjutkan kembali dengan hanya melibatkan seluruh perwakilan fraksi DPR. Rapat berlangsung tertutup. Wakil Ketua Baleg dari Fraksi PDI-P M Nurdin membenarkan rapat itu dilakukan tertutup karena membahas hal-hal yang berkaitan dengan penjelasan pemerintah soal Perppu Cipta Kerja dan mana saja hal-hal yang masih perlu diperbaiki di Perppu tersebut.
Nurdin membantah anggapan Perppu Cipta Kerja dibahas diam-diam dan terburu-buru. Sebab, semua prosesnya disiarkan melalui Youtube. Selain itu, berdasarkan pengakuan pemerintah, Perppu ini telah disosialisasikan 610 kali. Dia juga mengungkapkan, Perppu Cipta Kerja belum akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada Kamis (16/2/2023). Sebab, sekretariat masih akan menyusun dan mengecek kembali redaksional Perppu sehingga tak bermasalah di kemudian hari.
”Nanti kami salah lagi. Jadi, (Kamis) besok itu rapat paripurna untuk menutup masa sidang. Lalu, kami reses sampai Maret. Mungkin di minggu awal setelah reses, kalau sudah siap semua, barulah dibawa ke paripurna,” kata Nurdin.
Airlangga Hartarto juga menampik tudingan pembahasan RUU tentang Penetapan Perppu Ciptaker terburu-buru. Sebab, Presiden telah mengirimkan surat ke DPR untuk membahas RUU ini sejak awal Januari lalu. ”Pembahasannya pun harus dilakukan di masa sidang ini. Memang (pembahasan) harus satu masa sidang, ada batasannya," ujarnya.
UU Cipta Kerja bahkan telah disosialisasikan oleh kementerian/lembaga sebanyak 610 kali dan konsultasi publik sebanyak 29 kali oleh Satgas Sosialisasi Cipta Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah terus-menerus melakukan sosialisasi, edukasi, konsultasi, bimbingan teknis, bahkan pendampingan yang diperlukan dalam implementasi undang-undang tersebut.
Airlangga mengatakan, Perppu merupakan pelaksanaan konstitusi dan atas kewenangan atributif Presiden berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai konstitusi, Perppu harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. ”Dengan demikian, subyektivitas Presiden dalam penetapan Perppu dinilai secara obyektif oleh DPR untuk dapat ditetapkan menjadi undang-undang,” kata Airlangga.
Pemerintah, lanjutnya, juga telah mendengarkan pendapat fraksi-fraksi dan mengapresiasi, baik fraksi yang mendukung, menyetujui, maupun yang tidak menyetujui. Semua catatan akan menjadi masukan bagi pemerintah karena nantinya akan ada sejumlah peraturan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut. Penetapan Perppu Cipta Kerja juga diikuti dengan kebijakan lain di sektor moneter, seperti UU tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan dan Pengaturan Devisa Ekspor dan sejumlah langkah antisipatif dalam menghadapi ancaman penurunan ekonomi global. ”Dari penjelasan para pakar, upaya pencegahan yang dilakukan sebelum krisis jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis,” ujarnya.
Selain itu, Perppu diperlukan untuk menjawab kepastian hukum akibat ketidakpastian hukum dari putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Kepastian hukum berdampak ke berbagai kelembagaan yang dibentuk, antara lain, LPI, beberapa proyek, termasuk Proyek Strategis Nasional, dan utamanya kegiatan usaha menengah kecil dan mikro kecil melalui NIB maupun PT perseorangan
”Dengan putusan MK yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja dapat disampaikan kembali, bahwa pemerintah bersama DPR telah melaksanakan putusan dengan sebaik-baiknya, yaitu telah diaturnya omnibus law dan peningkatan partisipasi bermakna," tutur Airlangga.
Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Amin AK, mengatakan, penerbitan Perppu tentang Cipta Kerja bertentangan dengan putusan MK karena tidak mengakomodasi poin-poin perbaikan yang diperintahkan. Perppu Cipta Kerja juga tidak menjawab amanat putusan MK yang sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil. Dengan demikian, penerbitan Perppu tidak menggugurkan status inkonstitusional bersyarat terhadap UU tentang Cipta Kerja.
PKS, lanjutnya, menilai penerbitan Perppu tentang Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya hal ikhwal kegentingan yang memaksa. ”Fraksi PKS menilai alasan Pemerintah untuk menerbitkan Perppu tidak terukur dan kurang tepat, dibandingkan dengan melakukan revisi terhadap UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi di DPR sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja,” katanya.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso, menilai, hadirnya Perppu Cipta Kerja bukan menjadi solusi atas ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia. Hal ini terbukti masih adanya buruh yang berteriak menggugat skema upah minimum, alih daya, perjanjian kerja waktu tertentu, aturan pemutusan hubungan kerja, setelah terbitnya perppu tersebut. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan adalah perbaikan tidak hanya dari sisi formil, tetapi juga isi substansi agar lebih berpihak pada rakyat.
”Masih ada waktu sebelum dua tahun batas akhir setelah putusan MK sehingga proses pembentukan undang-undang masih bisa dilakukan secara normal sesuai tata cara dan prosedur,” tuturnya.