Bareskrim Polri Telusuri Aliran Dana dan Aset Indosurya
Penyidik Bareskrim Polri sampai saat ini telah menyita aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara KSP Indosurya senilai Rp 2,37 triliun.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI akan terus menelusuri aliran dana ataupun aset hasil kejahatan dalam perkara Koperasi Simpan PinjamIndosurya. Bareskrim juga tengah melakukan penyidikan terhadap perkara lain yang terkait dengan Indosurya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Whisnu Hermawan mengungkapkan, penyidik Bareskrim Polri sejak awal telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penelusuran aliran dana ataupun aset hasil kejahatan dalam penyidikan tindak pidana perkara Indosurya.
”Proses koordinasi telah ditindaklanjuti penyidik dengan menyita aset yang diduga sebagai hasil kejahatan dalam proses penyidikan perkara Indosurya yang berkasnya telah dikirmkan ke JPU (jaksa penuntut umum) dan telah disidangkan. Penyidik juga telah memblokir rekening pihak yang terkait dengan perkara ataupun terlibat dalam perkara Indosurya,” tutur Whisnu saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Sebelumnya diberitakan, PPATK menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang di 12 koperasi simpan pinjam senilai Rp 500 triliun, salah satunya KSP Indosurya. Dalam kasus Indosurya, PPATK juga menemukan adanya aliran dana ke luar negeri (Kompas, 15/2/2023).
Meskipun berkas perkara telah dikirimkan ke jaksa untuk disidangkan, penyidik tetap berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aset-aset yang diduga merupakan hasil tindak pidana. Hasil penelusuran tersebut juga telah diserahkan kepada penuntut umum untuk ditindaklanjuti dalam proses persidangan sesuai kewenangan jaksa penuntut umum.
Demikian pula aset yang diduga berada di luar negeri ataupun transaksi yang dilakukan di luar negeri, penyidik telah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional(Divhubinter) Polri untuk menindaklanjuti melalui jalur Interpol atau jalur kerja sama antarkepolisian beberapa negara.
Penyidik juga telah memblokir rekening pihak yang terkait dengan perkara ataupun terlibat dalam perkara Indosurya.
Sampai dengan selesainya proses penyidikan dalam perkara yang telah disidangkan, kata Whisnu, penyidik telah menyita aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara Indosurya senilai Rp 2,379 triliun. Rinciannya, 25 aset tanah dan bangunan senilai Rp 2,3 triliun, kendaraan sebanyak 49 senilai Rp 28 miliar, serta uang di 15 bank senilai Rp 41,9 miliar.
Saat ini, penyidik tengah melakukan penyidikan terhadap perkara lain yang terkait dengan Indosurya. Whisnu menegaskan, tidak menutup kemungkinan akan ditemukan aset-aset lain ataupun aliran dana kepada para pihak yang terkait dengan penyidikan yang sedang dilakukan. Penyidik terus berkoordinasi dengan PPATK dan jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh penyidik.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi kasus-kasus yang ditemukan oleh PPATK. Adapun jaksa penuntut umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap vonis lepas yang dijatuhkan kepada dua terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya, Henry Surya dan Junie Indira.
Menurut Ketut, tidak ada perbuatan perdata yang dilakukan oleh Henry dan kawan-kawan. Mereka justru memanfaatkan celah hukum dengan menggunakan tipu muslihat, memperdaya korban dalam hal ini nasabah dengan kedok koperasi bahwa seluruh kegiatannya seolah-olah menjadi legal.
Padahal, seluruh korban tidak pernah merasa menjadi anggota koperasi. Namun, menjadi korban penipuan investasi bodong sehingga penerapan hukum perdata dalam perkara tersebut jauh dari rasa keadilan dan sangat melukai masyarakat yang menjadi korban investasi bodong yang dikendalikan oleh Henry Surya, Junie Indira, dan Suwito Ayub. Adapun Suwito saat ini masih buron.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, dan kepolisian harus mendalami sinyalemen dari PPATK terkait adanya dana-dana yang diduga hasil pencucian uang, baik memakai modus koperasi maupun investasi ilegal lainnya.
”Itu bisa dikembangkan dari koperasi yang sudah jadi kasus, yaitu Indosurya, yang hari ini ditingkatkan penyidikan untuk TPPU (tindak pidana pencucian uang),” kata Boyamin. Menurut Boyamin, peran aparat penegak hukum akan membuat bersih dari pencucian uang akibat investasi ilegal, apalagi dengan koperasi yang seakan-akan menyejahterakan anggota.
Ia menyayangkan kasus Indosurya disebut sebagai perkara perdata. Padahal, penggelapan merupakan perbuatan mengambil barang orang lain. Modus koperasi dilakukan dengan menerima uang dari orang sehingga mestinya merupakan penggelapan. Karena itu, pencucian uang dalam kasus ini perlu diproses lebih lanjut.